JAKARTA, GRESNEWS.COM - PT Bumigas Energi mengingatkan agar sidang terdakwa mantan Dirut PT Geo Dipa Energi Samsudin Warsa, berjalan tanpa intervensi pihak manapun. Kasus sengketa ini bermula dari kontrak pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi atau geothermal Dieng-Patuha yang merupakan program pemerintah dalam penyediaan listrik 35 ribu Megawatt.


"Kami mengingatkan semua pihak, agar sidang terdakwa Samsudin Warsa berjalan tanpa intervensi pihak manapun. Hal ini yang menjadi concern atau perhatian kita sebagai pelapor," ujar kuasa hukum Bumigas Khresna Guntarto, dalam siaran pers yang diterima gresnews.com, Selasa (7/2).

Menurut dia, ada potensi persidangan tersebut diintervensi oleh beberapa pihak. Pasalnya, ada kejanggalan dan intervensi dalam persidangan tersebut karena dalam sidang sebelumnya pihak terdakwa ´membawa-bawa´ nama Wakil Presiden Jusuf Kalla. Itu sebab, pihak Bumigas meminta Komisi Yudisial (KY) untuk terlibat aktif dalam mengawasi jalannya persidangan tersebut.

"KY harus mengawasi kasus ini karena sudah terang benderang dan sudah ada barang bukti di penegak hukum. Dan jangan sampai perkara ini diseret-seret ke persoalan politik," katanya.

Khresna menilai, ada potensi terdakwa Samsudin hendak mencari perlindungan kepada pemerintah. Sebab penegakan hukum harus terbebas dari intervensi. "Wapres itu kan berada di lembaga eksekutif dan seharusnya tidak bisa dicampurkan dengan permasalahan yudikatif," tambah Kreshna.

Ia menambahkan, Bumigas sangat menghormati apapun keputusan hakim dan berharap sidang berlangsung objektif, transparan, dan akuntabel.

"Dalam Nawa Cita Presiden Joko Widodo, pemerintah bertekad untuk menegakkan supremasi hukum dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Jadi kami sangat optimis, persidangan mantan Bos Geo Dipa tersebut akan dilaksanakan secara profesional," tambah Khresna.

Sidang keempat dijadwalkan dilaksanakan kemarin Senin (6/2) dengan agenda hakim membacakan putusan sela. Namun sidang ditunda karena dua anggota majelis hakim diganti sehingga mereka perlu mempelajari lagi penolakan JPU terhadap eksepsi terdakwa.

Sebelumnya, Bumigas menuding Geo Dipa tidak mempunyai hak konsesi pengusahaan pertambangan untuk menggarap PLTP di area tersebut. Bumigas yang sudah mengeluarkan uang untuk pembangunan persiapan proyek dengan dana pinjaman merasa ditipu. Bahkan, Geo Dipa juga telah merugikan Bumigas sebagai investor dalam proyek pengembangan pembangkit tenaga listrik di Dieng (Jawa Tengah) dan Patuha (Jawa Barat) yang dikenal dengan nama Proyek Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Dieng Patuha.

PLTP Dieng Jawa Tengah berkapasitas sebesar 2x60 MegaWatt untuk proyek Dieng 2 dan Dieng 3. Dan kapasitas sebesar 3x60 MegaWatt di Patuha Jawa Barat yaitu proyek Patuha 1, Patuha 2, dan Patuha 3, sebagaimana dituangkan dalam Perjanjian Dieng and Patuha Geothermal Project Development Nomor KTR 001/GDE/II/2005 pada tanggal 1 Februari 2005. Akhirnya, Bumigas memperkarakan sengketa itu ke Bareskrim dan Mahkamah Agung.

Di tingkat MA, Bumigas dinyatakan menang. Namun Geo Dipa jalan terus dengan melakukan tender ulang (retender). Bumigas mencatat, terdapat 4 unsur yang mempertegas praktik penipuan atas proyek Dieng-Patuha yang dilakukan GDE.

Pertama, adanya perjanjian yang menyatakan Perjanjian Kontrak PT.GDE dengan PT.BGE sebagai syarat mutlak berdasarkan Undang-Undang No.27/2003 untuk pengembangan proyek PLTP. Faktanya, GDE sampai detik ini tidak memiliki WKP dan IUP sebagaimana diwajibkan dalam UU No.27/2003. Akibatnya, pihak investor atau Funder kami yang kedua CNT Hong Kong menilai proyek PLTP Dieng-Patuha tidak terjamin (unsecured/ Fraudness), sehingga mengundurkan diri.

Kedua, berdasarkan fakta hukum yang telah dipertimbangkan Mahkamah Agung RI, bahkan MA telah mengabulkan dan memenangkan permohonan Kasasi BGE, sehingga wajib bagi GDE untuk mentaati keputusan MA tersebut.

Ketiga, tanpa memiliki WKP dan IUP yang sah, GDE telah meretenderkan proyek EPC Patuha #1 tersebut dan dimenangkan oleh Marubeni Corporation dengan komposisi 75 persen dan PT. Maklamat Cakera Canggih (25 persen), untuk mengerjakan kontrak EPC 1X55MW senilai 144 juta dolar AS.

Keempat, bahkan GDE mendapatkan pinjaman dari PT. BNI Tbk, dengan memakai lokasi dan sumur-sumur yang tertuang dalam kontrak sebelumnya.

BANTAH MENIPU - Dalam perkara ini, Jaksa Penuntut Umum memang teguh pada dakwaan tindak pidana penipuan atau penggelapan. Samsudin dijerat dengan Pasal 372 atau 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Geo Dipa Energi sendiri sebagai satu satunya perusahaan energi negara yang bergerak di sektor panas bumi. Perusahaan ini anak perusahaan PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) yang mengelola pembangkit listrik tenaga panas bumi, Patuha di Jawa Barat dan Dieng, Jawa Tengah.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dorkas Berliana menilai dakwaannya terhadap Samsudin Warsa sudah tepat sehingga mereka konsisten pada dakwaan yang telah dibuatnya. "Kami tetap bertahan dengan dakwaan kami. Menurut kamu itu sudah tepat," kata Berliana kepada wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Senin (23/1).

Samsudin Warsa menjadi tersangka dalam kasus dugaan penipuan proses tender proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) Patuha-Dieng senilai Rp4,5 triliun. Ia dilaporkan oleh PT Bumigas Energy ke Bareskrim Polri.

Dalam sidang perdana, 28 Desember 2016, Jaksa Penuntut Umum mendakwa Samsudin menipu PT Bumigas Energi karena ternyata tak mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP). Padahal, klausul tersebut tertuang dalam kontrak pembangunan PLTP Dieng-Patuha. Tanpa Hak Pengusahaan (Consession Right) itu pembangunan proyek PLTP Dieng-Patuha tidak bisa dilakukan karena melanggar UU Nomor 27 tahun 2003 tentang Panas Bumi.

Dalam eksepsinya pihak Samsudin Warsa menilai surat dakwaan JPU, yang menurut mereka tidak jelas terkait tindak pidana yang dilakukan oleh Samsudin Warsa. Pasalnya dalam surat dakwaan itu tidak menjelaskan tempat kejadiannya serta bentuk kerugian yang dialami oleh PT Bumigas Energy.

Pihak Samsudin menilai dakwaan JPU tidak jelas karena tidak menyatakan secara jelas tempat terjadinya tindak pidana. Atas alasan itu, pihak Samsudin Warsa mengatakan kliennya dikriminalisasi lantaran dakwaan tidak spesifik menyebut tindak pidana yang dijerat.

Penasihat hukum Samsudin Warsa, Lia Alizia pun menanggapi tanggapan yang yang diajukan pihak penuntut umum. Menurut Lia, dakwaan penuntut umum masih menyentuh bagian permukaan kasus saja dan tidak memuat unsur pokok yang disampaikan dalam eksepsinya. "Tanggapannya tidak komprehensif, banyak juga kontradiksi dari tanggapannya," ujar Lia.

Dia menegaskan tanggapan penuntut soal kadaluarsa. Menurut Lia, penuntut tidak menghitung secara tepat kapan kejadian tindak pidana itu dilakukan oleh terdakwa. Dalam dakwaan itu, penuntut menghitung sejak pelaporan yakni pada 2012.

Anehnya, dalam dakwaan mereka soal tindak pidana tersebut dilakukan sebelum perjanjian ditandatangani tahun 2005. Itu berarti sekitar tahun 2003. Lia melihat pihak Jaksa penuntut umum tidak secara jelas menyebut kapan tindak pidana penipuan itu dilakukan. "Mereka sendiri untuk menentukan tanggal saja tidak jelas," kata Lia.

Lebih jauh dia mengungkapkan, bahwa kasus penipuan yang menjerat kliennya itu tidak tepat. Pihak PT Bumigas Energi mengadukan Samsudin Warsa lantaran PT Geo Dipa Energi tidak memberikan izin konsesi yang diminta PT Bumigas Energy sehingga mengklaim telah menyebabkan kerugian. Pihak PT Bumigas Energi merasa dirugikan karena tidak mendapatkan pendanaan lantaran izin konsesi tidak diberikan oleh pihak PT Geo Dipa Energi.

Namun hal tersebut dianggap tidak beralasan oleh pihak Samsudin Warsa. Lia menegaskan, soal izin konsesi tidak dikenal dalam pertambangan panas bumi karena berbeda dengan pertambangan lainnya.

BACA JUGA: