JAKARTA, GRESNEWS.COM - Anggaran pengadaan sarana dan prasarana penunjang kegiatan pendidikan di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ternyata malah menjadi lahan basah bancakan oknum pejabat di sana. Setelah sebelumnya kasus korupsi pengadaan uninterruptible power supply (UPS) dibongkar Bareskrim Polri, kini muncul kasus dugaan korupsi dalam pekerjaaan rehabilitasi total dan penyelesaian rehabilitasi total gedung sekolah di Dinas Pendidikan DKI tahun 2013-2015.

Kasus tersebut adalah rehabilitasi total gedung SDN 05/06 Sungai Bambu, Jakarta Utara, tahun 2015, dengan nilai anggaran Rp9,8 miliar. Kemudian, dugaan korupsi dalam pengerjaan rehabilitasi total gedung SDN 06/07/08/09/11 Penjaringan, Jakarta Utara, tahun 2015, dengan nilai anggaran Rp10 miliar.

Terungkapnya kasus-kasus korupsi di lingkungan Dinas Pendidikan DKI Jakarta itu sendiri menjadi ironi mengingat DKI Jakarta merupakan provinsi yang mengalokasikan anggaran pendidikan tertinggi di Indonesia. Pada tahun ini, alokasi anggaran pendidikan di DKI Jakarta mencapai sebesar Rp11,57 triliun atau 18,17 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi DKI. Bahkan pada APBD 2014 anggarannya jauh lebih besar yaitu mencapai Rp13 triliun.

Sayangnya, anggaran yang seharusnya dipakai untuk memperbaiki kualitas pendidikan di DKI itu malah digangsir oleh oknum tak bertanggung jawab di lingkungan Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Muhammad Rum menegaskan pihaknya sudah memulai penyidikan kasus-kasus korupsi rehabilitasi gedung SD ini.

"Telah diterbitkan surat perintah penyidikan (Sprindik) atas kasus rehabilitasi pembangunan sekolah, tapi bersifat umum sehingga belum ada penetapan tersangka," kata M Rum, di Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (31/8).

Rum belum dapat memastikan penetapan tersangka, sebab tim penyidik masih terus mengumpulkan bahan keterangan dan alat bukti pendukung lainnya. Namun pihak penyidik sudah memeriksa beberapa saksi yang diduga mengetahui ihwal kasus tersebut. Diantaranya adalah Bendahara Pengeluaran pada Dinas Pendidikan DKI Jakarta Sri Wahyuningsih.

Sri diperiksa penyidik Kejagung, pada Selasa (30/8). Dia dimintai keterangan terkait proses pencairan dana dalam kegiatan pekerjaan rehabilitasi total dan penyelesaian rehabilitasi total gedung di Dinas Pendidikan DKI Jakarta tahun 2013-2015. Menurut Rum, berdasarkan kesaksian Sri itulah, Kejagung berkeyakinan untuk meningkatkan kasus ini dari penyelidikan ke penyidikan.

Mantan Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi DKI itu mengatakan, peningkatan status perkara itu dilakukan setelah penyidik mendapat bukti awal dugaan terjadinya kolusi dalam penetapan pemenang pelaksanaan kegiatan rehabilitasi bangunan sekolah tersebut. Bukti awal itu berupa tidak ditemukannya surat keterangan registrasi perusahaan dari dua kontraktor pelaksana proyek yang dinyatakan sebagai pemenang.

"PT Cipta Eka Puri selaku pelaksana kegiatan pekerjaan tidak memiliki keterangan tentang Registrasi Badan Usaha dan Konversi ASMET (Arsitektural, Sipil, Mekanikal, Elektrikal dan Tata Lingkungan) ke KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia). Dan PT Padimun Golden selaku pelaksana kegiatan, tidak memiliki keterangan tentang tenaga kerja, masa berlaku subkualifikasi sampai dengan 17 Juni 2014 (sudah lewat waktu), dan Konversi Asmet-KBLI dan/atau tidak ada keterangan registrasi tahun ke-2 Badan Usaha," kata Rum.

MENCARI TERSANGKA - Rum mengatakan, tim penyidik masih menelusuri siapa pihak yang paling bertanggung jawab atas kasus ini. Selain itu tim penyidik juga berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan untuk menghitung kerugian negaranya. Terkait penggunaan anggaran APBD DKI 2014, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta saat itu menemukan pos anggaran yang tidak perlu atau pemborosan anggaran Dinas Pendidikan di APBD 2014 sebesar Rp2,4 triliun.

Banyak ditemukan pos anggaran ganda dan juga program yang tidak diperlukan bahkan tidak penting. Seperti misalnya, pengadaan mebel dan pengadaan filing cabinet baru. Ada juga beberapa pos anggaran serupa. Misalnya saja ada pos anggaran rehabilitasi berat sekolah dan rehab total sekolah. Nama programnya sama tapi beda nama. Tak heran jika Bappeda menemukan pemborosan anggaran pendidikan yang mencapai Rp2,4 triliun.

Saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo sempat menyindir besarnya anggaran yang bisa dimanfaatkan untuk membangun Ibu Kota. Saat itu 2014, APBD DKI Jakarta mencapai Rp72 triliun. Salah satu alokasi dana terbesar dianggarkan untuk Dinas Pendidikan, yakni sebesar Rp13 triliun.

Namun Jokowi saat itu mengaku kecewa dengan manajemen pendidikan dan wajah dunia pendidikan di Jakarta. Jokowi memperlihatkan foto sekolah yang bangunannya rusak, sementara anggarannya sangat besar. Belakangan diketahui, ternyata anggaran besar itu justru malah digangsir para oknum dinas.

Alhasil, banyak kasus korupsi yang diduga terjadi di lingkungan Disdik DKI Jakarta. Satu kasus dugaan korupsi di Disdik DKI saat ini juga ditangani Badan Reserse Kriminal Mabes Polri. Kasus itu adalah dugaan korupsi anggaran sarana prasarana pendidikan di DKI Jakarta.

Kasus ini berawal dari terbongkarnya praktik korupsi dalam pengadaan perangkat uninterruptible power supply (UPS) di di Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat. Dari kasus itu, penyidik di kepolisian kemudian menemukan beberapa kasus korupsi lain seperti kasus pengadaan alat kebugaran atau alat fitnes pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Perubahan 2013/2014. Kemudian ditemukan juga kasus dugaan korupsi dalam pengadaan Printer dan Scanner 3D, serta Digital Education Classroom.

Dalam kasus-kasus tersebut tersangka utamanya adalah mantan Kepala Seksi Sarana Prasarana Alex Usman. Dalam kasus UPS, Alex Usman telah dinyatakan terbukti bersalah dan tengah menjalani hukuman penjara 6 tahun. Rangkaian kasus korupsi di Suku Dinas itu terungkap setelah Gubernur Basuki Tjahaja Purnama menemukan adanya kejanggalan nilai pengadaan UPS dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2014. Dia lantas melaporkan temuan tersebut ke polisi.

BACA JUGA: