JAKARTA, GRESNEWS.COM - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan akan melanjutkan proyek reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta. Pernyataan Luhut itu sekaligus menganulir keputusan Menko Maritim sebelumnya Rizal Ramli, yang telah menghentikan kegiatan proyek reklamasi Pulau G secara permanen.  Langkah Rizal itu menyusul kajian bahwa reklamasi menimbulkan dampak lingkungan dan sosial. Termasuk dampak terhadap aktivitas dan operasional pembangkit listrik tenaga uap Muara Karang dan terganggungnya jalur kabel dan pipa gas bawah laut di sekitar Teluk Jakarta

Namun Luhut belakangan mengklaim hasil kajian reklamasi Pulau G, tak mengakibatkan dampak dan gangguan. Beberapa masalah, menurutnya,  telah dicarikan jalan keluarnya. Bahkan PLN pun menyatakan tak ada masalah dengan pembangkit dan telah memberikan persetujuan untuk melanjutkan proyek reklamasi tersebut. Pihaknya mengklaim telah membahas masalah tersebut dengan  PT PLN (Persero) .

Senior Public Relations Manager PT PLN Agung Murdifi membenarkan telah memberikan persetujuan tersebut. Menurut Agung, PLN melalui Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Tengah PLN, Nasri Sebayang, telah menyampaikan sepakat soal keputusan Kemenko Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan.

"Sudah disampaikan melalui direksi PLN," katanya dalam pesan singkat kepada gresnews.com, Kamis (15/9).

Menanggapi pernyataan PLN ini, peneliti Institute for Development of Economics and Finance, Mohammad Reza Hafiz, meminta PLN  menjelaskan secara rinci  jika benar perusahaan negara itu telah memberikan dukungan agar reklamasi Pulau G dilanjutkan. Pasalnya, sebelumnya PLN menolak reklamasi Pulau G yang akan menghambat sirkulasi air untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap ( PLTU) Muara Karang di Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara.

"Harusnya sudah ada blue print rekayasa teknologi atau kalau memang sudah ada teknologinya agar tidak menganggu distribusi listrik PLTU,  ya disampaikan saja. Tidak perlu ditutupi," kata Reza kepada gresnews.com, Kamis (15/9).

Dia berharap PT PLN mendukung kelanjutan reklamasi Pulau G, bukan karena ada tekanan pihak tertentu. Akibatnya PLTU Muara Karang  harus menerima keputusan reklamasi pulau G.

"PLN sendiri pernah mengirim surat keberatan terkait reklamasi ke KKP, Kemenko Bidang Kemaritiman dan Pemprov DKI Jakarra. Tapi kenapa sekarang malah mendukung reklamasi Pulau G dilanjutkan, kan aneh," ujarnya.

Reza mengingatkan, jangan sampai karena melanjutkan reklamasi, pasokan listrik ke DKI Jakarta  menjadi terganggu dan berakibat terhambatnya aktivitas ekonomi atau kerja masyarakat. "Karena hampir 50 persen listrik DKI dipasok Muara Karang. Selain itu juga, PLTU ini juga menyuplai listrik ke sejumlah objek vital, seperti ke Istana Negara dan gedung DPR MPR," tegas Reza.



DUGAAN ADA KOMPENSASI PENGEMBANG - Sementara itu, secara  terpisah, pengamat ekonomi dan energi Universitas Gadjah Madah (UGM) Fahmi Radhi menduga  dukungan PT PLN karena ada kesepakatan antara pihak PT PLN dengan pihak pengembang.

"Kemungkinan ada jaminan pengembang, bila PLTU  Muara Karang terganggu, pembangkit itu  bisa dipindahkan ke sekitar Pulau G yang biaya pemindahan dibebankan ke pengembang," duga Fahmi kepada gresnews.com, Kamis (15/9).

Sikap bungkam PLN,  juga diduga Fahmi karena kerugian PLTU Muara Karang akan diganti. Termasuk PLN bisa memanfaatkan lahan hasil reklamasi untuk bangun pembangkit  yańg baru.

Seperti diketahui sebelumnya, Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Tengah PLN, Nasri Sebayang sempat menyampaikan bahwa kegiatan reklamasi Pulau G akan mengganggu sirkulasi air untuk PLTU Muara Karang. Namun belakangan ia mengklaim persoalan tersebut telah mendapatkan jalan keluarnya.

"Masalah sirkulasi air, kalau masalah teknis dapat ditangani secara teknis. Sudah ada solusinya, untuk sisi kebutuhan listrik tidak ada kendala. Sebab sudah siapkan dan lakukan kajian, dengan ditata kembali," katanya di Jakarta, Rabu (14/9).

Namun ia mengakui, dengan adanya reklamasi Pulau G itu akan berpengaruh terhadap kapasitas listrik. Sebab temperatur air akan naik. Sebab selama ini PLTU Muara Karang sangat mengandalkan air laut untuk air baku dalam menghasilkan listrik dan untuk pendinginan pembangkit.

"Temperatur naik maka akan menurunkan kapasitas listrik. Kita tidak mau kapasitas turun, jadi kami harus menjamin air masuk dan keluar tidak terganggu," tuturnya.

Dia menjelaskan bahwa solusi untuk masalah tersebut, hanya dapat dilakukan dengan pembuatan tanggul baru khusus untuk masuk dan keluarnya air. Bahkan pihaknya sudah membuat simulasi terkait masalah tersebut.

"Air yang keluar ke arah barat tidak boleh bercampur dengan air yang masuk dari arah timur," jelasnya.

Sebelumnya, Tenaga Ahli Menko Maritim dan Sumber Daya Abdurachim mengungkapkan keputusan penghentian  reklamasi Pulau G 30 Juni 2016. Keputusan diambil atas dasar hasil rapat-rapat yang dilakukan komite Gabungan diantaranya, Kemenko Maritim, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ( KLHK) serta Pemprov DKI.

Alasan penghentian reklamasi Pulau G, merujuk pada fakta lapangan. Bahwa di lokasi Pulau G ada instalasi pipa gas, kabel-kabel listrik bertegangan yang terkait dengan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Muara Karang. Jika reklamasi itu diteruskan, maka akan mengganggu dan membahayakan kelangsungan PLTU.

Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5/2010 tentang Kenavigasian, jika ada pipa gas maka wajib ada ruang bebas 500 meter antara kanan dan kirinya. Selain itu akibat reklamasi temperatur air lautnya menjadi naik dua derajat celcius. Bagi pengoperasian PLTU, naiknya suhu dua derajat celcius menimbulkan kerugian senilai Rp100 juta perhari. Hal itu  akibat pemakaian bahan bakar lebih banyak.

Atas ancaman itu PLN pun sempat mengirimkan surat keberatan terhadap Pemprov DKI Jakarta, kepada Menko Maritim dan Sumber Daya sejak Februari 2012. Sehingga menjadi tanda tanya jika belakangan PLN justru mendukung reklamasi Pulau G yang sudah dihentikan untuk dilanjutkan kembali.

BACA JUGA: