JAKARTA, GRESNEWS.COM - Perjalanan kasus mantan Menteri Kesehatan Siti Fadillah Supari selama lebih dari lima tahun terakhir hampir mencapai titik akhir. Siti akhirnya harus merasakan dinginnya jeruji besi setelah ditahan oleh tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

KPK, kemarin memang menjadwalkan pemeriksaan Siti sebaga tersangka kasus korupsi. Siti diketahui terjerat dua perkara sekaligus, untuk pertama yaitu dugaan korupsi alat kesehatan (alkes) untuk kebutuhan pusat penanggulangan krisis Departemen Kesehatan dari dana Daftar Isian Pelaksana Anggaran (DIPA) Revisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun anggaran 2007.

Kemudian untuk kasus kedua menyalahgunakan wewenang terkait pengadaan alat kesehatan stok penyangga (bufferstock) dengan metode penunjukan langsung. Diduga total nilai proyek dalam pengadaan barang tersebut sebesar Rp15,548 miliar dan dianggap negara telah merugi senilai Rp6,148 miliar.

"Untuk keperluan penyidikan, SFS ditahan selama 20 hari ke depan di rutan Pondok Bambu," kata Pelaksana harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati di kantornya, Senin (24/10).

Saat ditanya wartawan mengenai penahannya, Siti terlihat sempat menahan tangis. Sedikit terbata-bata tetapi berusaha tetap tegar, Siti Fadillah memprotes keras upaya penahannya oleh KPK.

Ia beranggapan apa yang menimpanya ini merupakan bentuk ketidakadilan. "Akhirnya saya selama lima tahun ditunjukan dengan hukum yang sangat tidak adil. Pak jokowi saya harap adil menegakan hukum dengan betul-betul," kata Siti ketika keluar dengan rompi oranye khas tahanan KPK.

"Tolong diperhatikan, banyak kasus yang berat-berat malah dibiarkan. Sedangkan saya yang sebetulnya tidak bersalah, harus ditahan dan harus (dianggap) bersalah," lanjut Siti.

Siti pun membantah jika dirinya menerima cek perjalanan yang dalam persidangan mantan Kepala Pusat Penangulangan Krisis Departemen Kesehatan Rustam Syarifuddin Pakaya, jumlah cek perjalanan Bank Mandiri yang diterima Siti sebesar Rp1,275 miliar dari 212 cek perjalanan senilai Rp4,97 miliar yang diterima Rustam dari PT Graha Ismaya.

"Saya dituduh menerima, tapi tidak ada yang dituduh memberi. Ini betul-betul kriminalisasi, temen-temen media janganlah kasus saya ini untuk menutupi kasus yang lebih besar, jangan pengalihan isu memakai isu saya," ujar Siti.

SEJAK EMPAT TAHUN LALU - Kasus Siti Fadillah mulai mencuat sejak awal 2012 lalu ketika ia menjadi tersangka dalam dugaan korupsi menyalahgunakan wewenang terkait pengadaan alat kesehatan stok penyangga (bufferstock) dengan metode penunjukan langsung. Diduga total nilai proyek dalam pengadaan barang tersebut sebesar Rp15,548 miliar dan dianggap negara telah merugi senilai Rp6,148 miliar pada tahun anggaran 2005.

Mabes Polri, yang menangani perkara ini sempat membantah jika Siti sudah menjadi tersangka, tetapi dalam Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke Kejaksaan Agung, nama Siti sudah tertera sebagai tersangka. Dan akhirnya, Sutarman yang kala itu menjabat Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri membenarkan penetapan tersangka itu.

Berkas Siti pun bolak-balik diserahkan kepada Kejaksaan Agung tetapi juga terus menerus ditolak. Karena tak kunjung selesai, kasus tersebut akhirnya diserahkan kepada KPK sejak awal 2014 melalui sistem koordinasi supervisi antar lembaga penegak hukum.

"Berkasnya telah dilimpahkan ke KPK dan akan segera dikeluarkan sprindiknya," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di kantornya, Jakarta, Kamis 20 Maret 2014.

Semenjak 2 tahun lebih ditangani KPK, kasus Siti Fadillah juga tidak mengalami kemajuan yang berarti. Penyidik sama sekali belum memeriksa Siti hingga pertengahan 2016 dalam kapasitasnya sebagai tersangka. Barulah pada 30 Agustus 2016 Siti mendapat panggilan perdana sebagai tersangka.

Tetapi pihak Siti mengklaim panggilan tersebut belum diterima sehingga ia urung mendatangi jadwal pemeriksaan. Dan panggilan berikutnya baru muncul kembali pada hari ini, Senin (24/10) yang berujung penahanan terhadap Siti Fadillah.

MELAWAN - Siti sempat mengajukan perlawanan melalu gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Tetapi usaha itu pupus karena Hakim Tunggal Achmad Rivai menolak permohonan gugatan tersebut dengan perkara nomor 121/Pid.Prap/2016/PN.Jkt.Sel.

"Dalam eksepsi menolak seluruh eksepsi termohon. Pada pokok perkara, menolak permohonan pemohon seluruhnya. Dan membebankan biaya perkara yang ditaksir senilai nihil," kata Ahmad Rivai saat membacakan putusan praperadilan Siti Fadilah di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (18/10).

Dalam pertimbangannya, hakim Ahmad Rivai menyatakan penetapan tersangka Siti Fadilah oleh KPK telah sesuai dengan prosedur hukum. Sehingga penetapan tersangka sudah sah secara hukum.

"Penetapan tersangka adalah sah tidak bertentangan dengan hukum yang belaku. Pemohon tidak berhasil membuktikan dalil-dalil gugatannya," kata Achmad Rivai.

Menurut pertimbangan hukum yang disampaikan hakim penerbitan surat perintah penyidikan (Sprindik) Nomor: Sprin.Dik-50/01/11/2014 yang juga alat bukti t4 termohon telah sesuai prosedur hukum yang berlaku. Dengan begitu, hakim Rivai menilai dua alat bukti untuk menetapkan Siti Fadilah sebagai tersangka merupakan bukti yang sah secara hukum.

"Hakim hanya memeriksa ada dua alat bukti yang sah untuk menetapkan sebagai tersangka," ujar Rivai.

Dalam perkara Siti Fadilah, KPK menerbitkan dua sprindik untuk perkara Siti Fadilah. Sprindik pertama pada November 2014 melalui Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik-50/01/11/2014. Selain itu juga KPK menerbitkan kembali melalui Surat Perintah Penyidikan Nomor : Sprin.Dik-12A/01/05/2015 tanggal 15 Mei 2015. Sprindik tersebut diketahui saat ada surat penggilan kepada Siti Nomor : Spgl-3470/23/08/2016 tertanggal 30 Agustus 2016.

BACA JUGA: