JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan akhirnya turun tangan mengusut kasus dugaan korupsi penjualan atau pelepasan aset tanah milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang diduga merugikan negara hingga Rp150 miliar.

Sebelumnya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam Laporan Hasil pemeriksaan (LHP) Keuangan Daerah DKI 2015 mengungkap temuan adanya pembelian lahan yang terletak di Jalan Biduri Bulan atau Jalan Alexandri III Rt.008/01, Kelurahan Grogol Utara, Kebayoran lama seluas 2.975 meter persegi. Padahal lahan tersebut sebenarnya telah dimiliki oleh Pemda DKI dari hasil penyerahan kewajiban fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum) dari pengembang PT Permata Hijau.

Kasus yang sebelumnya berstatus penyelidikan oleh Kejari Jakarta Selatan itu kini ditingkatkan ke penyidikan. Sesuai dengan surat perintah penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan tertanggal 20 Juni 2016.

"Setelah lebaran kita langsung tetapkan tersangkanya, sudah ada siapa yang paling bertanggung jawab dalam kasus ini," kata‎ Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Sarjono Turin, di Jakarta, Jumat (1/7).

Turin menyatakan terkuaknya kasus pelepasan aset itu akan menjadi pintu masuk bagaimana ´permainan´ pelepasan atau penjualan aset milik negara tanpa prosedur yang semestinya. Tim penyidik, menurut Sarjono, telah mengantongi bukti kuat para ´calo´ tanah ini menyerobot aset-aset milik negara untuk kepentingan bisnis.

Mantan jaksa KPK itu berkeyakinan banyak kasus serupa terjadi di Jakarta ini. "Kita akan cek dan geledah (BPN Jaksel), kita akan ungkap semua," kata Sarjono.

POSISI KASUS - Sementara itu, ‎Ketua tim penyidik Seksi Tindak Pidana Khusus Kejari Jakarta Selatan Herlangga Wisnu Murdianto menjelaskan, ‎kasus ini terjadi pada tahun 1996. Saat itu PT Permata Hijau telah melaksanakan kewajiban penyerahan fasos (fasilitas sosial) dan fasum (fasilitas umum) terhadap lahan yang telah dibebaskan oleh PT Permata Hijau kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Penyerahan dilakukan melalui Pardjoko (alm) selaku Walikota Jakarta Selatan yang diketahui oleh Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Selatan pada waktu itu yaitu (alm) Sungkono. Tanah yang dimaksud adalah sebidang tanah yang terletak di Jln. Biduri Bulan/Jln. Alexandri III RT.008 RW.01 Kelurahan Grogol Utara, Kecamatan Kebayoran Lama, Jaksel.

"Bahwa dengan telah diserahkannya kewajiban fasos-fasum yang termasuk sebidang tanah tersebut, maka tanah tersebut telah menjadi aset pemerintah provinsi DKI Jakarta dan bukan milik perorangan," terang Herlangga.

Namun pada Juni 2014, tanah tersebut telah diterbitkan sertifikat Hak Guna Bangunan oleh Kantor Pertanahan Jakarta Selatan kepada pemegang hak yaitu Rohani cs. Sehingga dengan diterbitkannya sertifikat HGB tersebut telah beralih kepemilikan terhadap hak atas tanah tersebut menjadi milik perorangan dan mengakibatkan hilangnya aset Pemprov DKI Jakarta terhadap sebidang tanah tersebut.

Parahnya, ‎lanjut Herlangga, para pemegang hak yang namanya tertera dalam sertifikat HGB itu kemudian menjual sebidang tanah tersebut kepada AH dengan harga Rp15 juta per meter. Sehingga  jika ditotal nilainya kurang lebih Rp38 miliar. Penjualan itu dilakukan beberapa hari setelah terbit sertifikat HGB sehingga telah beralih pula kepemilikan tanah tersebut kepada AH. Tak hanya di situ, kata Herlangga, AH kembali menjual tanah tersebut kepada pihak ketiga.

Tim penyidik melihat penerbitan sertifikat HGB oleh Kantor Pertanahan Jakarta Selatan tersebut dilakukan dengan tidak sesuai mekanisme dan ketentuan yang berlaku, sehingga mengakibatkan hilangnya aset berupa tanah milik Pemprov DKI Jakarta. Akibat kasus ini, ditaksir telah menimbulkan kerugian negara sebesar Rp150 miliar dengan asumsi harga per meter tanah itu pada tahun 2016 sebesar Rp50 juta.

Atas dasar itu, ‎penyidik Kejari Jaksel telah melakukan pemanggilan terhadap saksi yakni Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Heru Budi Hartono, pejabat Kantor Pertanahan Jaksel tahun 2013 dan 2014, pihak PT Permata Hijau, Lurah Grogol Utara tahun 2011 dan 2014, dan Camat Kebayoran Lama tahun 2011. "Ada puluhan saksi yang telah kita periksa untuk menguatkan bukti yang kita miliki," tandas Herlangga.

BACA JUGA: