JAKARTA,GRESNEWS.COM - Kejaksàan Tinggi DKI Jakarta mendalami keterlibatan para direksi dalam kasus pembobolan Bank DKI Jakarta oleh PT Likotama senilai Rp230 miliar. Pembobolan bank dengan modus pemberian kredit fiktif itu diduga atas persetujuan dewan direksi Bank BUMD DKI Jakarta.

Hingga Maret 2016 penyidik telah menetapkan empat tersangka. Diantaranya tiga pegawai Bank DKI dan satu pihak swasta. Mereka adalah Gusti Indra Rahmadiansyah, pimpinan Divisi Risiko di Grup Manajemen Risiko Bank DKI. Dia ditetapkan tersangka pada 29 Januari 2016. Lalu, Dulles Tampubolon, selaku Group Head Kredit Komersial Korporasi Bank DKI. Ia ditetapkan tersangka pada 16 Januari 2016. Kemudian Hendri Kartika Andri, Account Officer Korporasi Bank DKI yang ditetapkan tersangka sejak 16 Januari 2016. Satu lainnya dari pihak swasta yakni Supendi. Keempatnya kini dalam penahanan pihak Kejaksaan Tinggi DKI.

Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Sudung Situmorang mengatakan, penyidik akan terus mengembangkan keterlibatan pihak lain termasuk keterlibatan direksi bank milik Pemprov DKI ini. Sebab dari keterangan saksi dan bukti, pencairan kredit sebesar Rp230 miliar sepengetahuan direksi. "Kita kembangkan juga ke atasnya (direksi) kita masih menunggu hasil penyidikan," kata Sudung usai bertemu Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Arminsyah, Rabu malam, (23/3).

Sudung menegaskan siapa pun pihak yang diduga terlibat kasus ini akan diperiksa. Namun untuk pengembangan kasus ini penyidik tidak akan serampangan. Penyidik akan tetap berpatokan pada alat bukti yang ada.

Sebab kasus pembobolan Bank DKI Jakarta yang terjadi pada 2013 silam itu berimbas pada kesehatan Bank DKI. Terkait atau tidak, kasus kredit fiktif berimbas besar kesehatan bank-nya. Faktanya, persentase kredit macet atau nonperforming loan (NPL) Bank DKI meningkat. Pada kuartal pertama 2015, kredit macet Bank DKI hampir menyentuh 5 persen atau Rp 1,3 triliun, meningkat dibandingkan kuartal pertama tahun lalu yang hanya 2 persen.

Sementara itu Corporate Secretary Bank DKI Zulfarshah mengatakan pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada proses hukum yang saat ini sedang disidik Kejati DKI Jakarta. Namun ia mengakui hingga saat ini belum ada pemanggilan untuk para direksi.

POSISI KASUS - Kasus pembobolan Bank DKI ini tercium oleh penyidik Kejaksaan Tinggi DKI. Pada Juni 2015, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI saat itu,  Adi Toegarisman, telah meningkatkan status penanganan perkaranya ke tahap penyidikan, berdasarkan Surat Perintah Penyidikan, atau Sprindik nomor /0.1/Fd.1/06/2015 tanggal 24 Juni 2015.

Kasus ini terjadi saat PT Likotama Harum sebagai nasabah Bank DKI, mengajukan kredit penambahan plafon modal kerja Rp230 miliar. Permohonan kredit itu disertai dengan agunan berupa aset kantor senilai Rp130 miliar dan jaminan asuransi pada Jasindo Rp 10 miliar. Dalam pengajuan kredit tertanggal 18 April 2013 tersebut, PT Likotama Harum minta tenggat waktu pengembalian selama satu tahun. Terhitung sejak 6 Juni 2013 sampai 6 Juni 2014. Pemberian kredit modal kerja tersebut untuk menggarap pekerjaan pembangunan jembatan Selat Rengit, Kepulauan Meranti, Riau senilai Rp 212 miliar.

Dana kredit itu juga rencananya untuk membiayai pembangunan pelabuhan di kawasan Dorak, Selat Panjang, Riau Rp 83,5 miliar, untuk pembangunan Gedung RSUD Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah dan pengadaan konstruksi bangunan sisi utara Kabupaten Paser, Kalimantan Timur Rp389,9 miliar.

Proposal permohonan kredit tersebut ditangani Bank DKI melalui Group Komersial Korporat (GKK) dan Group Resiko Kredit (GRK). Bank DKI juga mendasari pemberian kredit dengan merujuk Buku Pedoman Perusahaan (BPP) Kredit nomor 425 tanggal 30 Desember 2010. Penetapan kredit Likotama Harun ini dilakukan oleh Dewan Direksi beserta Direktur Utama Bank DKI saat itu.

Berdasarkan hasil penyelidikan jaksa, pencairan kredit kerja yang diterima Likotama Harum, justru dipakai untuk mensuplai dana pekerjaan yang digarap perusahaan lain. Termasuk  PT Likotama menyalurkan dana hasil pencairan kredit di Bank DKI kepada pihak lain. "Ini kan jelas menyalahi ketentuan," kata Adi saat itu.

Setelah diteliti, pengalihan pekerjaan dari PT Likotama Harum kepada PT Mangkubuana Hutama Jaya juga tidak selesai. Dalam penyelidikan, jaksa menemukan adanya dugaan penyimpangan terkait tidak adanya upaya Bank DKI mengklaim asuransi yang dijadikan agunan kredit.

BACA JUGA: