JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah  menelisik dugaan permainan dalam penerbitan status Clear and Clean (CnC) PT Anugrah Harisman Barakah (AHB). Dugaan permainan diketahui dari pengembangan kasus korupsi dalam pemberian izin tambang yang diduga melibatkan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam.

Sebab dari penelusuran KPK pemberian status CnC itu dilakukan saat perusahaan tersebut tengah bersengketa hukum dalam perkara tumpang tindih lahan. Penerbitan status CnC itu diduga melibatkan mantan pejabat di lingkungan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM).  

Menelisik permainan dalam pemberian status Cnc itu KPK kemarin kembali melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Dirjen Minerba ESDM) Bambang Gatot Ariyono. Ia dimintai keterangan dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk tersangka Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam.

"Dirjen Minerba diperiksa saksi untuk NA, ia ditanyakan policy kebijakan ESDM, perizinan dan pertambangan dan policy di daerah terkait kementerian," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati di kantornya, Jumat (16/9).

Sayangnya Yuyuk enggan menjelaskan lebih lanjut mengenai kebijakan apa yang dimaksud, termasuk mengenai tugas dan fungsi dari Dirjen Minerba terkait masalah ini. Ia hanya membenarkan pemeriksaan Bambang berkaitan dengan izin tambang yang dikeluarkan Nur Alam.

Sementara itu, Bambang Gatot yang keluar gedung KPK usai menjalani pemeriksaan sekitar pukul 15.20 WIB juga enggan berbicara banyak mengenai pemeriksaannya. Ia hanya membenarkan ditanya penyidik seputar izin tambang di provinsi Sulawesi Tenggara.

"Enggak-enggak, enggak banyak, sebelumnya kan sudah pernah diperiksa, dimintai keterangan aja," kata Bambang usai pemeriksaan.

Selain tak banyak memberi keterangan, Bambang juga mencoba menghindari wartawan dan masuk ke dalam mobilnya. Ia hanya membenarkan ditanya seputar pemberian izin atau pun yang dimiliki PT AHB.

Bambang mengakui sempat ditanya terkait status Clear and Clean yang dimiliki PTAHB. "Iya seputar itulah," ujar Bambang.


ADA TUMPANG TINDIH LAHAN - Saat dihubungi gresnews.com, Bambang mengungkapkan mengenai spesifikasi pemberian CnC itu. Sebelum mengeluarkan predikat tersebut, pihaknya melakukan berbagai evaluasi untuk memastikan pemberian CnC telah sesuai.

"Evaluasinya atas dasar proses administrasi perizinan dan aspek kewilayahan, misal tumpang tindih atau tidak dengan wilayah lain," ujar Bambang melalui pesan singkat.

Namun saat ditanya apakah PT AHB memiliki status CnC, Bambang enggan menjawabnya. Dari informasi yang dihimpun, PTAHB memang memiliki status tersebut. Status itu dikeluarkan saat Dirjen Minerba dijabat oleh Thamrin Sihite.

Pemberian status CnC kepada PT AHB tertanggal 29 Mei 2012. Padahal, ketika itu izin usaha pertambangan PT AHB tengah tumpang tindih dan tengah digugat oleh PT Prima Nusa Sentosa ke Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN).

Nur Alam menerbitkan Surat Keputusan Nomor 828 Tahun 2008 tentang Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan PT AHB seluas 3.084 hektar di atas lahan tambang milik PT Prima Nusa Sentosa (PNS).

SK yang dikeluarkan Nur Alam tersebut ditingkatkan lagi dengan menerbitkan SK Nomor 815 Tahun 2009 tantang Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi milik PT AHB, serta ditingkatkan lagi statusnya melalui SK Gubernur Nomor 435 Tahun 2010 tentang Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Eksploitasi di lahan yang sama. ‎

Kasus ini sempat menjadi sengketa dan masuk ke ranah Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN), dan Gubernur Sultra Nur Alam kalah dua kali di PT TUN atas gugatan PT. Prima Nusa Sentosa (PNS) terkait tumpang tindih izin lahan tambang dengan PT AHB.‎

Hal ini sesuai putusan PT TUN Kendari yang disidangkan tanggal 30 Mei 2011 dengan Nomor 33/G.TUN/2010/PT-Kdi dan putusan pada  PT TUN Makassar  dalam perkara banding nomor 106/B.TUN/2011/PT TUN MKS tanggal 29 September 2011 sekaligus menguatkan putusan PT TUN Kendari.

PT TUN Makassar menilai Gubernur Sultra Nur Alam dalam menerbitkan izin yang menjadi obyek sengketa, terbukti prosedural formal dan subtansi materil bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral No 1603.K/40/M.EM/2003, serta bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Putusan PTUN Makasar yang menguatkan putusan PTUN Kendari sekaligus menegaskan bahwa PT PNS berhak secara hukum untuk melakukan penambangan di atas lahan seluas 1.999 ha di kecamatan Kabaena Tengah dan Kabaena Selatan, Kabupaten Bombana, selama 20 tahun.

Meskipun dinyatakan kalah di persidangan, aktivitas penambangan tetap dilakukan PT AHB saat itu. Bahkan  Dirjen Minerba yang kala itu dijabat oleh Thamrin Sihite justru menerbitkan sertifikat clear and clean  untuk PT AHB.

BACA JUGA: