Usna (48) tertegun di atas puing-puing bangunan bekas rumahnya di kawasan Bukit Duri di RT 10 RW 12, Tebet, Jakarta Selatan. Di atas tanah seluas 4x3 meter yang terletak tepat di bantaran kali dahulu berdiri rumah yang ditinggalinya selama berpuluh-puluh tahun bersama suami dan ketiga anaknya.

Tumpukan besi penyangga, kayu dan batu bata siap di jual kepada pengepul. Rumah yang dibangun dengan jerih payah selama bertahun-tahun terpaksa dibongkarnya sendiri menyusul terbitnya Surat Peringatan (SP) 2 kepada warga Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan. Surat tersebut berupa peringatan akan dilakukan penggusuran terhadap bangunan terdampak proyek normalisasi Sungai Ciliwung.

Usna dan sebagian warga memilih untuk membongkar sendiri bangunannya agar tidak sia-sia saat nantinya aparat memulai normalisasi. Mereka memilih untuk menjual reruntuhan bangunan ke pemborong yang menawar.

"Ditawar Rp 700 ribu sama pemborong, lumayan buat tambah-tambah," ujarnya kepada gresnews.com yang menemuinya di kawasan Bukit Duri, Jumat (9/9).

Usna memilih patuh terhadap kebijakan Pemprov DKI dan tinggal di Rusun Rawa Bebek, Cakung, Jakarta Selatan. Dirinya mengaku telah mendapatkan kunci Rusun Rawa Bebek yang akan menjadi tempat tinggalnya usai penggusuran.

"Kunci sudah dapat, anak-anak sudah di sana, ini saya sama suami di sini numpang sementara sama tetangga sembari nungguin puing, takut di ambil pemulung," ucapnya.

Meski senang bisa memperoleh rumah susun, Usna juga tidak menampik kekecewaan mendalam yang dirasakan bersama warga lainnya. Sebab, sudah banyak kenangan bersama warga sekitar semenjak dia tinggal selama puluhan tahun di lokasi tersebut.

"Saya lahir di sini, anak-anak juga besar Bukit Duri, warga di sini akrab. Kenangan itu yang gak bisa digantiin," kata wanita berperawakan gemuk dengan rambut yang mulai memutih.

Keberlangsungan ekonomi keluarganya di Rumah Susun Rawa Bebek yang akan di tinggalinya usai penggusuran juga menjadi pemikiran Usna dalam beberapa hari terakhir. "Di sini buka warung kecil-kecilan, suami cuma kerja ngojek, gimana nanti aja lah," ujarnya lirih.

Meski sudah ada sebagian warga Bukit Duri yang memilih untuk membongkar sendiri rumah mereka dan bersedia tinggal di Rusun Rawa Bebek, namun ada juga sebagian warga yang memilih tetap bertahan di tanah kelahiran mereka dan menolak penggusuran. Mereka beralasan telah menempati rumah tersebut secara turun temurun selain itu mengaku memiliki surat-surat dan selama ini taat membayar pajak, listrik serta air.

"Surat-surat ada. Pemerintah mau menggusur tetapi kami hanya mendapat rusun yang disewa,ya jelas kami menolak," ujar Marto warga warga RT 6 RW 12. Menurut Marto, warga yang menolak untuk di relokasi karena merasa pemerintah kurang memperhatikan aspirasi dan sewenang-wenang terhadap rakyatnya sendiri.

"Yang adil kita maunya, jangan asal gusur toh juga proses gugatan masih berjalan, ini malah kami di bilang penghuni liar,"ucapnya geram.

Terkait rencana penggusuran dan relokasi kawasan Bukit Duri,warga memang telah melakukan gugatan kepada pemerintah melalui mekanisme perwakilan kelompok ("class action") sedang bergulir di pengadilan. Adapun gugatan tersebut terdaftar dalam perkara perdata nomor: 262/Pdt.G/2016/PN.JKT.PST pada tanggal 10 Mei 2016. Mereka menuntut Pemprov DKI menghentikan proyek normalisasi Kali Ciliwung.

Kelanjutan proses sidang gugatan sendiri saat ini adalah membahas kelanjutan proses option (pilihan) in dan out. Proses option adalah kesempatan bagi penggugat yang ingin keluar atau warga yang akan masuk sebagai penggugat. Setelah daftar penggugat ditetapkan, sidang akan dilanjutkan dengan mediasi terbuka antara perwakilan warga Bukit Duri dengan pihak tergugat, yaitu Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCS), Pemprov DKI Jakarta, Pemkot Jakarta Selatan, dan Badan Pertanahan Nasional.

Setelah dua surat peringatan kepada warga, Pemprov DKI Jakarta berencana melakukan penggusuran rumah-rumah di Bukit Duri, diperkirakan pada 14 September 2016. Wilayah yang terkena kebijakan normalisasi Kali Ciliwung adalah RW 9, RW 10, RW 11, dan RW 12.Akan ada sekitar 2.000-an KK menjadi korban penggusuran.

(Edy Susanto/gresnews.com)

BACA JUGA: