JAKARTA, GRESNEWS.COM - Penegakan hukum yang dilaksanakan pemerintahan Joko Widodo- Jusuf Kalla dinilai belum berjalan sesuai harapan. Penindakan hukum masih bernuansa "tebang pilih" dan masih ada. Beberapa perkara yang dinilai berakhir tanpa kejelasan dan akhirnya sekadar menjadi tontonan "sinetron" hukum.

Contohnya, pengadilan kasus pembunuhan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso, kasus "Papa minta Saham", sampai kasus Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok baik kasus penistaan agama maupun kasus dugaan korupsi pembelian lahan RS Sumber Waras. Terakhir bebasnya La Nyalla dari tuduhan korupsi dana hibah Kadin Jawa Timur yang semakin mencoreng wajah penegakan hukum 2016.

Anggota Komisi III Masinton Pasaribu mengakui, banyak kasus hukum di tahun 2016 yang tidak ditangani secara profesional. Hal ini membuat penegakan hukum atas beberapa kasus tersebut dirasakan kurang memberikan rasa keadilan. Ia juga mengatakan walaupun reformasi hukum telah terjadi, akan tetapi progresnya berjalan lambat.

Lebih lanjut ia menyatakan dalam setahun terakhir ini, aparat penegak hukum belum sepenuhnya bebas dari mafia peradilan. Hal ini dibuktikan dengan masih adanya kasus mafia peradilan yang terjadi, padahal dalam menegakan hukum yang memberikan rasa keadilan dan kebenaran harus benar benar hitam dan putih.

"Apabila bersalah harus dinyatakan bersalah tanpa dipengaruhi apapun. Memang terjadi sinetron hukum seperti kasus Jesica," ujar Masinton Pasaribu, di Jakarta, Kamis, (29/12).

Dalam kasus Mirna misalnya, persidangan memutuskan Jessica bersalah dan divonis 20 tahun penjara. Namun ada beberapa hal yang tidak terungkap dalam perkara ini seperti motif pembunuhan yang dinilai tak bisa dijelaskan. Tuduhan jaksa motifnya adalah masalah cinta dinilai tak masuk akal oleh pengacara Jessica. Kemudian juga soal beberapa saksi yang tidak dihadirkan yaitu pemiliki kafe Olivier yang menjadi tempat kejadian perkara, atau hilangnya barang bukti kopi yang diminum Mirna.

Dalam kasus Ahok, sikap pemerintah yang terkesan "melindungi" Ahok baik dalam kasus RS Sumber Waras, aliran dana Rp30 miliar ke Teman Ahok, hingga kasus penistaan agama mengundang pertanyaan publik. Untuk kasus terakhir, bahkan pemerintah tak juga memberhentikan Ahok meski sudah berposisi sebagai terdakwa.

Kasus "Papa minta Saham" juga menjadi antiklimaks karena salah satu nama yang terlibat, yaitu Setya Novanto, justru didudukkan kembali menjadi Ketua DPR. Padahal kasus inilah yang beberapa bulan lalu membuat Novanto kehilangan jabatannya sebagai Ketua DPR.

Terkait masalah-masalah ini, Masinton meminta pemerintahan Jokowi-JK memperkuat sistem penegakan hukum dalam tahun ketiga kepemimpinannya. Aspek penegakan hukum yang perlu dibenahi adalah melakukan pembenahan regulasi bidang hukum dan menata sumber daya manusianya.

"Pengelolaan SDM penegak hukum menjadi penting dikarenakan aparat penegak hukum adalah salah satu pilar utama dalam membersihkan negara," katanya.

Oleh karena itu, ia menegaskan reformasi hukum di Indonesia harus dimulai dari aparat penegak hukum. Sebab, untuk menegakan hukum yang bersih diperlukan aparat yang juga bersih. Akan sangat sulit menegakan supremasi hukum apabila para penegak hukum yang ada masih belum bersih.

Ia juga berharap agar Presiden memimpin langsung proses reformasi hukum. "Tahun pertama dan kedua Presiden sudah memperkuat konsolidasi politik dan ekonomi, tahun ketiga harusnya penguatan penegakan hukum," ujarnya.

Selain itu, profesionalitas penegakan hukum yang ada musti menjadi fokus utama pembenahan pemerintah. Contohnya adalah mekanisme kontrol diantara para penyidik yang ada di kepolisian dan kejaksaan, masyarakat saat ini menurutnya bertanya-tanya kenapa laporan yang diberikan masyarakat ke KPK sering tidak ditindak lanjuti.

Ia juga menentang adanya pemotongan anggaran penegakan hukum. Hal ini disebabkan anggaran penegakan hukum berbeda dengan anggaran di lembaga lainnya karena penegakan hukum adalah salah satu elemen penting untuk proses penguatan demokrasi.

BANYAK MISTERI - Hal senada juga disampaikan pengamat hukum pidana Universitas Al-Azhar Suparji Ahmad. Menurutnya, kasus-kasus hukum yang terjadi pada kurun 2016 menarik untuk menjadi tontonan sebab penuh dengan misteri dan teka teki yang sampai saat ini belum terungkap.

Seperti kasus Jesica yang tayang striping di beberapa stasiun tv. Akhir dari kasus tersebut menyatakan Jesica bersalah tanpa ada hal yang bersifat meringankan dengan hukuman seumur hidup. Tetapi, Jesica hanya dituntut oleh jaksa penuntut umum selama 20 tahun.

Kasus yang juga sempat menjadi perhatian publik adalah kasus pemufakatan jahat yang melibatkan Setya Novanto atau yang lebih dikenal dengan kasus papa minta saham. Dalam kasus tersebut, publik diperdengarkan rekaman suara sang ketua DPR tersebut sedang melakukan lobi perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia dengan mencatut nama Presiden Jokowi.

Kasus ini pun menurutnya juga menjadi tidak jelas arahnya, diketahui kasus ini berhenti di Kejaksaan Agung tanpa ada kejelasan yang pasti. Bahkan Setya Novanto kembali melenggang menjadi ketua DPR setelah sebelumnya mengundurkan diri dari jabatan tersebut akibat kasus papa minta saham.

Suparji mengatakan, misteri juga terdapat dalam penegakan hukum pada kasus korupsi juga banyak kejanggalan. Pada kasus pembelian lahan yang diperuntukan pembangunan RS Sumber Waras, Ahok masih terbebas dari tuduhan hanya lantaran KPK menilai belum emlihat adanya niat jahat Ahok dalam perkara itu.

Padahal, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dengan jelas menemukan adanya kerugian yang diterima negara akibat pembelian lahan tersebut. Walaupun indikasi kerugian negara sudah sangat jelas, penyelesaian kasus ini pun menguap begitu saja. KPK memang menyatakan belum menutupm kasus ini, namun perkembangan penyelidikannya benar-benar nihil. "Jelas di 2016 ini memang penuh dengan sinetron hukum," ujar Suparji Ahmad di gedung DPR, Kamis, (29/12).

Oleh karena itu, ia berharap agar penegakan hukum di Indonesia pada tahun 2017 harus benar-benar memegang teguh prinsip berkeadilan. Karena hal tersebut adalah instrumen penting dalam menjaga keutuhan negara ini. "Apabila pada tahun 2016 penegakan kasus hukum yang terjadi masih jauh dari harapan, maka 2017 menjadi tahun tantangan serta pembuktian para penegak hukum untuk menegakan hukum yang berkeadilan," ujarnya.

Suparji juga menyoroti lambannya para penegak hukum seperti kepolisian dalam menangani beberapa kasus yang menyita perhatian publik. Contohnya dalam kasus penistaan agama dengan tersangka Ahok, kepolisian dianggap oleh masyarakat tidak bergerak secara cepat. Hal ini berakibat terjadinya gelombang aksi besar-besaran dari beberapa elemen masyarakat yang menuntut agar Ahok segera diproses secara hukum, aksi ini dikenal dengan nama aksi bela islam 411 dan 212.

"Belum lagi misteri bebasnya La Nyalla Matallitti, pembunuhan sadis Pulomas, Kasus Pelindo II yang makin menegaskan penegakan hukum di 2016 masih penuh misteri," ujarnya.

BACA JUGA: