JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pilihan figur Jaksa Agung yang baru ditentukan tidak hanya soal dari internal atau eksternal. Namun yang lebih penting ia memiliki keberanian membereskan kasus-kasus besar, seperti kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).  Selain itu Jaksa Agung baru harus memiliki  terobosan program untuk mengimbangi keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penanganan kasus korupsi.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan, keberanian membuat terobosan untuk menangani korupsi kelas kakap seperti kasus BLBI dinilai penting. Sebab hingga saat ini kasus tersebut menjadi kasus mangkrak di Kejaksaan.  Bahkan dirinya berencana mengajukan peninjauan kembali perkara gugatan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) Kasus BLBI Sjamsul Nursalim.  "Sengaja saya masukkan PK agar kerja kejaksaan terpacu dan termotivasi. Bila perlu kita buat praperadilan dalam setiap kasus yang di-SP3 atau diberhentikan penyidikannya," jelas Boyamin di Jakarta, Jumat (24/10).

Boyamin mengatakan, MAKI pernah menggugat pra peradilan penghentian penyidikan perkara BLBI Sjamsul Nursalim di Pengadilan Jakarta Selatan. Gugatan tersebut dikabulkan  pengadilan Jakarta Selatan. Namun Pengadilan Tinggi (PT) DKI, 2008 membatalkan kemenangan MAKI tersebut karena masalah legal standing.

Tapi dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materiel pasal 80 KUHAP, pihak ketiga yang berkepentingan, bisa diwakili LSM atau organisasi lain, selain saksi korban dan atau pelapor. Dengan dikabulkan permohonan uji materil pasal 80 KUHAP, maka LSM  menjadi pihak yang berkepentingan.

Diketahui dalam penanganan kasus dugaan korupsi BLBI Sjamsul, Kejagung telah menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). SP3 dilakukan setelah pemerintah saat itu Presiden Megawati Soekarnoputri menerbitkan Surat Keterangan Lunas (SKL). Waktu Menteri Keuangan Boediono dan Menteri Perdagangan Rini Soemarno. Sjamsul diwajibkan menyerahkan aset miliknya ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) guna membayar utang BLBI Rp 3,6 triliun.

Namun, ada kekurangan yang disebabkan adanya aset bodong. Hal ini yang tengah diupayakan Kejagung melalui gugatan perdata. Dalam perkembangan kasus ini, Sjamsul justru belum pernah diperiksa oleh Kejagung. Meskipun jaksa penyelidik Urip Trigunawan dan Artalita Suryani (Ayin) telah dipidana karena ada suap menyuap dalam penanganan perkara tersebu‬t.

Dalam kasus penyelesaian utang BLBI, pemerintah dalam hal ini BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) mengenakan skema APU (Akta Pengakuan Utang) dan MRNIA (pembayaran dengan jaminan aset pribadi) serta MSAA (Master Settlement of Aqusition Agreement). Untuk menarik kembali dana yang telah digelontorkan pemerintah untuk penyehatan perbankan senilai Rp 146 triliun. Belum lagi dana recovery perbankan sebesar Rp50 triliun setiap tahun. Sehingga tercatat sekitar Rp600 triliun uang negara menguap karena tak seluruh pengucuran dana tersebut bisa dikembalikan.

Terhadap kasus mangkrak menahun, termasuk BLBI Kejaksaan Agung menyatakan akan mempercepat penuntasannya. Kejaksaan Agung juga telah membentuk tim untuk mempercepat kasus-kasus tersebut. Pelaksana Tugas Jaksa Agung Andhi Nirwanto mengatakan, penanganan kasus di Kejaksaan Agung berkesinambungan. Kasus-kasus yang tengah diselidiki maupun telah disidik tetap berjalan. "Tak ada pengkotak-kotakan penanganan kasus terus berjalan," kata Andhi di Kejagung.

BACA JUGA: