JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan menghadapi berbagai permasalahan partai politik terutama dalam menghadapi Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) di berbagai daerah baik yang telah berlangsung maupun yang akan berlangsung. Alasannya bukan karena lembaga antirasuah ini ingin berkiprah di ajang politik tetapi banyaknya kader partai yang terjerat kasus korupsi yang ditangani.

Setelah kemarin menggandeng sejumlah partai politik, kali ini KPK bekerjasama dengan sejumlah stakeholder lain seperti Lembaga Ilmu Pengetauan Indonesia (LIPI), dan juga Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenkumham). Kerjasama ini direalisasikan dalam bentuk peluncuran poltik berintegritas yang dilangsung di Hotel JS Luwansa, Kuningan, Jakarta Selatan.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif meminta agar para politikus menunjukkan bahwa mereka patut dicontoh oleh masyarakat lewat integritasnya. Sebab selama ini tidak dipungkiri jika politikus merupakan cikal bakal pemimpin sebuah negara. Sayangnya, selama ini juga banyak politikus yang berbuat korup sehingga justu merugikan negara.

Menurut Syarif, seharusnya program ini bukan diluncurkan oleh KPK, tetapi oleh para partai politik itu sendiri. "Saya pikir seharusnya bukan KPK yang buat program seprti ini tapi dari masing-masing parpol. Tapi karena tugas KPK bukan hanya penindakan tapi juga pencegahan," kata Syarif, Kamis (24/11).

Meskipun begitu, Syarif mengakui KPK tidak bisa bekerja sendiri dan membutuhkan kerjasama berbagai pihak untuk mewujudkan hal tersebut. "Kami sadar betul tidak mungkin persoalan integritas dan korupsi hanya dikerjakan di KPK. Kami harus kerjasama dengan seluruh komponen bangsa dan yang paling strategis itu politikus karena mereka pemimpin," tutur Syarif.

Syarif menjelaskan, sebelum meluncurkan program tersebut pihaknya sudah berkonsultasi dengan sejumlah komponen seperti mahasiswa, para ahli dan juga politis. Oleh karena itu ia berharap program ini dapat menjadi ukuran bagi para politis dalam menjalankan kinerjanya untuk memperbaiki bangsa kedepan.

Syarif pun membeberkan data dari hasil kinerja KPK selama ini. "Saya kaget dari segi tingkat pendidikan. Dari 600an koruptor yang ditangkap KPK dominannya master sekitar S3 sekitar 40 orang. Artinya koruptor kebanyakan pendidikan tinggi," pungkasnya.

Sementara dari perkara yang telah berkekuatan hukum tetap, 32 persen merupakan perwakilan dari partai politik. "Kenyataan itu sangat miris karena itu saya bertanya tadi. Kita butuh politikus yang begitu baik dan betul-betul jadi inspirasi," jelas Syarif.

PANDUAN POLITIKUS - Sementara itu, Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI Syamsudin Haris mengatakan kerjasama dengan KPK ini sebenarnya belum lama dilakukan yaitu baru sekitar Juni 2016 lalu. Dalam kerjasama ini, LIPI juga melakukan penelitian dan workshop di empat wilayah di Indonesia diantaranya Medan, Surabaya dan Jakarta.

"Di dalam workshop di Jakarta, Surabaya, Medan kami undang semua parpol. Gimana pandangan parpol mengenai kebutuhan kode etik bagi politikus," kata Haris dalam kesempatan yang sama.

Selain itu, kata Haris LIPI juga memaparkan betapa pentingnya sistem seleksi dan kaderisasi parpol untuk negara. Haris mengakui bahwa parpol merupakan salah satu pilar utama dan masa depan dalam sistem demokrasi di Indonesia.

Sayangnya, masih banyak politikus yang justru sikapnya bertentangan dengan demokrasi. Seperti data yang diberikan Syarif tadi, politikus tersebut banyak melakukan korupsi dan berakibat menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap partai politik.

"Masalahnya kualitas kinerja parpol dan pemimpin belum lebih baik. Bahkan kalau kita mengacu pada apa yang dilakukan KPK, ternyata sebagian besar pasien KPK itu politikus atau setidaknya pejabat publik," ujar Haris.

Oleh karena itu, kode etik ini dianggap penting karena sebagaimana yang diamanatkan konstitusi parpol untuk menyeleksi pejabat publik. "Oleh sebab itu jadi penting politikus kita miliki kerangka etik dan panduan bagaimana mestinya bertingkah laku apa yang patut atau tidak dalam perilaku politikus," pungkasnya.

"Begitu juga dengan parpol, parpol gimana pun butuh kerangka etis juga. Karena bagi kami bukan hanya personal tapi juga bisa untuk institusi. Katakanlah papol lakukan kesalahan maka bisa dilikuidasi tidak bisa ikut pemilu. Itu semacam kode etiknya," sambung Haris.

Produk Politik Cerdas dan Berintegritas (PCB) berupa naskah kode etik politikus dan partai politik, serta naskah panduan rekrutmen dan kaderisasi partai politik ideal di Indonesia. Peluncuran ini hasil sinergi dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Kode etik politikus dan partai politik ini harus seiring tanpa bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, UU Kepartaian, UU Pemilu, dan peraturan yang lain. Dengan disusunnya kedua naskah tersebut diharapkan mampu mendorong iklim politik di Indonesia semakin cerdas dan berintegritas. Tujuannya, agar demokrasi benar-benar dijalankan oleh para politikus dan partai politik dengan jujur, berintegritas, serta memegang teguh komitmen untuk memajukan bangsa dan meningkatkan kesejahteraan umum.

Ada empat hal yang disyaratkan bagi para politikus dan partainya. Pertama, substansi kode etik ini masuk ke dalam dan menjadi bagian penting dari UU tentang Partai Politik. Kedua, naskah ini menjadi salah satu persyaratan mutlak apabila negara akan memberikan dana kepada partai politik yang berasal dari APBN.

Syarat ketiga, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menjadikan naskah ini sebagai sebagian dari persyaratan mutlak bagi partai politik yang mendaftarkan diri sebagai badan hukum ke Kemenkumham. Keempat, adanya tekanan masyarakat kepada partai-partai politik agar naskah ini terinternalisasi di dalam jiwa, pikiran dan tindakan para politikus dan partai politik.

BACA JUGA: