JAKARTA, GRESNEWS.COM - Perpecahan di kubu salah satu sayap Partai Golkar, Kosgoro 1957, mulai merembet ke kader-kader muda. Barisan Muda Kosgoro mengkritik keras kepemimpinan Agung Laksono yang dinilai lalai dalam melakukan proses regenerasi selama memimpin Kosgoro dari tahun 2000-2016.

Ketua DPP Barisan Muda Kosgoro Donny Arlansyah Maulana Isman mengatakan selama kepemimpinannya, Agung Laksono tidak memberi ruang cukup besar bagi kader-kader muda untuk berkembang maksimal. Karena alasan itu, Donny menganggap roda organisasi Kosgoro selama dipimpin Agung Laksono dinilai gagal.

"Agung Laksono tidak menjalankan organisasi secara benar. Berapa kali melakukan Mubes selalu aklamasi. Dimana adanya kaderisasi?" kata Donny kepada gresnews.com, Minggu (11/9).

Kosgoro 1957, sambung Donny, berposisi sebagai Kelompok Induk Organisasi (KINO) atau biasa disebut dengan Dewan Pendiri Partai Golkar. Dengan posisi itu, Kosgoro seharusnya memiliki tanggung jawab besar menjaga keberlangsungan kaderisasi dalam tubuh Kosgoro 1957.

Karena itulah, kata Donny, kepemimpinan Agung kemudian ditolak banyak kader di daerah dan digantikan oleh Aziz Syamsudin. "Pimpinan Aziz Syamsudin diminta oleh 29 PDK Se-Indonesia. Jadi secara hukum sah karena diminta. Tapi kalau bisa dilaksanakan lagi Mubeslub kenapa tidak?" tanya Donny.

Apalagi, desakan itu disuarakan oleh mayoritas pengurus Kosgoro 1957 di daerah. Kemandekan kaderisasi, menurutnya, memicu desakan dari pengurus agar Kosgoro melakukan musyawarah besar luar biasa (mubeslub). Hal itu berkaitan dengan visi besar Ketua Umum Golkar Setya Novanto untuk membesarkan perolehan suara pada pemilihan legislatif mendatang.

"Dengan adanya target besar dari Setya Novanto untuk memperoleh 120 kursi, tentu ini membutuhkan regenerasi baik di Golkar maupun di Kosgoro," ungkap Donny.

Karena itu, kata dia, tak ada jalan lain menyelesaikan masalah di internal Kosgoro selain melakukan Mubeslub. Pasalnya, ini telah merupakan desakan dari mayoritas PDK untuk melakukan Mubeslub. "Ini cukup mengkhawatirkan bagi Kosgoro," katanya Donny.

Jika pihak Agung Laksono tak menggubris desakan untuk melakukan Mubeslub, Donny meminta Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto agar segera turun tangan menyelesaikan kisruh dalam internal Kosgoro. Donny mengkhawatirkan kepemimpinan Kosgoro di tangan Agung Laksono hanya dijadikan sebagai alat untuk memperkuat posisi Agung Laksono di Partai Golkar.

"Jangan sampai ini dijadikan alat untuk memperkuat posisinya di Golkar. Golkar kan ini kan sangat kuat diakar rumput kekuatannya juga didaerah sangat kuat," ucap Donny.

Namun begitu, dia berharap ada pihak yang berpolemik bisa menyelesaikan persoalan internal. "Kalau bisa duduk bersama, pasti ada solusi. Makanya kami minta Pak Setnov turun," imbuh Donny.

Agung Laksono sebelumnya menjabat sebagai Sekretaris Jenderal PPK Kosgoro pada periode 1990-1995. Namun setelah menjabat Sekjen, tampuk kepemimpinan Kosgoro 1957 kemudian beralih dipimpin Agung Laksono sejak tahun 2000.

Agung Laksono kembali terpilih menjadi Ketua Umum Kosgoro berdasarkan hasil Musyawarah Besar III (Mubes III) di Jakarta tanggal 2 November 2013. Agung telah ditunjuk menjadi pengurus untuk periode 2013-2018.

KUBU AGUNG TOLAK TAWARAN MUBESLUB - Lebih jauh Donny menyatakan, persoalan gugatan oleh kubu Agung Laksono, terkait dengan Mubeslub yang dilakukan pada 16 Januari 2016 yang melahirkan kepengurusan Aziz Syamsudin. Lalu hasil Mubeslub didaftarkan ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) dan mendapat pengesahan SK nomor AHU-0022215.AH.01.07, Februari 2016.

SK tersebut mengesahkan pendirian badan hukum perkumpulan Kesatuan Organisasi Serbaguna Gotong Royong (Kosgoro) 1957. Dalam SK tertanggal 25 Februari 2016 juga ikut mengesahkan kepengurusan Kosgoro 1957 dengan Ketua Muhammad Aziz Syamsuddin dan Sekretaris Jenderal Bowo Sidik Pangarso.

Namun SK Menkum HAM tersebut kemudian menjadi polemik karena pihak Agung Laksono menganggap Menkum HAM telah bertindak salah dalam menerbitkan SK pengesahan Pengurusan Kosgoro pimpian Aziz Syamsudin. Agung merasa Kosgoro yang sah adalah Kosgoro yang berada di bawah kepemimpinannya yaitu yang berbadan hukum organisasi kemasyarakatan (ormas) dan bukan perkumpulan.

Dengan demikian, Kosgoro memang menjadi terpecah yaitu Kosgoro kepemimpinan Aziz dan Kosgoro kepemimpinan Agung Laksono. Dualisme KOsgoro inilah yang kemudian memicu pihak Agung kemudian mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta. Mereka menggugat Kemenkumham yang telah menerbitkan SK pengesahan Kosgoro kepemimpinan Aziz.

Gugatan itu akhirnya malah membuat konflik di Kosgoro semakin kusut. Pasalnya, pihak Aziz juga mengajukan untuk masuk sebagai pihak tergugat intervensi dalam gugatan Nomor 116/G/2016/PTUN-JKT. Pihak Aziz beralasan memiliki legal standing dan gugatan Agung akan berpengaruh pada kepengurusan Aziz. PTUN Jakarta pun mengabulkan keinginan pihak Aziz itu.

Pihak Aziz tetap mengklaim kepengurusan mereka sah, karena mubeslub yang dilakukan pada 16 Januari 2016 menurut Donny merupakan desakan dari 29 pengurus Kosgoro ditingkat provinsi untuk melakukan penyegaran pengurus. Karena itu, untuk mengakhiri konflik ini, pihak Aziz menawarkan jalan tengah berupa mubeslub kembali.

Namun tawaran itu ditolak oleh kubu Agung Laksono. Ichwan Setiawan pengurus PPK Kosgoro versi Agung Laksono mengatakan, pihaknya akan tetap fokus pada gugatannya di PTUN Jakarta. "Kita tetap fokus pada pembatalan SK Kemenkum HAM itu dulu yang kita selesaikan," kata Ichwan.

Ichwan menuding ada desain untuk menjatuhkan kepemimpinan Agung Laksono sebagai pemimpin Kosgoro 1957 yang sah. Dia menyatakan acara mubeslub yang dilakukan di Bali awal tahun lalu adalah forum silaturahmi dan bukan mubeslub. Dia menilai saat itu ada rekayasa, ketika peserta sampai pada tempat acara lalu agenda acara diubah menjadi mubeslub.

"Undangan pertama itu silaturahmi tidak ada cerita Mubeslub. Setelah datang lalu diberikan booklet, akhirnya ada mubeslub, lalu ini terjadi," terang Ichwan.

BACA JUGA: