JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (19/8), kedatangan sejumlah pejabat tinggi dari Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia. Rombongan korps Bhayangkara itu dipimpin langsung oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian.

Bersama Tito, hadir pula Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Komjen Ari Dono Sukmanto, Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Boy Rafli Amar, Staf Ahli Manajemen (Sahlijemen) Polri Irjen Arief Sulistyanto.

Tito, dalam keterangannya kepada wartawan, mengungkapkan kedatangan rombongan Mabes Polri ke KPK hanya untuk bersilaturahmi. Sebagai Kapolri baru, ia meneruskan tradisi berkoordinasi dengan aparat penegak hukum seperti lembaga pimpinan Agus Rahardjo tersebut.

"Saya ini kan baru menjabat satu bulan. Dari teman-teman KPK tadinya mau ke Mabes para komisioner. saya bilang kalau ke Mabes sudah sering. justru saya yang pengen ke sini. Begitu. Jadi sekarang ini dalam rangka untuk pererat lah hubungan sekaligus kerja sama. Kan kita sudah buat draft MoU (Nota Kesepahaman)," kata Tito di kantor KPK, Jakarta, Jumat (19/8).

Selain itu, ia juga ingin bertemu dengan sejumlah penyidik KPK yang berasal dari Mabes Polri. Mereka memang diperbantukan di KPK dalam jangka waktu tertentu dan bisa kembali bertugas ke institusinya jika masa baktinya telah selesai. "Saya mau bicara ke penyidik Polri yang ada di KPK. Mereka kan juga anak-anak saya, jadi saya perlu beri arahan," tegas Tito.

Selain silaturahmi, pertemuan kedua lembaga penegak hukum ini memang membahas beberapa agenda penting. Salah satunya soal joint investigation kasus-kasus korupsi besar. "Kami sepakat melakukan joint investigation untuk kasus penting. KPK punya kelebihan dan kewenangan yang kuat, sehingga kami siap mendukung," ujar Tito.

Dalam penyelidikan bersama ini, kedua instansi saling bahu membahu satu dan lainnya serta siap apabila dibutuhkan. "Kalau itu ditangani polisi dan kita anggap perlu kekuatan KPK karena banyak kelebihannya kita akan menyampaikan kepada KPK. Kemudian setelah itu KPK akan bantu (dengan) personel-personel, akan supervisi, bahkan anggaran," ujar Tito.

Hal yang sama nantinya juga akan berlaku di tubuh KPK. Apabila mereka membutuhkan bantuan, Polri pun siap bergerak. "Sebaliknya (apabila) KPK yang inisiasi sistem penyelidikan memerlukan bantuan personel polisi dalam rangka penindakan dan lain-lain, karena kami ada di mana-mana, kami siap mendukung," kata Tito.

Dijelaskan Tito, setiap lembaga tentu memiliki kelebihan dan kekurangan. Apabila Polri dapat membantu dengan SDM yang melimpah, nantinya KPK juga dapat membantu dari sisi lain, contohnya anggaran.

"Setiap lembaga memiliki kelebihan dan kekurangan. Di antaranya kelebihan KPK ini selain masalah anggaran, kultur yang sudah sangat baik internalnya, sekaligus posisi politiknya kuat," jelas Tito.

"Di sisi lain Polri ini kelemahannya di bidang anggaran kemudian budaya organisasinya masih perlu diperbaiki karena besar dan ketiga, kelebihannya Polri jaringannya luas sekali sampai kemana-mana. SDM-nya banyak, hingga 430 ribu," sambung Kapolri.

Hanya saja, dalam kesempatan itu, Tito tidak secara spesifik menjelaskan apa saja kasus penting yang akan ditangani bersama KPK. Namun seluruhnya tak terlepas dari penanganan kasus yang berhubungan dengan pemberantasan korupsi.

UTANG PERKARA - Meski tak menyebut kasus-kasus tertentu, pihak kepolisian sejatinya memang masih memiliki beberapa "utang" penanganan perkara di KPK. Ada beberapa kasus korupsi yang ditangani KPK yang penuntasannya memang membutuhkan kerjasama kuat antara lembaga antirasuah itu dengan polri.

Pertama, perihal perekrutan penyidik. Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan pihaknya memang sedang melakukan proses seleksi penyidik yang berasal dari kepolisian. Terkait hal ini, Tito menegaskan, Polri akan mendukung penuh KPK.

Saat ini sudah 72 orang perwira polri yang menjadi penyidik di KPK. Sejumlah 41 orang diantaranya masih aktif. Tito berharap, nantinya para penyidik ini dapat menjadi agent of change ketika kembali ke lingkungan polri. "Adik-adik polisi yang masuk di sini kami harapkan jadi candradimuka, budaya untuk kembali ke polri dan menjadi agent of change," ujar Tito.

Tito mengatakan setelah nantinya lulus dalam jabatan mereka sebagai penyidik KPK, perwira polri ini nantinya akan ditempatkan di beberapa posisi penting yang rawan akan tindak korupsi. "Setelah itu kami akan terus mengirimkan personel kami, akan ada lagi yang dikirim ke sini, seperti itu. Jadi nanti akan selalu ada agent of change," jelas Tito.

Selain soal penyidik ada juga kasus yang berkaitan dengan pemeriksaan empat orang anggota Korps Brimob yang menjadi ajudan Nurhadi. Meskipun salah satu pimpinan KPK yaitu Basaria Panjaitan berasal dari kepolisian, tetapi yang bersangkutan belum bisa berbuat banyak untuk bisa mendatangkan empat anggota Brimob itu untuk diperiksa penyidik KPK.

Keterangan mereka terlihat sangat dibutuhkan tim penyidik. Apalagi, KPK telah membuka penyelidikan baru untuk mantan Sekertaris Mahkamah Agung (MA) itu. Empat anggota Brimob tersebut diduga mengetahui penerimaan uang yang diberikan kepada Nurhadi.

Keempat anggota itu adalah Brigadir Ari Kuswanto, Brigadir Dwianto Budiawan, Brigadir Fauzi Hadi Nugroho, dan Ipda Andi Yulianto.

Terkait masalah ini, Tito mengatakan keempat orang anggota Brimob Polri yang pernah menjadi ajudan Nurhadi itu, telah diperiksa secara internal. Hasil dari pemeriksaan akan dibicarakan setelah Operasi Tinombala selesai.

"Sudah, sudah, itu sudah kita periksa internal tapi kita akan komunikasikan nanti setelah operasi, kita akan diskusikan," ujarnya.

Walau tak menjelaskan secara spesifik siapa saja yang melakukan pemeriksaan, namun Kapolri mengatakan keempatnya diperiksa untuk kepentingan berkas dan pengembangan penyelidikan. "Karena ini kan untuk kepentingan berkas untuk maju, ini dalam rangka pengembangan penyelidikan," ucap Kapolri.

Keempat eks ajudan ini telah beberapa kali dipanggil KPK, namun tak pernah hadir. Belakangan diketahui bahwa mereka sedang bertugas dalam Operasi Tinombala. Empat orang itu merupakan saksi kunci dalam kasus suap Panitera PN Jakpus Edy Nasution yang belakangan juga nama Nurhadi disebut-sebut.

Kemudian yang terakhir berkaitan dengan Eddy Sindoro. Pria yang disebut pengendali PT Paramount International Enterprise sedang diburu KPK meskipun kapasitasnya hanya sebagai saksi. KPK sendiri berharap pihak kepolisian membantu untuk melakukan pengejaran terhadap Eddy Sindoro.

Eddy Sindoro diduga mengetahui pemberian suap yang diberikan kepada Edy Nasution, panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Uang suap dengan total Rp150 juta dari commitment fee Rp500 juta itu memang berasal dari PT Paramount. (dtc)

BACA JUGA: