JAKARTA, GRESNEWS.COM - Dua tersangka kasus restitusi (pengembalian kelebihan pembayaran) pajak PT Mobile-8, Hary Djaja dan Anthony Candra melakukan perlawanan. Mereka mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas penetapannya sebagai tersangka .

Dalam persidangan perdana, Senin (21/11) dengan agenda pembacaan permohonan, pihak Hary Djaja menganggap alasan penetapannya sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung tidak melalui dasar yang kuat secara formal yuridis.

Kejaksaan Agung sebelumnya menetapkan dua tersangka dalam kasus restitusi pajak PT Mobile-8. Hary Djaja selaku Direktur PT Djaja Nusantara Komunikasi (DNK) yang juga merupakan adik ipar pemilik MNC Group  Hary Tanoesoedibjo dan Anthony Candra dinilai menjadi pihak yang bertanggungjawab dalam kasus restitusi tersebut.

Kasus ini terjadi saat tim penyidik dari Kejaksaan Agung menemukan dalam transaksi itu menyebabkan kerugian negara mencapai Rp86 miliar. Kejaksaan menemukan adanya indikasi korupsi, dimana diduga telah terjadi manipulasi seolah-olah ada transaksi pembelian antara PT Mobil-8 dari PT DNK, sehingga Mobil-8 bisa mengajukan permohonan restitusi tersebut. Padahal transaksi antara keduanya fiktif dan tidak pernah terjadi.  Dari penemuan tersebut kemudian pihak Kejagung melakukan penyidikan dan menetapkan dua tersangka.

Namun penasihat hukum Hary Djaja, Hotman Paris Hutapea menilai  Kejaksaan Agung tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan kliennya sebagai tersangka. Hotman Paris menilai, kewenangan penyidikan hal itu ada pada Dirjen pajak yang memiliki kewenangan lex specialis menindaklanjuti tindak pidana perpajakan.

Nenurut Hotman dalam perkara yang disidik Kejagung, sebenarnya telah dilakukan pula proses penyidikan oleh Dirjen Pajak yang menurut Hotman merupakan institusi yang berhak menangani tindak pidana pajak seperti diatur Pasal 44  UU Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Kewenangan itu tak diberikan kepada institusi lain.

Sesuai dengan Pasal 39 UU Perpajakan, bahwa ketika ada hasil transaksi fiktif maka itu bagian dari kewenangan Dirjen pajak. Dengan alasan itu, dia menyatakan, Kejagung tidak berwenang melakukan penyidikan dan menetapkan tersangka terhadap Hary Djaja.

"Apabila hasil penyidikan adalah hasil transaksi fiktif atau palsu maka itu adalah kewenangan dirjen Pajak yang diatur pasal 39 UU Pajak," kata Hotman Paris Hutapea saat membacakan permohonannya di PN Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Senin (21/11).

"Jelas terbukti tindak pidana perpajakan adalah kewenangan Dirjen pajak bukan Kejaksaan," kata Hotman.

Ada pun bunyi Pasal 44 adalah :
(1) Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana di bidang perpajakan.



PAKAI UU TAX AMNESTY - Lebih jauh Hotman mengungkapkan, bahwa bukti pajak seharusnya tidak bisa dipakai sebagai bukti pada perkara lain termasuk perkara korupsi. Dia memakai Pasal 20 UU Tax Amnesti sebagai rujukan bahwa bukti dalam tax amnesti tak bisa dipakai untuk penyidikan.

Menurut Hotman, dasar penyidikan terhadap kliennya adalah bukti pajak yang telah dilakukan (pengampunan pajak) tax amnesti pada 27 Oktober 2016. Bahkan dia menekankan, ketika wajib pajak mengajukan keberatan maka seharusnya Kejaksaan menghentikan penyidikan membatalkan status wajib pajak dari tersangka.

Adapun bunyi Pasal 20 UU Nomor 11 tahun 2016 tentang Tax Amnesti adalah : "Data dan informasi yang bersumber dari Surat Pernyataan dan lampirannya yang diadministrasikan oleh Kementerian Keuangan atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang ini tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap Wajib Pajak,".

Hotman menganggap kejaksaan telah memakai bukti tax amnesti dari pembeli voucer dijadikan sebagai bukti permulaan untuk memulai penyidikan di kejaksaan. Padahal itu lampiran tax amnesty. Kalau diminta oleh wajib pajak karena keberatan. "Seharusnya kejaksaan menghentikan penyidikan karena bukti itu tidak bisa dijadikan sebagai bukti tindak pidana apa  pun," ungkapnya.

Menurutnya, karena telah mengampuni maka tidak bisa lagi memakai bukti itu. Kejaksaan kan bagian dari negara, logikanya kalau negara telah mengampuni maka kejaksaan juga harus mengampuni.

Penasehat hukum  lainnya Andi Simangunsong  mengungkapkan bahwa perkara yang dipraperadilankan merupakan perkara pajak. Sehingga tak ada alasan bagi Kejaksaan untuk melakukan penyidikan dalam perkara aquo.

Dia mempertanyakan apakah perkara restitusi pajak merupakan perkara korupsi atau tindak pidana pajak. Jika yang disangkakan  adalah  perkara korupsi maka itu memang menjadi kewenangan Kejaksaan Agung. Tapi kalau itu masalah perpajakan, kejaksaan tidak memiliki kewenangan menyidiknya.

"Faktanya dalam UU Tipikor itu menganut lex specialis, kalau itu masuk dalam undang-undang lain seperti undang-undang perpajakan maka Tipikor tidak berwenang menangani perkara itu," kata Andi.

Karena itu, menurutnya Kejaksaan Agung tidak berwenang melakukan penyidikan perkara restitusi karena bukan bagian perkara korupsi. "Penyidikan tidak berwenang maka harus dihentikan penyidikannya," tukas Andi.

Sementara itu, ketua tim kuasa hukum Kejaksaan Agung  Ali Nurudin sebagai tergugat masih enggan mengemomentari pokok-pokok permohonan yang diajukan Hary Djaja. "Kita belum bisa komentari. Takut mendahului," kata Ali usai persidangan yang dipimpin hakim tunggal Iswahyu Widodo.

Besok, (22/11) merupakan kesempatan bagi tergugat, Kejaksaan Agung memberikan jawabannya untuk membantah dalil-dali yang diajukan pemohon terkait penetapan tersangka Hary Djaja.

Dalam permohonan itu, pihak Hary Djaja mengajukan petitum sebagai berikut :
1. Mengabulkan permohonan pemohon praperadilan seluruhnya.
2. Termohon tidak berwenang dalam melakukan penyidikan khususnya perpajakan.
3. Menyatakan penyidik yang menjadi PPNS dilakukan dirjen pajak sebagai penyidik yang berwenang melakukan penyidikan dugaan tindak perpajakan terkait pembayaran restritusi pajak PT Mobile 8 terkait transaksi jual beli vocher antara PT Mobile 8 dengan PT Djaja Nusantara Komunikasi (DNK)
4. Menyatakan penyidikan dilakukan termohon berkenaan dengan peristiwa sebagaimana ditetapkan sebagai tersangka terhadap pemohon tang diduga melanggar pasal 2 ayat 1 jo pasal 3 uu Tipikor Tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan memerintahkan termohon hentikan penyidikan.
5. Menyatakan tindakan termohon menetapkan tersangka melanggar pasal 2 jo pasal 3 uu tentang tipikor adalah tidak sah dan tidak berdasar hukum mengikat dan batal.
6. Perintahkan termohon menghentikan penyidikan pada pemohon.

BACA JUGA: