JAKARTA, GRESNEWS.COM - Peran besar pengacara kawakan Otto Cornelis Kaligis dalam perkara suap kepada hakim dan pejabat Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Medan terlihat  cukup nyata. Hal ini tampak dalam surat dakwaan tim Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang hari ini dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senen (31/8).

Pendiri dan owner kantor Pengacara OC Kaligis & Associates disebut tidak saja sebagai inisiator pemberian uang suap senilai total US$22 ribu dan SGD5000. Ia juga disebut mengatur siapa hakim yang akan menangani perkaranya. Pengaturan tersebut dimaksudkan agar hakim mengabulkan permohonan pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara yang sedang menyelidiki dugaan korupsi di provinsi yang mereka ajukan.

Pengujian itu terkait korupsi di beberapa sektor pemerintahan provinsi Sumatera Utara,  seperti dana Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Kemudian ada juga tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH) dan terakhir penyertaan modal BUMD di Pemprov.

Gugatan itu diajukan oleh Kepala Biro Keuangan Pemprov Sumatera Utara Ahmad Fuad Lubis, yang merupakan bawahan Gubernur Gatot Pujo Nugroho. Gatot sempat khawatir penyelidikan itu berujung pemanggilan dirinya, yang diduga mengarah pada keterlibatannya dalam kasus tersebut.

Gatot meminta Fuad Lubis untuk memberi kuasa kepada Tim Kuasa Hukum Otto Cornelis Kaligis & associates yang terdiri dari OC Kaligis sendiri, Rico Pandeirot, Yulius Irwansyah, Anis Rifai dan M. Yagari Bhastara Guntur alias Gary untuk menangani perkara ini.

Setelah mendapat kuasa, pada akhir April 2015, OC Kaligis, Gary, dan juga Yurinda Tri Achyuni alias Indah berangkat ke Medan dan menemui sekretaris PTUN Syamsir Yusfan. Selanjutnya, mereka meminta Syamsir agar dipertemukan dengan Ketua PTUN Tripeni Irianto Putro.

Awalnya, kedatangan mereka hanya berkonsultasi dengan Tripeni mengenai permohonan gugatan itu. Meskipun jika dilihat, pertemuan tersebut sudah salah kaprah karena permohonan yang diajukan Pemprov Sumatera Utara melalui Fuad Lubis belum disidangkan.

Maksud OC Kaligis ingin "mengamankan" kliennya semakin nyata setelah ia memberikan "uang muka" kepada Tripeni sebesar SGD5 ribu. Dan Syamsir yang menjadi perantara kecipratan US$1000. Selanjutnya, pengajuan gugatan pun berjalan mulus dan diterima PTUN.

Pada 5 Mei 2015, OC Kaligis ditemani Gary kembali menemui Tripeni di Medan. "Memberi Tripeni beberapa buku karangan terdakwa beserta satu buah amplop warna putih berisi uang US$10 ribu dengan maksud Tripeni menjadi hakim yang menangani perkara gugatannya," kata Jaksa KPK Yudi Kristiana, Senen (31/8).

Gary pun mendaftarkan gugatan itu dan langsung diterima PTUN. Syamsir kemudian meminta Gary bertemu Tripeni di ruangannya. Dan ketika itu, Tripeni telah menunjuk dua hakim untuk menangani perkara tersebut yaitu Dermawan Ginting dan juga Amir Fauzi sebagai hakim anggota. Serta tak ketinggalan Syamsir Yusfan sebagai panitera.

KALIGIS ATUR HAKIM KABULKAN GUGATAN - Setelah menerima perkara, Majelis Hakim mendiskusikan perkara yang diajukan OC Kaligis. Salah satu Hakim yaitu Amir Fauzi berpendapat bahwa gugatan yang dilayangkan OC Kaligis yaitu surat panggilan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara yang dijadikan obyek permohonan tidaklah tepat menurut Pasal 21 UU Nomor 30 Tahun 2014.

Yang tepat menjadi obyek permohonan adalah Keputusan atau tindakan pemohon dalam kaitannya dengan penggunaan dana yang diduga dikorupsi tersebut. Dari hasil musyawarah disepakati karena penyelesaian perkara ini maksimal 21 hari, sedangkan hukum acara terkait permohonan ini belum diatur Mahkamah Agung, maka ditetapkan tidak melalui proses pemeriksaan.

Tetapi, pihak pemohon dipanggil untuk diberikan penjelasan terkait hal tersebut. Beberapa hari kemudian Gary dan Indah menemui ketiga hakim  yaitu Tripeni, Dermawan Ginting, dan Amir Fauzi di ruangan Tripeni.

Tripeni pun menanyakan kepada Gary apa yang menjadi obyek dari permohonan itu tidak sah. Kemudian Gary menyampaikan bahwa yang dimohon untuk dinyatakan tidak sah adalah adalah sesuai petitum permohonan dan petitum tersebut sudah dinilai oleh beberapa ahli.

"Kok gugatan Pak OC maunya seperti ini. Obyeknya tidak pas, seharusnya yang dijadikan obyek permohonan adalah keputusan/tindakan pemohon terkait dengan penggunaan dana BOS dll, bukannya Keputusan dari Kejati," kata Hakim Amir Fauzi seperti tertera dalam surat dakwaan.

Sebelum sidang pertama dengan agenda pembacaan permohonan dan tanggapan pemohon dimulai pada 18 Mei 2015, OC Kaligis, Gary dan Indah kembali menemui Tripeni yang menjadi hakim ketua dalam perkara ini. "Terdakwa, Gary dan Indah meyakinkan Tripeni selaku Ketua Majelis agar berani memutus sesuai gugatan," ucap Jaksa dalam surat dakwaannya.

Selanjutnya pada pertengahan Juni 2015 setelah persidangan dengan agenda keterangan ahli Lintong Siahaan dan Muhammad Rullyandi dibacakan, OC Kaligis kembali menemui hakim anggota Amir Fauzi di ruang kerjanya.

"Bagaimana Pak keterangan ahli yang kami ajukan? Apakah sesuai dengan pendapat Bapak?" tanya OC Kaligis dalam kutipan surat dakwaan.

Namun, jawaban Amir Fauzi tampaknya tidak sesuai dengan keinginan Kaligis. "Saya tidak dapat memberikan penjelasan terkait perkara yang sedang berjalan," terang Amir Fauzi.

OC Kaligis tampak kecewa dengan jawaban tersebut. "Kalau Bapak tidak sependapat, Bapak bisa dissenting (berbeda pendapat dengan hakim lain)," jawab Kaligis.

Karena tidak mendapat jawaban yang sesuai dengan keinginannya, pada Kamis 2 Juli 2015, OC Kaligis beserta dua anak buahnya mencoba melobi kembali Hakim Ketua Tripeni. Ia mendesak agar gugatannya dimasukkan dalam wewenang pengadilan PTUN sesuai Pasal 21 UU Nomor 30 Tahun 2014.

"Terdakwa menyerahkan sebuah amplop warna putih kepada Tripeni, namun Tripeni menolak dan amplop itu kembali dibawa terdakwa," sebut Jaksa.

Amplop tersebut diketahui berisi uang yang masing-masing senilai US$5 ribu dalam tiga amplop putih, dan dua amplop lagi senilai US$1000.

Kemudian, OC Kaligis kembali berusaha menemui dua hakim anggota yaitu Amir Fauzi dan Dermawan Ginting. Tetapi, Dermawan tidak kunjung datang sehingga ia mengutus Gary untuk menunggunya di kantor PTUN.

HAKIM LULUH RAYUAN OC KALIGIS - Merasa tidak bisa bertemu, Gary akhirnya berniat pulang ke Jakarta. Tetapi dalam perjalanan, sekretaris PTUN sekaligus panitera dalam perkara ini Syamsir Yusfan menelepon Gary dan mengatakan hakim Dermawan Ginting ingin bertemu.

Dermawan akhirnya luluh dan akan mengikuti kemauan Gary karena keduanya telah sepakat bahwa para hakim akan mendapat imbalan sejumlah uang. Dermawan pun menemui Amir Fauzi dan menyampaikan hasil pertemuannya dengan tim OC Kaligis. Selanjutnya, kedua hakim ini menghadap Tripeni yang menjadi hakim ketua untuk melaksanakan musyawarah Majelis demi mengambil keputusan nanti.

Ketiganya akhirnya berkompromi demi menyiasati bagaimana cara memenangkan gugatan yang dilayangkan itu. "Jangan masuk ke Surat Perintah Penyelidikan karena itu bersifat pidana, tetapi cukup di surat permintaan keterangan karena bersifat khusus. Akhirnya mereka sepakat mengabulkan gugatan sebagian dan Dermawan Ginting ditunjuk membuat konsepnya," ucap Jaksa.

OC Kaligis tampak mengerti benar bagaimana cara "melayani" para hakim. Pada 5 Juli 2015 sebelum sidang putusan, ia menyuruh anak buahnya Gary untuk menyerahkan buku dan amplop berwarna putih kepada dua hakim yaitu Dermawan Ginting dan Amir Fauzi yang berisikan uang masing-masing US$5 ribu.

Akhirnya apa yang dilakukan OC Kaligis dengan menyuap para hakim tidak sia-sia. Mereka mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan dan menolak seluruh eksepsi pemohon yang diajukan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.

Setidaknya ada empat poin dalam putusan hakim PTUN.

1. Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian
2. Menyatakan keputusan termohon perihal permintaan keterangan terhadap pemohon selaku Bendahara Umum Daerah Pemprov Sumatera Utara ada unsur penyalahgunaan wewenang.
3. Menyatakan surat permintaan keterangan tidak sah.
4. Menghukum termohon dengan membayar biaya perkara Rp269 ribu
5. Menolak permohonan pemohon untuk selain dan selebihnya.

Setelah selesai sidang, Syamsir Yusfan juga ikut kecipratan uang haram dari Kaligis. Melalui Gary, Syamsir kembali menerima uang US$1000 dengan mengatakan bahwa itu adalah Tunjangan Hari Raya (THR) dari bosnya.

PROSES TANGKAP TANGAN - Para hakim sepertinya ketagihan menerima uang haram. Hal ini terbukti dari telepon Syamsir Yusfan pada 8 Juli 2015 kepada Gary yang bermaksud meminta ongkos mudik untuk Tripeni. Gary tidak bisa langsung memutuskan, tetapi ia meminta persetujuan Kaligis terlebih dahulu.

Atas restu OC Kaligis, pada keesokan harinya yaitu 9 Juli 2015, Gary pergi ke Medan menuju Kantor PTUN dan menemui Syamsir Yusfan di ruangannya. Lantas, Syamsir pun mengantar Gary bertemu Tripeni.

"Kemudian Gary bertemu Tripeni seorang diri dan menyerahkan amplop putih berisi uang US$5 ribu," pungkas Jaksa.

Gary mengatakan bahwa uang tersebut adalah titipan dari OC Kaligis. Namun sial bagi Gary, seusai pertemuan itu ia langsung diringkus  tim Satgas KPK yang telah menunggunya. Setelah penangkapan Gary, OC Kaligis panik. Ia menghubungi anak buahnya Yenny Octorina untuk mengamankan berkas PTUN.

Atas perbuatannya itu, OC Kaligis dijerat dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 , juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Belakangan kasus tersebut juga menjalar KPK tidak hanya menetapkan tersangka 6 tersangka yang tertangkap dalam proses tangkap tangan seperti Ketua Pengadilan TUN  Medan Tripeni Irianto Putro, dan dua hakim, panitera Syamsir, pengacara Gary dan OC Kaligis. KPK juga akhirnya menjerat Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho dan istri mudanya  Evi Susanti.

BACA JUGA: