JAKARTA, GRESNEWS.COM - Rumah tahanan untuk para tersangka Komisi Pemberantasan Pemberantasan di Rumah Tahanan Pomdam Jaya Guntur tak seseram dan seketat yang dikira. Beberapa waktu lalu para penghuni tahanan ternyata masih dengan mudah menyelundupkan sejumlah telepon genggam  ke tahanan, meski akhirnya petugas merazianya.

Fakta itu terungkap dari pernyataan terdakwa kasus pemerasan, penerimaan hadiah, pencucian uang dan penyuapan alih fungsi lahan makam mantan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Syahrul Raja Sempurnajaya. Syahrul mengeluhkan ketatnya aturan di rumah tahanan KPK saat ini. Sehingga ia mengaku kesulitan menyusun pembelaan di dalam rutan karena tidak diperkenankan membawa sejumlah dokumen dakwaan maupun tuntutan ke dalam rutan.   

Syahrul pun mengadukan kasus itu kepada majelis hakim saat persidangan. Ia meminta Majelis Hakim Tipikor untuk memberikan izin membawa surat tuntutan ke dalam ruang penjara.  "Yang Mulia, kami terima surat berupa informasi dari karutan di Guntur sehubungan dengan hasil dari sidak internal ditemukan beberapa dokumen dakwaan-dakwaan dari pada tersangka lain di dalam tahanan yang digunakan untuk menyimpan HP dan segala macam," kata Syahrul kepada Ketua Majelis Hakim Tipikor, Sinung Hermawan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (22/10).

Awalnya, permintaan itu ia utarakan agar bisa lebih leluasa menyusun nota pembelaan atau pledoi pribadinya tersebut. Menurut Syahrul, sebagai terdakwa, ia tidak mudah membuat pledoi pribadi dalam jangka waktu yang telah ditentukan Majelis Hakim yaitu tujuh hari. Padahal, ia harus menyiapkan argumentasi pribadi terkait tuntutan Jaksa tersebut.

menanggapi permintaan Syahrul,  majelis Hakim pun meminta Jaksa Penuntut Umum KPK untuk menanggapi permintaan tersebut. Hakim Ketua Sinung meminta keistimewaan agar Syahrul dapat membawa dokumen tuntutan ke dalam ruang tahanannya hingga membacakan pledoi pekan depan. "Baik yang mulia kami akan koordinasi dengan petugas rutan," kata Jaksa Elly

Wartawan yang kemudian mengkonfirmasi pernyatan Syahrul kepada kuasa hukumnya Eko Abadi Prananto tentang ditemukannya ponsel di rumah tahanan Guntur ia membenarkan. "Di kamar Bonaran (Raja Bonaran Situmeang, Bupati Tapanuli Tengah). Hp kan dua kali, yang satu punya Wawan (Adik Ratu Atut), yang satu ya itu punya Bonaran," kata Eko kepada wartawan, Rabu (22/10) malam.

Sidak itu, kata Eko memang dilakukan dua kali. Pertama seminggu lalu dan Wawan kedapatan memiliki ponsel yang seharusnya tidak diperbolehkan dalam tahanan. Kemudian yang kedua, terjadi beberapa hari lalu dan kali ini Bonaran Situmeang yang kedapatan menyimpan ponsel.

Namun, ia mengaku kliennya tidak menceritakan tanggal pasti terjadinya inspeksi mendadak tersebut. Ia hanya mengetahui, selain ponsel, dalam sidak itu juga ditemukan beberapa berkas. Ia menambahkan, akibat perbuatannya tersebut, baik Bonaran dan Wawan  dikenakan sanksi tidak boleh dijenguk keluarga selama satu bulan.

Bahkan menurut Eko keteledoran para penjaga rutan itu tidak hanya terjadi di rutan Guntur. Namun juga di rutan KPK berada di besment Gedung KPK yang terkenal cukup ketat penjagaannya. Kwe Cahyadi Kumala alias Sui teng, terdakwa kasus suap terhadap Bupati Bogor, Rachmat Yasin. Hal itu diketahuinya karena Eko juga menjadi kuasa hukum Bos Sentul City tersebut.

Lebih mencengangkan lagi, ternyata tidak hanya Sui Teng. Namun, Eko juga menyebut beberapa nama lain yang juga dikenai sanksi karena kedapatan memiliki atau menyimpan ponsel di dalam ruang tahanan. Nama-nama yang disebutkan Eko, juga cukup populer di kalangan publik. "Karena satu kelompok ditemukan HP. Akil (Mochtar), Anas (Urbaningrum) itu ditemukan HP semua. Satu kelompok kena semua," ungkapnya.

Kejadian ini tentu saja sangat memprihatinkan, karena rumah tahanan Guntur merupakan rutan militer yang penjagaannya cukup ketat. Sedangkan rutam KPK, juga menjadi salah satu tempat yang ditakuti para koruptor. Karena selain penjagaannya terbilang ketat, untuk masuk rutan ini, para pengunjung juga harus melampaui beberapa proses. Seperti mendaftarkan diri, menitipkan barang di loker yang disediakan KPK, dan setelah itu baru bisa menjenguk ke dalam rutan.

Keteledoran penjagaan rumah tahanan ini mengingatkan kita akan kasus mantan pegawai Dirjen Pajak Gayus Tambunan. Gayus yang ketika itu sedang ditahan di rutan Brimob kelapa dua, tertangkap kamera wartawan sedang menonton pertandingan tenis di wilayah Bali. Dan rutan Brimob juga kembali bobol setelah terdakwa kasus Hambalang Nazaruddin, dikatakan saksi dalam persidangan Anas Urbaningrum, beberapa kali mengadakan rapat internal dengan para pegawainya.

Juru Bicara KPK Johan Budi ketika dikonfirmasi wartawan membenarkan adanya kejadian tersebut. Pihaknya menyita beberapa ponsel yang ditemukan di dalam rutan. Tetapi dia belum mengetahui kejadian itu secara rinci. Termasuk ponsel milik siapa dan sanksi yang diberikan kepada tahanan. Dia mengaku masih mengecek informasinya. "Benar ditemukan HP. Ini sedang dicarikan data lengkapnya. Belum dikasih sama Arifudin (karutan)," kata Johan

Sementara itu, kuasa hukum Bonaran Situmeang, Tommy Sihotang mengaku belum mengetahui hal itu. Bahkan ia seperti terkejut saat mendengar adanya kabar bahwa kliennya menyelundupkan ponsel dan dihukum tidak boleh dijenguk keluarga selama satu bulan. Tommy mengatakan akan mencoba mengklarifikasi hal itu kepada Bonaran.

"Wah, saya enggak tau tuh, saya belum tau. Memang berapa sanksinya? Satu bulan, ya ampun. Saya besok datang mau konfirmasi ke Pak Bonaran soal itu," kata Tommy kepada wartawan, Rabu (22/10) malam.

Senada dengan Tommy, pengacara Tubagus Chaeri Wardhana atau Wawan, Pia Akbar Nasution juga belum mengetahui kabar tersebut. Bahkan putri dari advokat senior Adnan Buyung Nasution ini meminta para wartawan untuk mengklarifikasinya kepada kepala rutan.

Namun, Pia yang juga kuasa hukum Anas Urbaningrum menyatakan hal berbeda saat dikonfirmasi mengenai kejadian yang juga berkaitan dengan Anas tersebut. Tetapi ia mengklaim, kliennya itu hanya menjadi korban, karena ponsel yang disita bukan milik mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu. "Disita handpone iya, tapi setahu aku itu bukan punya Mas Anas, itu punya orang lain. Sanksi kunjungan iya," kata Pia.

Hal senada juga dikatakan kuasa hukum Akil Mochtar Adardam Achyar. Ia membenarkan ada ponsel yang disita KPK saat inspeksi mendadak. Tetapi ia mengklaim kliennya tersebut hanya jadi korban. Karena posel yang disita itu milik tahanan lain. "Tapi oleh KPK semua tahanan dikenakan sanksi," ucap Adardam.

Uniknya, dua dari lima tahanan yang dihukum itu yaitu Anas Urbaningrum dan Akil Mochtar memang beberapa kali berseteru dengan KPK. Anas selalu menganggap dirinya hanyalah korban dari Partai Demokrat dalam kasus Hambalang yang telah menjeratnya dengan pidana delapan tahun penjara.
Sementara mantan Ketua MK Akil Mochtar selalu menuding Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto terlibat kasus sengketa Pilkada. Hal itu dikatakan Akil, karena ia mengaku Bambang pernah meminta tolong dirinya untuk memenangkan gugatan Pilkada Kota Waringin Barat pada 2010. Ketika itu, Bambang menjadi kuasa hukum bagi pasangan  Ujang Iskandar-Bambang Purwanto.

Pada perkara itu, pasangan nomor satu Sugianto Sabran-Eko Soemarno sempat dimenangkan berdasar hasil pengitungan KPUD Waringin Barat. Namun putusan MK Nomor 45/PHPU. D-VII/2010 membatalkan putusan KPUD dan memenangkan Ujang Iskandar-Bambang Purwanto yang dibela Bambang Widjojanto.

BACA JUGA: