JAKARTA, GRESNEWS.COM - Keterkaitan hubungan antara Bendahara Umum Muhammad Nazaruddin dengan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum kembali terungkap dalam persidangan. Salah satu saksi, yaitu Aswin Manwatara mengatakan pernah menjual tanah dan Anas lah yang pertama kali mendatanginya.

Belakangan, nama yang tertera dalam Akta Jual Beli (AJB) atas tanah tersebut adalah Mujahidin Nur Hasyim yang merupakan adik kandung Nazaruddin yang merupakan rekan separtai Anas. Aswin saat itu adalah pemilik tanah di daerah Pancoran seluas 4.944 m2.

Awalnya, Jaksa KPK Kresno Anto Wibowo menanyakan perihal pembelian tanah ini yang diduga berasal dari Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). "Siapa pembelinya? Tahu?" tanya Jaksa Kresno, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (16/3).

Nazar, memang terjerat kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam pemberian saham Garuda sekitar Rp300 miliar. Selain membeli saham Garuda, Nazar juga membeli beberapa saham perusahaan lainnya seperti Gudang Garam, Krakatau Steel, Bank Negara Indonesia, dan Bank Niaga.

Kembali ke pembelian tanah itu, Aswin mengaku tahu siapa pembelinya. "Pertama yang datang melalui broker, Anas Urbaningrum. Kemudian sepakat dipertemukan dengan Pak Nazaruddin," kata Aswin.

Aswin menceritakan, pada awalnya ia ingin menjual tanah dan bangunan warisan dari orang tuanya itu sebesar Rp15 miliar. Tetapi setelah proses negoisasi, akhirnya disepakati pembelian itu berkurang Rp2 miliar menjadi Rp13 miliar.

Pembayaran atas pembelian tanah itu pun dilakukan secara mengangsur sejak 2009 hingga Juli 2010. Sayangnya Aswin mengaku tidak mengetahui nama yang tertera dalam AJB itu. "Bukan (Nazar-red), saya lupa," tutur Aswin. Diketahui nama yang tertera adalah Mujahidin Nur Hasyim, adik Nazar.

Nazaruddin, dalam surat dakwaan dikatakan membeli tanah dan bangunan milik Aswin dan beberapa saudaranya selaku ahli waris Abdul Karim di daerah Pancoran melalui Mujahidin Nur Hasyim. Dan nama Nur Hasyim memang tertera di AJB melalui notaris Enny Nurillah.

Nazar pun berusaha menyembunyikan asal usul pembelian tanah itu dengan mengatasnamakan orang lain. Selain itu, Nazar melalui saudaranya yang lain Muhammad Nasir membuat akta pembatalan jual beli dengan cara mengalihkan hak terhadap tanah dan bangunan Nomor 42 tanggal 31 Desember 2012. Akta pembatalan itu dibuat Notaris Widyatmoko agar seolah-olah tidak terjadi pembelian.

Sayangnya, Aswin mengklaim tidak pernah mengetahui adanya pembatalan pembelian. Menurutnya, dia baru mengetahui hal tersebut saat menjadi saksi dalam proses penyidikan kasus Nazar di KPK.

Dia mengisahkan, saat itu penyidik menunjukkan Akta Pembatalan Jual Beli lengkap dengan tanda tangan dari semua ahli waris ayahnya, Abdul Karim. Namun, dia mengaku tidak pernah menandatangani akta pembatalan tersebut. "Ditunjukkan, tanda tangan kami semua dipalsukan," tutur Aswin.

HUBUNGAN ANAS DAN NAZAR - Nazaruddin memang berkali-kali menyebut bahwa Anas Urbaningrum adalah bosnya. Nazar bahkan menyebut otak dari korupsi Proyek Pembangunan Pusat Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang salah satunya adalah Anas. Tetapi berkali-kali juga Anas membantah hal tersebut.

Nazar dan Anas kala itu merupakan kawan dekat. Tetapi sejak terbongkarnya kasus korupsi Wisma Atlet, hubungan keduanya pun merenggang bahkan cenderung memanas. Nazar sepertinya tidak ingin terjerat kasus itu sendirian dan melempar bola panas ke berbagai pihak termasuk Anas.

Nazar menyebut Anas mendapat mobil Harrier dari pihak PT Adhi Karya untuk mempermulus proyek Hambalang. Selain itu, uang korupsi ini juga digunakan sebagai dana pemilihan Anas sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.

Tetapi Anas membantah hal tersebut. Ia justru berpendapat ada pihak lain yang mempunyai kepentingan untuk menjatuhkan dirinya. "Saya kira itu memang tugasnya Nazar, yang saya tahu memang Nazar ditugaskan untuk fungsi seperti itu baik di persidangan, pemeriksaan, maupun di depan media," tutur Anas di Pengadilan Tipikor, Selasa 13 Mei 2014 lalu.

Meskipun saling menuding dan membantah, tetapi keduanya telah terbukti bersalah melakukan korupsi di Pengadilan Tipikor. Nazar dihukum selama 4 tahun 10 bulan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta dan diperberat oleh Mahkamah Agung menjadi 7 tahun karena terbukti dalam korupsi pembangunan Wisma Atlet di Palembang. Dan kali ini ia masih harus mempertanggungjawabkan kasus lain yaitu pencucian uang di Pengadilan Tipikor.

Sedangkan Anas, terbukti bersalah dalam proyek hambalang dan dihukum selama 8 tahun. Tetapi di Mahkamah Agung hukuman itu diperberat menjadi 14 tahun dan uang pengganti Rp57 miliar. Anas dianggap terbukti bersalah melakukan korupsi dalam proyek Hambalang.

BACA JUGA: