JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejaksaan Agung tiba-tiba menarik berkas perkara penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan yang telah dilimpahkan sebulan lalu ke Pengadilan Negeri Bengkulu. Penarikan itu dilakukan setelah pertemuan sejumlah lembaga penegak hukum dengan Presiden Joko Widodo pada Kamis (4/2) di Istana.

Dalam pertemuan itu Presiden meminta kasus Novel dan mantan pimpinan KPK dituntaskan. Tetapi tak jelas, apakah penuntasan dimaksud,  perkaranya tetap disidangkan atau dikesampingkan (deponering).

Kejaksaan sendiri terlihat gamang menuntaskan kasus Novel ini. Jaksa Agung M Prasetyo sebelumnya telah tegas menyatakan tak akan menarik berkas Novel. Biar pengadilan yang membuktikan, Novel bersalah atau tidak.

Prasetyo menegaskan, jika Novel memang tidak bersalah maka sebaiknya menangkis dakwaan di pengadilan. "Buktikan saja nanti di persidangan, kalau tidak bersalah pasti bebas," kata Prasetyo kepada wartawan, Rabu (3/2).

Mantan anggota DPR dari Partai NasDem itu justru mempertanyakan alasan tentang pentingnya perkara yang menimpa Novel Baswedan dihentikan atau dideponering. Menurutnya, dasar deponering adalah ada kepentingan umum.

"Alasannya apa saya tanya? Apa kepentingan umumnya?" jelasnya.

Namun kini  Prasetyo berbalik justru menyatakan menarik berkas Novel untuk diteliti kembali sesuai Pasal 144 KUHAP.

"Saya sebagai Jaksa Agung, sebagai penuntut tertinggi mengambil alih itu, saya akan pelajari dan teliti lagi dengan seksama, sambil kita memperhatikan aspirasi di masyarakat, yang tentunya di situ ada kepentingan umum," kata Prasetyo di Kejaksaan Agung, Jumat (5/2).

Hanya saja Jaksa Agung belum memastikan apakah akan dikesampingkan atau akan kembali dilimpahkan ke pengadilan. Keputusan akan diambil dengan memperhatikan aspirasi dan kepentingan umum.

Pakar hukum pidana Andi Hamzah mengatakan, sesuai aturan hukum beracara tak masalah kejaksaan menarik tuntutan dari pengadilan. Hanya saja kenapa hal itu baru dilakukan setelah dipanggil presiden. Sehingga terkesan diintervensi.

"Kenapa sekarang, harusnya dari dulu karena perkaranya telah lama," kata Andi kepada gresnews.com, Jumat (5/2).

Andi mengatakan seharusnya dalam kasus Novel kejaksaan mengambil langkah tegas sejak awal sehingga tak terkesan diintervensi. Namun kejaksaan mengambil sikap, menarik berkas setelah dipanggil presiden. Kasus ini pernah dihentikan di masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Namun kemudian mencuat lagi setelah Komjen Budi Gunawan ditetapkan tersangka oleh KPK.

Novel merupakan tersangka kasus penganiayaan berat terhadap pencuri sarang burung walet di Bengkulu, tahun 2004. Kala itu Novel masih bertugas sebagai Kasatreskrim  di Polresta Bengkulu.

Kasus itu sempat mencuat ketika KPK menangani korupsi di Korlantas Polri yang menyeret Irjen (Pol) Djoko Susilo pada pertengahan 2012. Namun, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kala itu meminta Polri menghentikan kasus Novel. Kasus ini menyeruak kembali di zaman Kabareskrin Komjen Budi Waseso setelah KPK tetapkan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka.

Novel sempat melayangkan praperadilan atas penggeledahan dan penangkapan dirinya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Tapi upaya Novel kandas sehingga penyidikan berlanjut hingga dinyatakan lengkap oleh kejaksaan. Kejaksaan juga telah melimpahkan kasusnya ke Pengadilan Negeri Bengkulu pada Jumat (29/1) lalu.

NOVEL TERSANDERA - Pakar hukum pidana Universitas Padjajaran Bandung Agustinus Pohan menyarankan Novel bertarung di pengadilan karena proses hukum telah berjalan. Jika kemudian ditarik dan dikesampingkan, kasusnya akan tetap menyanderanya. Apalagi jika kasusnya kembali diungkit khususnya oleh korban.

Menurut Agustinus dengan bertarung di pengadilan dan diputus tidak bersalah,  akan melepaskan dirinya dari kasus ini. Malah, jika kasus ini tak disidang, Novel akan terus tersandera. Pengadilan yang akan membuktikan Novel bersalah atau tidak.

"Baiknya bertarung di pengadilan, tunjukkan bukti tak bersalah," kata Agustinus kepada gresnews.com.

BACA JUGA: