JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kisah saling tikam dalam situasi politik makin kentara dalam koalisi partai-partai yang tergabung dalam Koalisi Kekeluargaan. Koalisi Kekeluargaan yang dideklarasikan pada 8 Agustus 2016 oleh PKB, PAN, PPP, PKS, PDIP, Gerindra dan Demokrat tak satu suara dalam mengajukan calon gubernur DKI Jakarta untuk menantang calon gubernur petahana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Satu persatu partai dalam koalisi ini mulai mencari peruntungan sendiri. PKS dan Gerindra sepakat mengusung Sandiaga Uno-Mardani Ali Sera. PKB berencana mengajukan Yusril Ihza Mahendra-Saefullah. Terbaru adalah Partai Amanat Nasional yang akan mendukung Rizal Ramli di Pilgub DKI.

Bahkan nama yang diusulkan untuk mendampingi Sandiaga Uno yang merupakan calon penantang Ahok pada pemilihan gubernur awal 2017 mendatang masih belum bulat. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengajukan nama Yusuf Mansur yang merupakan wakil ketua umum PPP, sementara Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pun mengajukan nama Mardani Ali Sera. Dari kalangan birokrat ada nama Saefullah yang merupakan Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta.

Poros baru yang disinyalir akan mendukung Yusril Ihza Mahendra dinilai menjadi area pertarungan partai politik dengan mengajukan kadernya untuk disandingkan mendampingi Yusril. Dengan begitu, keberlangsungan poros baru pun akan menjadi peluang sekaligus ancaman bagi partai yang sebelumnya tergabung dalam koalisi kekeluargaan.

Pengamat politik dari PARA Syndicate Toto Sugiarto menilai kegamangan koalisi kekeluargaan akhirnya terjawab. Munculnya poros baru dengan sendirinya menghentikan langkah koalisi kekeluargaan yang digadang-gadang terbentuk sebagai lawan calon petahana Ahok.

"Dengan adanya dua kandidat tambahan (Sandiaga dan Yusril) ini maka rencana koalisi kekeluargaan bubar," kata Toto kepada gresnews.com.

Menurut Toto, keberadaan koalisi kekeluargaan memang diprediksi sejak awal tidak akan berpengaruh banyak dalam kontestasi pilkada DKI. Dia beralasan, koalisi kekeluargaan hanya diikat dengan kesamaan latarbelakang yakni ketiadaan kandidat internal yang mesti dijagokan untuk melawan petahana.

"Koalisi kekeluargaan memang tidak pernah solid. Karena memang tidak ada kandidat yang diusung. Dan ini terbukti sekarang, seperti hanya menguji publik aja," kata Toto.

Lebih jauh dia melihat, keretakan koalisi kekeluargaan justru menguntungkan bagi calon petahana. Pasalnya, petanya hanya ada dua kubu antara pendukung Ahok dan penentang Ahok. Jika penantang makin banyak, maka kekuatan pendukung Ahok akan semakin solid.

"Semakin banyak kandidat maka Ahok semakin kuat. Jadi hanya ada antara pendukung Ahok pendukung Sandiaga dengan sendirinya akan semakin menguat," ujarnya.

Selain itu, posisi PKB cukup diperhitungkan. Meski tak memiliki kursi yang cukup kuat, daya tawar PKB masih kuat dengan basis NU nya ditingkat masyarakat akar rumput. Menurut Toto itu yang membuat PKB bisa saja hengkang dari Gerindra jika Gerindra benar benar "mengawinkan" Sandiaga dan Mardani Ali Sera.

Menurut Toto, PKB bisa saja masuk ke poros baru namun dengan tawaran yang agak mahal. PKB menurutnya pasti akan mengajukan wakil dari partainya dengan perhitungan bahwa PKB sangat kental karena NU-nya. Meskipun begitu, kalau tawaran ini tak dapat diakomodir, Toto melihat PKB akhirnya juga akan merapat ke kandidat petahana.

"PKB memang memiliki basis massa yang cukup kuat ya karena ada NU nya. Maka kalau pun masuk ke Yusril pasti mereka harus mengajukan calon mereka sendiri. Dengan kekuatannya tidak mungkin PKB akan mendukung poros yang bukan kadernya," pungkasnya.

Poros baru yang akan dibentuk disokong oleh Partai Demokrat, PPP dan PAN. Bergabungnya tiga partai sehingga membentuk poros ini, telah mengantongi 22 kursi DPRD DKI Jakarta. Partai PPP memiliki 10 kursi di , Demokrat 10 kursi, PAN 2 kursi.

MERAMU KANDIDAT PENANTANG AHOK - Direktur Eksekutif Voxpol Center Pangi Syarwi Chaniago menyatakan, poros baru yang terbentuk masih memungkinkan untuk mengubah konfigurasi politik pilkada Jakarta. Hanya saja, parpol mesti legowo untuk memadukan pasangan yang serasi dan mengenyampingkan kepentingan parpol.

"Poros baru Yusril-Saefullah saya kira cukup punya kans," ungkap Pangi kepada gresnews.com, Selasa (13/9).

Pangi melanjutkan, langkah politik yang paling masuk akal untuk mengalahkan Ahok hanya dengan memunculkan dua kandidat. Sehingga terbentuk menjadi dua kutub kekuatan yakni antara pendukung Ahok dan penentang Ahok. Dengan skema ini, kata Pangi, yang tak suka Ahok pasti akan memilih selain Ahok.

Dua kandidat lainya yakni Basuki Tjahaja Purnama dan Sandiaga Uno dapat dipastikan maju dalam kontestasi Pilkada. Ahok, didukung Partai NasDem, Hanura dan Golkar. Sementara Sandiaga Uno, didukung oleh Gerindra dan PKS. Namun nama Mardani Ali Sera yang diajukan oleh PKS masih berpolemik di internal PKS sendiri.

Menurut Pangi, manuver politik PKS dengan mengusulkan Mardani juga akan sia-sia. Dia mengaku memang posisi wakil menjadi incaran bagi partai politik. Namun begitu, dengan mengajukan Mardani, akan mengkhawatirkan kandidat itu sendiri.

Nama Mardani, imbuh Pangi, tidak memiliki kapasitas yang mumpuni untuk menggenjot elektoral bagi cagubnya. Mardani tidak punya success story, elektabilitas dan popularitas masih dipertanyakan.

"Sulit kemudian membentuk persepsi elektoral yang positif, sementara posisi wakil sangat menentukan, kalau wakilnya, punya kapabilitas, prestasi dan elektibilitas maka cagub akan mendapat limpahan electoral voter dan mendongrak suara," kata Pangi.

BACA JUGA: