JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komite Etik yang dibentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan hasil pemeriksaan dalam kasus dugaan pelanggaran kode etik salah satu pimpinannya yaitu Saut Situmorang. Dan hasilnya, Saut dinyatakan positif melakukan pelanggaran etik tingkat sedang, terkait pernyataan yang dinilai menghina Himpunan Mahasiswa Islam.

Atas dasar itu, Saut dijatuhi sanksi berupa peringatan tertulis. Saut juga diminta memperbaiki sikapnya ke depan.

"Menyatakan terperiksa Saut Situmorang terbukti dan secara sah bersalah melakukan pelanggaran sedang, yaitu melanggar peraturan KPK No 7 tahun 2013 tanggal 30 Sept 2013," kata Ketua Komite Etik Buya Syafii Maarif di KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu (3/8).

Keputusan ini diambil berdasarkan hasil pengumpulan bahan keterangan tentang pelanggaran kode etik dari Direktur Pengawasan Internal KPK pada 8 Juni 2016. Kemudian keputusan juga diambil dari pendapat ahli dan dokumen-dokumen lainnya.

Komite Etik tersebut itu sendiri terdiri dari tujuh orang yaitu Syafii Maarif sebagai ketua dan enam anggota yaitu Imam Prasodjo, Nathalia Subagyo, Erry Riyana Hardjapamekas, Franz Magnis Suseno, serta perwakilan KPK yaitu Agus Rahardjo dan Alexander Marwata. Komite itu dibentuk pada 29 Juli lalu dan telah bersidang selama empat kali untuk menindaklanjuti laporan dari pengurus HMI dan KAHMI ke Deputi PIPM KPK.

"Mudah-mudahan dengan keputusan ini, semua pihak akan memahami dan Bareskrim akan bisa lebih bekerja sama. Dan pelapor memahami, yang bersangkutan juga sudah mengakui dan meminta maaf," kata Syafii.

Yang menarik dari keputusan ini, Syafii menyebut Saut sempat menangis ketika diminta keterangannya terkait hal tersebut. Sikap Saut itu sepertinya cukup meyakinkan Syafii bahwa Saut menyesali tindakannya. Syafii juga menilai Saut cukup kooperatif selama menjalani sidang etik.

"Keterangan dari Wakil Ketua KPK Saut Situmorang pada hari ini diputuskan dan Pak Saut Situmorang ini sangat kooperatif dua kali pertemuan ini menangis," katanya.

Terkait permintaan majelis etik agar Saut memperbaiki sikapnya, majelis etik mencatat setidaknya lima hal yang harus dilakukan Saut.

a. Menjaga seluruh sikap dan tindakan dan kapasitasnya sebagai pimpinan KPK
b. Tidak bersikap diskriminatif atau menunjukan keberpihakan atau melakukan pelecehan pada siapapun kelompok atau lembaga apapun berdasarkan ras/agama/kebangsaan/mental/usia/status ekonomi dalam menjalankan tugas.
c. Bersikap lebih hati-hati dalam lingkup hubungan dengan kelompok atau lembaga apapun yang dapat menganggu kemandirian dan independensi kondusif.
d. Mengutamakan dan mematuhi komisi tentang pengambilan kuputusan secara kolektif dan kolegial.
e. Menarik secara tegas apa yang patut, pantas dan layak dilakukan dengan apa yang tidak layak, tidak pantas, dan tidak patut dilakukan.

"Memerintahkan kepada pimpinan KPK untuk melaksanakan putusan ini," tutur mantan Ketua PP Muhammadiyah tersebut.

KASUS DI POLRI MASIH JALAN - Putusan majelis etik KPK atas Saut memang bisa terbilang ringan. Meski begitu, Saut masih harus menghadapi tuntutan pidana terkait pernyataannya yang dinilai menghina HMI itu di kepolisian. Seperti diketahui, pihak HMI memang melaporkan Saut terkait ucapannya itu.

Mabes Polri pun telah melakukan pemeriksaan kepada Saut Situmorang, pada Kamis (16/6) lalu. Dalam pemeriksaan Saut disebut penyidik kooperatif. "Intinya beliau koperatif sebagai WNI yang baik sudah datang untuk memenuhi panggilan penyidik untuk membuat terang apa yang jadi laporan dari pelapor yang ada di Bareskrim," ujar Kasubdit III Diritpidum Polri, Kombes Umar Surya Fana.

Saut ketika itu menjalani pemeriksaan selama tiga jam di Bareskrim, Mabes Polri. Penyidik sendiri belum menyinggung pertanyaan pokok perkara yang jadi laporan terhadap Wakil Ketua KPK tersebut. "Ini masih pertanyaan awal jadi belum ke pokok perkara," sambung Umar.

Dikatakan Umar pihaknya belum menyimpulkan ada atau tidak pelanggaran pidana terhadap laporan HMI itu. Pihaknya perlu mengumpulkan bukti dan gelar pekara dalam penanganan kasus ini.

"Masih terlalu jauh untuk menyimpulkan kalau ada atau tidak pidana. Nanti saya bilang ada pidana alat bukti tidak mencukupi, saya bilang tidak ada ternyata terpenuhi jadi masih sangat jauh, kita masih lakukan penyidikan untuk naik ke lidik juga belum, kita masih perlu gelar dan banyak banget yang perlu kita laksanakan," paparnya.

Menurutnya permasalahan ini tetap diproses lantaran adanya laporan dari masyarakat. Namun terpenuhi unsur pelanggaran pidana atau tidak masih harus diteliti.

"Karena sudah ada laporan polisi, ini kan sudah ada masyarakat datang kalau sudah format laporan polisi itu format sudah sidik tapi menentukan apakah ada tersangka atau tidak itu masih jauh. 182 KUHP itu masih banyak harus kita penuhi," pungkasnya.

Kasus yang membelit Saut ini bermula ketika dalam diskusi di sebuah televisi swasta, Saut mengatakan sesuatu yang dianggap menyinggung perasaan kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). "Karakter integritas bangsa ini sangat rapuh. Orang yang baik di negara ini jadi jahat ketika dia sudah menjabat. Lihat saja tokoh-tokoh politik, itu orang-orang pintar, orang-orang cerdas," kata Saut.

Sampai situ, ucapannya memang tak bermasalah, namun kalimat lanjutan yang diucapkan Saut kemudian melenceng terlalu jauh menjadi bernada penghinaan, khususnya kepada HMI. "Saya selalu bilang, kalau di HMI dia minimal ikut LK (latihan kepemimpinan-red) 1. Lulus itu dia anak-anak mahasiswa, pintar. Tetapi, begitu jadi menjabat, dia jadi jahat, curang, ini karena apa? Karena saya bilang sistem belum jalan. Artinya apa? Adapun peraturan-peraturan itu tidak pernah kita jalankan," kata Saut ketika itu.

Ucapan ini pun menimbulkan reaksi dari HMI maupun Korps Alumni HMI (KAHMI). Berbagai unjuk rasa yang berujung kericuhan sempat terjadi beberapa kali di depan Gedung KPK. Mereka meminta Saut mengundurkan diri dan mencabut pernyataannya tersebut.

Atas reaksi ini Saut Situmorang meminta maaf. "Saya mohon maaf atas pernyataan saya. Sekali lagi, saya mohon maaf atas pernyataan saya," kata Saut saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Senin (9/5).

Saut mengaku tidak bermaksud menyinggung HMI maupun lembaga lainnya. Ia merasa ada kesalahpahaman atau persepsi. Untuk itu, KPK akan melakukan pertemuan dengan pimpinan HMI untuk menyelesaikan masalah tersebut. Diharapkan, ke depannya, HMI bisa menjadi mitra KPK dalam pemberantasan korupsi.

"Kami (KPK) percaya, HMI sebagai salah satu pergerakan aktivis di Indonesia bisa menjadi mitra dalam upaya pemberantasan korupsi," pungkas Saut. (dtc)

BACA JUGA: