JAKARTA, GRESNEWS.COM — Bupati Kabupaten Gowa Adnan Purichta Ichsan mengajukan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (UU BPJS Kesehatan) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Diwakili kuasa hukumnya, Andi Irwanda, Adnan selaku pemohon menyebut bahwa ketentuan Pasal 4 huruf g, Pasal 14, dan Pasal 16 Ayat (1) UU BPJS Kesehatan telah merugikan hak konstitusionalnya selaku kepala daerah.

"Di Kabupaten Gowa itu sudah ada Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pelayanan Kesehatan Gratis (YANKESTIS). Dengan adanya UU BPJS Kesehatan yang prinsip kepesertaannya wajib, hal itu membuat masyarakat Kabupaten Gowa terbebani," kata Andi kepada gresnews.com, Rabu (30/11).

Andi menjelaskan, lewat program YANKESTIS, masyarakat Gowa yang hendak berobat tinggal datang ke Puskesmas atau rumah sakit, dan biaya pengobatannya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Sedangkan dengan adanya UU BPJS, masyarakat harus membayar iuran wajib terlebih dulu, barulah kemudian mendapat pelayanan kesehatan.

"Jadi prinsipnya beda. Kalau Yankestis itu sakit dulu, baru dibayar pemerintah. Sedang BPJS dibayar sendiri dulu, baru kalau sakit nanti dilayanin," kata Andi.

Andi menambahkan, kewajiban mendaftarkan diri sebagai peserta program BPJS dianggap memberatkan masyarakat. Dan hal itu bahkan dipertegas lagi melalui Perpres Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Perpres Tentang Jaminan Kesehatan. "Bahkan ada sanksi administratif jika masyarakat tidak mendaftarkan diri sebagai peserta BPJS. Itu sangat membebani," katanya.

Andi memaparkan, Perda soal Sistem Pelayanan Kesehatan Gratis diberlakukan Pemda Kabupaten Gowa dengan landasan filosofis UUD 45. Menurutnya, karena di dalam UUD 45 disebutkan bahwa kesehatan adalah tanggung jawab negara, maka pemerintah Gowa menafsirkannya dengan memberi layanan kesehatan gratis kepada masyarakat. "Hak itu harus dipenuhi. Jadi untuk mendapat kesehatan, itu hak, bukan kewajiban," katanya.

Andi juga menuturkan bahwa ia sudah memasukkan UU Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya di dalam permohonannya. "Di situ sudah jelas bagaimana tanggung jawab negara dalam hal kesehatan," katanya.

Selain merugikan masyarakat Gowa secara langsung, Andi juga menyebut bahwa keberadaan UU BPJS Kesehatan telah merugikan Pemda Gowa sendiri dari segi anggaran. Menurutnya, anggaran kesehatan yang dialokasikan Pemda Gowa pada tahun 2016 totalnya di atas 80 miliar rupiah.

"Selaku Kepala Daerah, pemohon mengeluarkan anggaran pelayanan kesehatan sebesar Rp21,362 miliar untuk tahap pertama dan Rp68,133 miliar untuk tahap kedua," kata Andi. Sedang total anggaran yang dikeluarkan Pemda Gowa untuk program YANKESTIS tidak lebih dari 4 miliar rupiah pada tahun anggaran 2015.

Karena adanya selisih anggaran yang sangat jauh itu pula kemudian Adnan Purichta Ichsan mengajukan sidang uji materi UU BPJS ini atas nama Pemda Gowa. "Anggarannya hanya sebesar Rp753,63 juta untuk Puskesmas dan untuk jaringan-jaringannya, serta Rp2,635 miliar untuk rumah sakit di wilayah Kabupaten Gowa," tambah Andi.

Dijelaskan Andi, baik dana untuk BPJS maupun dana YANKESTIS itu dikeluarkan sendiri oleh Pemda Gowa tanpa melibatkan dana sharing dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Andi menambahkan, dana besar yang terserap oleh BPJS Kesehatan menyebabkan Pemda Gowa kelabakan dalam menutupi kebutuhan lainnya.

Dijelaskan Andi, untuk layanan kesehatan Pemda Gowa mengeluarkan anggaran ganda. "Dengan adanya UU BPJS di Gowa jadinya ada double pengeluaran. Di satu sisi ada aturan BPJS sedang di sisi lain ada Perda Nomor 4 Tahun 2009 juga yang harus dijalankan," katanya.

LIBATKAN DPRD GOWA — Sidang uji materi yang teregistrasi dengan nomor perkara 101/PUU-XIV/2016 ini pertama kali digelar pada Senin (14/11) lalu. Adapun sidang singkat yang digelar di Mahkamah Konstitusi pada Rabu (30/11) adalah sidang dengan agenda perbaikan permohonan.

Dalam sidang sebelumnya, majelis hakim mengingatkan legal standing Adnan Purichta Ichsan selaku pemohon. Menurut hakim Aswanto, jika Adnan maju ke MK atas nama pemerintah daerah, maka selaku pemohon mestinya Adnan melibatkan unsur lain pemerintah daerah.

"Ketika kita bicara mengenai persoalan kesehatan, apakah itu menjadi kewenangan kepala daerah atau kewenangan pemerintah daerah? Nah, ketika dia menjadi kewenangan pemerintah daerah, maka mestinya untuk memenuhi persyaratan di legal standing adalah tidak hanya kepala daerah, tapi juga DPRD," katanya.

Aswanto juga menjelaskan, ada beberapa permohonan yang tidak diterima MK lantaran MK menganggap pemohon tersebut tidak punya legal standing manakala satu kasus yang merupakan kewenangan pemerintah daerah diajukan oleh kepala daerah seorang. Pada sidang perbaikan ini pemohon juga sudah memperbaiki permohonannya dengan menyertakan Ketua DPRD Kabupaten Gowa H. Muhammad Ansar Zainal Bate sebagai pemohon tambahan.

Hanya, tambahan itu dinilai MK belum cukup. Selaku pimpinan DPRD, Ansar Zainal juga harus menyertakan bukti berupa keterangan bahwa dirinya mendapat mandat dari pimpinan DPRD Kabupaten Gowa lainnya untuk maju sebagai pemohon mewakili pemerintah daerah.

"Di sini hanya muncul sendirian, karena kalau di dewan, itu kolektif kolegial. Jadi semua keputusan harus diambil minimal oleh pimpinan meskipun tidak lewat rapat paripurna," kata Aswanto.

Uji materi mengenai UU BPJS Kesehatan sudah berulang kali diajukan ke MK. Pada sidang pendahuluan Senin (14/11) lalu, mahkamah bahkan mengingatkan pemohon bahwa norma UU BPJS juga pernah diuji sebelumnya lewat perkara Nomor 119 tahun 2015 dan perkara Nomor 138 tahun 2014.

Kedua perkara itu berangkat dari kasus konkret dan putusan MK menyatakan permohonan itu ditolak. Para pemohon dituntut untuk mencari angle lain agar permohonannya tidak mengalami nasib serupa dengan permohonan-permohonan sebelumnya. (Gresnews.com/Zulkifli Songyanan)

BACA JUGA: