JAKARTA, GRESNEWS.COM - Panasnya suhu politik di DKI Jakarta menjelang pemilihan kepala daerah DKI Jakarta, ternyata bisa membuka luka lama di internal Partai Persatuan Pembangunan. Konflik antara kubu Romahurmuziy dan Djan Faridz yang sempat reda setelah pemerintah lebih mengakui kubu Romi, kembali menganga.

Uniknya posisi kedua kubu justru jadi membalik. Kubu Romi yang tadinya berposisi sebagai partai pendukung pemerintah dan mendapatkan kepengurusannya oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, kini berada di pihak yang berbeda dengan kubu calon petahana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang kerap disebut-sebut mendapat dukungan penuh pemerintah.

Sementara, kubu Djan Faridz, yang tadinya berlawanan dengan pemerintah, justru mengambil sikap mendukung Aho dengan alasan agar mendapatkan pengesahan pemerintah dan bisa menganulir kepengurusan PPP kubu Romi. Penyelesaian masalah dualisme kepemimpinan yang masih berlangsung di PTUN Jakarta pun ikut memanas akibat adanya konflik kepentingan terkait Pilkada DKI Jakarta ini.

Meski persidangan masih berjalan, perang urat saraf mulai dilancarkan kubu Djan. Sekretaris Pengurus Dewan Perwakilan Wilayah Partai Persatuan Pembangunan (DPW PPP) Muhammad Zein mengklaim dalam waktu dekat Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia akan mengesahkan Muktamar Jakarta yang menghasilkan kepengurusan PPP pimpinan Djan Faridz.

"Dalam seminggu ini akan dieksekusi oleh Menkum HAM ini, catat itu," kata Zein kepada gresnews.com, di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Jalan Sentra Primer Baru, Jakarta Timur, Rabu (19/10).

Pihak Djan Farid meyakini Menteri Hukum dan HAM segara memproses surat pengajuan dari Djan Faridz agar kepengurusan Muktamar Jakarta segera disahkan. Keyakinan itu, kata Zein, didasarkan pada statmen pemerintah yang berjanji akan menindaklanjuti surat permohonan Djan Faridz.

Zein juga tak menampik kalau proses pengesahan SK Djan Faridz tak terlepas dari dukungan politik bagi calon petahana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Kubu Djan Faridz memang telah resmi mendeklarasikan dukungannya kepada calon yang diusung oleh Partai PDI-P. Sementara PPP kubu Romahurmuziy mendukung duet Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni.

Selain itu, kubu Djan merasa berada di atas angin lantaran sebelumnya, sudah mengantongi putusan Mahkamah Agung (MA) nomor 601 K/Pdt.Sus-Parpol/2015 terkait sengketa kepengurusan PPP. Putusan tersebut mengesahkan kubu PPP hasil Muktamar Jakarta. Dalam amar putusannya, MA menegaskan, putusan tersebut bersifat wajib dan mengikat semuanya, baik pemerintah maupun kedua kubu di PPP.

Sayangnya, ketika itu, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly tak mengindahkan putusan MA tersebut. Kemenkumhak tetap mengesahkan kubu Romi. Untuk penyelesaian lebih lanjut, kubu Romi sempat menawarkan muktamar islah, namun ditolak kubu Djan.

Kedua kubu tetap ngotot meminta pengesahan dari Kemenkumham. Posisi SK Menkumham memang menjadi sangat vital dalam urusan dukung mendukung pasangan calon di Pilkada DKI Jakarta 2017 ini. Pasalnya, untuk memilih kubu mana yang sah, Komisi Pemilihan Umum sendiri berpegang pada SK tersebut.

"Kalau KPU tetap hukum formal sesuai UU parpol kan yang sesuai dengan Kumham, seandainya ada putusan pengadilan atau putusan MK pun, dia harus ada proses lanjutan. Mengadmnistrasikan atau proses ke Kumham, nah kalau Kumham mengesahkan itu yang dipakai," kata Ketua Biro Hukum KPU RI Nur Sarifah.

Sarifah mengatakan, kalaupun kubu tersebut memegang keputusan MK tapi dia tak pernah mengadministrasikannya, akan sama saja. "KPU tetap masih berpedoman pada SK Menkum HAM," ujarnya.

Ataupun jika ada putusan pengadilan yang mengesahkan kubu Djan, maka untuk saat ini, putusan itu belum bisa berlaku. "Kalau satu-dua hari ke depan ada putusan MK, lalu Djan Faridz administrasikan ke Kemenkum HAM ini enggak berdampak pada proses Pilkada. Sebab itu berlaku di Pilkada 2018. Karena sudah berjalan proses Pilkada-nya," ujarnya.

"Karena ketika Parpol sudah daftar pada 21 sampai 23 September lalu, masih sah dari SK Menkum HAM. Jadi dukungan partai sah dianggap sah, Mas Agus-Sylvi masih sah jadi Cagub-Cawagub. Masih sah ikut pilkada," urainya.

TAK BISA DIEKSEKUSI - Sementara itu, dalam persidangan perkara Nomor 97/G/2016/PTUN-JKT tergait gugat menggugat antara PPP kubu Djan Faridz dan Kementerian Hukum dan HAM yang dipimpin ketua majelis hakim Indaryadi masih terus berlanjut di PTUN Jakarta. Persoalan rumitnya mengeksekusi putusan MA Nomor 601 pun menjadi poin yang disorot oleh kubu Romi selaku tergugat intervensi.

Dalam persidangan dengan agenda pembuktian dan pemeriksaan saksi yang berlangsung Rabu (19/10), dari pihak tergugat intervensi menghadirkan mantan hakim konstitusi Maruarar Siahaan untuk menjelaskan putusan MA dari perspektif Kitab Hukum Acara Perdata.

Maruarar Siahaan dalam keterangannya mengatakan, Djan Faridz tidak berhak untuk meminta Menkum HAM melaksanakan putusan MA 601. "Orang yang dijawab petitumnya oleh hakim. Diluar itu tidak tidak berhak," kata Maruarar kepada gresnews.com, di PTUN Jakarta.

Sementara dalam putusan itu hakim hanya mengabulkan petitum penggugat intervensi, dan itu bukan Djan Faridz. Maruarar Siahaan menuturkan, meskipun keputusan MA tersebut menguntungkan Djan Faridz tak lantas bisa bagi Djan Faridz meminta agar dieksekusi oleh pejabat TUN (Menkum HAM).

Yang berhak meminta pelaksanaan hanya penggugat yang dikabulkanan permintaan oleh hakim. "Tapi seandainya ada yang diuntungkan dari putusan hakim yang berkekuatan hukum dia memiliki kekuatan hukum bukti untuk mendaftarkan perkara baru atas nama dia agar putusan dilaksanakan," ujar rektor Universitas Kristen Indonesia (UKI) itu.

Dalam putusan kasasi MA pada 2 November 2015 mengakui bahwa kepengurusan PPP yang sah adalah hasil Muktamar Jakarta dengan Ketua Umum Djan Faridz dan dan Sekretaris Umum Dimyati Natakusumah.

Putusan amar putusan Kasasi itu berbunyi: "Menyatakan susunan kepengurusan PPP hasil Muktamar VIII PPP pada tanggal 30 Oktober sampai 2 November 2014 di Jakarta sebagaimana ternyata dalam Akta Pernyataan Ketetapan Muktamar VIII Partai Persatuan Pembangunan pada 30 Oktober sampai 2 November 2014 di Jakarta mengenai susunan personalia Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan masa bakti periode 2014 sampai 2019 Nomor 17 tanggal 7 November 2014 yang dibuat dihadapan H.Teddy Anwar, S.H., SpN. Notaris di Jakarta merupakan susunan kepengurusan PPP yang sah".

Putusan tersebut tidak dilaksanakan oleh Menkum HAM. Bahkan Menkum HAM mengesahkan PPP kubu Romahurmuziy sebagai hasil muktamar Pondok Gede. Lantaran tidak kunjung disahkan Menkum HAM, DPP PPP kubu Djan Faridz kemudian mengajukan gugatan terhadap Surat Keputusan (SK) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang mengesahkan Personalia Kepengurusan PPP yang diketuai Romahurmuziy Muktamar Pondok Gede, Jakarta Timur dengan SK Nomor M.HH-06.AH.11.012016.

Pengesahan Romi itu dinilai bertentangan dengan putusan MA yang mengabulkan putusan kubu Djan Faridz. Lebih lanjut Maruarar Siahaan menilai untuk melaksanakan putusan MA itu telah menjadi tak relevan. Pasalnya, sudah ada dinamika yang berkembang yakni terjadi islah antara kubu Romi dan Djan Faridz. "Karakter hukum perdata itu adalah para pihak yang mempertahankan yang dimintakannya," katanya.

Kuasa hukum PPP pimpinan Romahurmuziy selaku tergugat intervensi dalam perkara tersebut, Hadrawi Ilham mengatakan Djan Faridz tidak disahkan lantaran terjadi perombakan kepengurusan yang diajukan Djan Faridz melalui akte nomor 17 dengan akte nomor 39.

Dengan dua akte itu, memang tidak bisa dilakukan pengesahan. "Secara yuridis faktanya berubah. Kalau sudah berubah kondisinya, dalam hukum perdata tidak bisa dieksekusi," kata Hadrawi kepada gresnews.com.

Hadrawi juga menilai, ada perubahan dinimika politik yang dalam Partai PPP yang membuat putusan MA itu tak bisa dieksekusi. Hadrawi menambahkan, telah terjadi islah antara Djan Faridz dan Romahurmuziy untuk menyelesaikan konflik internal partai berlambang ka´bah itu.

Hadrawi menuturkan telah dilakukan lebih kurang 25 kali antara Djan Faridz dan Romi. Bahkan tim antara kedua pihak telah membentuk panitia bersama untuk melakukan muktamar Pondok Gede. "Ternyata Djan Faridz dan Dimyati berbalik arah," tukas Hadrawi. (dtc)

BACA JUGA: