Ironis, Royalti Rp5 Triliun Tidak Pernah Diterima Pencipta Lagu


JAKARTA, GRESNEWS.COM - Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia (Kemenkumham) membuka pendaftaran calon komisioner Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LKMN). Mereka, mencari 10 orang untuk menduduki jabatan pimpinan LKMN.

Kesepuluh orang tersebut, akan terbagi kedalam dua divisi yang berbeda. Pertama, hak untuk para pencipta lagu, dan kedua hak terkait yang ditujukan kepada penyanyi, aransemen musik dan pihak yang berkaitan dalam proses penciptaan lagu.

Panitia seleksi yang akan memproses para calon berasal dari berbagai kalangan seperti musisi, akademisi dan juga pejabat Kemenkumham. Mereka diantaranya Menkumham Yasonna Laoly, Komposer Addie MS, Dirjen AHU Harkristuti Harkrisnowo, Dirjen Haki, mantan pansus UU Hak Cipta Didi Irawadi, serta mantan pansus KPK Erry Riyana Hardjapamekas dan terakhir Heru Nugroho.

Dirjen HKI Ahmad Ramli mengatakan, diperlukan pemimpin tangguh, berani dan berintegritas untuk memimpin LMKN. Hal itu menurutnya, agar cita-cita pendirian lembaga itu terwujud yaitu memberikan kesejahteraan kepada para musisi.

"Kami akan menyeleksi dengan ketat agar lembaga ini punya integritas dan komitmen. Tidak ada hal yang membuat mereka birokratis," kata Ramli kepada wartawan di kantornya, Rabu (17/12).

Ia memaparkan, hingga saat ini sejumlah pihak telah ikut mendaftarkan diri seperti Raja Dangdut Rhoma Irama, dan pedangdut yang terkenal dengan goyang ngebornya Inul Daratista. Ramli yakin, menjelang penutupan pendaftaran nanti pada 23 Desember mendatang, banyak tokoh yang mendaftar menjadi calon komisioner.

Terkait dengan jumlah royaltinya sendiri, Ramli menjelaskan, sebenarnya pendapatan dari sektor musik hanya sekitar satu persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Tetapi, jika jumlah yang diperoleh sangat besar. Satu persen PDB itu bernilai Rp5 triliun. Namun sayang, jumlah sebesar itu tidak masuk ke dalam kantong para pencipta lagu.

Menurut Ramli, nantinya seluruh pihak yang menggunakan musik sebagai ajang bisnis mereka akan dikenakan royalti. Mulai dari situs jejaring sosial seperti youtube dan facebook, tempat-tempat karaoke, hingga restoran atau cafe yang memutar setiap karya cipta industri musik.

"Youtube, Facebook sudah sama kayak tv. Tinggal di klik, lagunya bisa didengerin. Mereka juga harus bayar royalti. Kalau tidak, akan ada penutupan akses," tandasnya.

Saat ditanya apakah kebijakan ini justru akan mematikan musik Indonesia karena cenderung harus membayar, Ramli menyanggah hal tersebut. Menurutnya, LKMN akan bekerja sama dengan lembaga serupa yang ada diluar negeri. Sehingga, seluruh lagu yang diputar baik lokal maupun asing akan terkena royalti.

Sementara itu, untuk menghindari terjadinya penyelewengan oleh para oknum yang tidak bertanggung jawab, Ramli menegaskan akan bekerjasama dengan lembaga terkait seperti Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Mereka, akan diaudit setiap dua tahun agar tranparansi dan akuntabilitas LKMN terjaga dengan baik.

Dirjen AHU Harkristuti mengatakan, hak cipta seharusnya menjadi perhatian kita bersama. Sebab hak cipta merupakan salah satu hak asasi yang sedikit sekali muncul kepermukaan. Pemerintah saat ini cenderung memperhatikan kasus-kasus HAM berat, tetapi kasus semacam ini hampir tidak pernah tersentuh.

Harkristuti juga menyindir Komnas HAM terkait hal ini. "Komnas HAM mana? Enggak pernah ngomong ini. Kalau dia dateng biarin aja denger sekalian," cetusnya.

Musisi Addie MS yang juga hadir dalam kesempatan ini memaparkan, biasanya setiap pencipta musik ingin lagunya dijual secara fisik yaitu dalam bentuk Compact Disk (CD) maupun kaset. Kemudian, dari penjualan itu ada bagian untuk pencipta yaiitu royalti atas hak mechanical rights. Tetapi ada hak yang lain terabaikan, yaitu royalti dari performing rights.

"Itu dapet record label, ada royalti dari performing rights, kalo dibunyikan di restoran, tempat umum lainnya. Atau karaoke, itu ciptaannya yang diputar, jadi penciptanya harusnya dapet royalti," terangnya.

Sebelumnya, ada Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) seperti Karya Cipta Indonesia (KCI) maupun Royalti Anugrah Indonesia (RAI). Tetapi, lembaga itu sepertinya tidak jelas kelanjutannya, karena lembaga itu hanya sekedar ada dan tidak ada campur tangan pemerintah terkait hal tersebut.

BACA JUGA: