JAKARTA, GRESNEWS.COM - Putusan Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi yang menghukum Muhtar Ependy ternyata tidak berjalan mulus. Hakim Anggota III Sofialdy menyatakan perbedaan pendapat khususnya dalam dakwaan pertama Pasal 21 Juncto Pasal 64 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Ada dua hal yang menjadi dasar Sofialdy mempunyai pandangan berbeda dengan dakwaan tersebut. Pertama, mengenai ketidakhadiran Srino dalam perkara Akil Mochtar. Menurut Hakim Anggota III ini seharusnya Srino dihadirkan ke persidangan terlebih lagi Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menganggap pria berambut panjang tersebut merupakan salah satu saksi kunci.

"Pada 11 nov 2013, saksi Srino diperiksa penyidik KPK dan ketika itu ia mengatakan mengantar Muhtar membawa batik atau kemeja, tetapi Srino tidak pernah dihadirkan penuntut umum, padahal ia merupakan saksi kunci," kata Hakim Sofyaldi

Kemudian untuk alasan Hakim Sofiyaldi yang kedua mengenai para saksi yang tetap hadir dalam persidangan. Menurutnya, walaupun keterangan yang disampaikan berbeda, tapi para saksi seperti Romi Herton, Masyito serta Srino, dapat menghadiri persidangan.

Selain itu, perkara Akil juga berjalan lancar dan mantan Ketua MK itu juga dihukum maksimal sesuai tuntutan Jaksa yaitu seumur hidup. "Faktanya saksi-saksi telah hadir. Penyidikan dan penuntutan perkara Akil telah berjalan dan terlaksana sehingga tidak mengakibatkan Akil keluar (tahanan) demi hukum," cetusnya.

Untuk itu menurut Sofyaldi, Muhtar Ependy harus dibebaskan demi hukum dari dakwaan pertama mengenai mempengaruhi para saksi perkara Akil Mochtar yang sesuai Pasal 21 Juncto Pasal 64 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Meskipun begitu, Ketua Majelis Hakim Supriyono tetap menyatakan bahwa Muhtar bersalah dan dijerat dakwaan pertama. Alhasil, Muhtar tetap diganjar kurungan 7 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan.

"Menimbang oleh karena perbedaan pendapat sudah diupayakan dengan sungguh-sungguh dengan musyawarah mufakat tapi tidak tercapai, oleh karena itu (keputusan) dilakukan dengan suara terbanyak," kata Hakim Ketua Supriyono.

Usai sidang, Jaksa KPK Rini Triningsih menyampaikan tanggapannya mengenai dissenting opinion ini. Menurutnya, Pasal 21 itu sebenarnya tidak harus menimbulkan dampak atau akibatnya seperti Akil harus bebas. Tetapi, juga akibat ulah Muhtar itu proses persidangan menjadi berjalan lambat.

"Ini kan prosesnya juga terhambat jadi lebih lama, apabila saksi-saksi tidak dipengaruhi ME (Muhtar Ependy-red) otomatis kan berjalan lebih singkat lagi, lebih singkat lagi. Dengan begitu jadi lebih lama," ucap Jaksa Rini kepada wartawan.

Sedangkan mengenai ketidakhadiran Srino, menurut Jaksa Rini hal itu karena pada saat perkara Akil, Srino masih dipengaruhi oleh Muhtar Ependy. Sehingga, keterangannya tentu sangat sulit untuk mendukung dalam menjerat Akil.

"Pertimbangannya di Akil karena kan enggak mendukung itu, keterangannya di pengaruhi waktu diperiksa di perkara ME dia baru ngaku dipengaruhi. Ngapain kita hadirkan kalau tidak mendukung," sambungnya.

BACA JUGA: