JAKARTA,GRESNEWS.COM - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan banding atas putusan Dasep Ahmadi oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Putusan majelis hakim Tipikor tersebut dinilai tak tepat dan kurang teliti. Khususnya putusan tidak terbuktinya perbuatan bersama-sama sebagaimana pasal 55 ayat 1 ke-1 yang menyeret nama mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah menyampaikan tim jaksa penuntut umum masih akan mengkaji putusan tersebut. Jaksa menunggu salinan putusan Direktur PT Sarimas Ahmadi Pratama (SAP). Alasan tak terbuktinya Pasal 55 karena Dahlan Iskan tak pernah hadir menjadi saksi di persidangan.

"Jaksa sudah meminta untuk dihadirkan, tapi pengadilan tetap minta bacakan aja. Mana bisa hakim menggali bahwa tidak melibatkan Dahlan Iskan, Ini yang perlu dipertanyakan," kata Arminsyah di Kejaksaan Agung, Selasa (15/3).

Jaksa penyidik masih berkeyakinan dugaan keterlibatan Dahlan Iskan dalam kasus pengadaan 16 mobil listrik. Keterlibatan Dahlan sebagai orang yang mengenalkan Dasep kepada direksi tiga BUMN, BRI, PGN dan Pertamina. Dasep dikenalkan sebagai satu-satunya orang yang bisa membuat mobil listrik di Indonesia. Apalagi Dasep masuk kelompok Pandawa Putra Petir binaan Dahlan sebagai pembuat listrik.

"Kami akan baca lebih teliti putusannya, yang jelas kami pertanyakan dan kami akan banding," tegas Arminsyah.

Seperti diketahui, putusan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menyebutkan mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan tak terlibat dalam kasus korupsi pengadaan mobil listrik. Ketua Majelis Hakim Arifin dalam amar putusannya menyampaikan hingga persidangan di pengadilan tingkat pertama ini berakhir majelis hakim belum menemukan bukti yang cukup atas keterlibatan Dahlan terkait perkara ini.

"Sejauh ini majelis hakim belum mendapat bukti yang cukup atas fakta hukum bahwa saksi Dahlan Iskan melakukan perbuatan bersama-sama terdakwa Dasep Ahmadi memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang mengakibatkan kerugian negara," kata Hakim Ketua Arifin di Pengadilan Tipikor, semalam.

Apalagi, kata Arifin, dalam proses persidangan, penuntut umum belum pernah menghadirkan Dahlan Iskan untuk didengar keterangannya terkait perbuatan pidana yang dilakukan oleh Dasep maupun Dahlan. Padahal, jaksa bertugas untuk membuktikan surat dakwaan yang menjadi dasar untuk menyeret seseorang di persidangan.

Atas dasar itulah majelis berpendapat bahwa surat dakwaan penuntut umum yang mengatakan Dasep Ahmadi melakukan perbuatan korupsi bersama-sama dengan Dahlan Iskan dianggap tidak mempunyai bukti yang cukup. Selain itu keterlibatan Dahlan sangat sulit dibuktikan.

"Karena pengadaan 16 unit mobil listrik untuk konferensi APEC tersebut adalah perjanjian yang disepakati oleh terdakwa Dasep Ahmadi dan tiga perusahaan yang bersedia menjadi sponsorship yaitu PT PGN, PT BRI dan PT Pertamina sebagaimana diuraikan di atas," jelas Hakim Arifin.

Tak hanya penuntut umum, majelis hakim juga mementahkan pendapat penasehat hukum Dasep yang menyebut bahwa surat dakwaan terhadap kliennya hanya menjadi pintu masuk untuk menjerat Dahlan Iskan. Sebab menurut Hakim Ketua Arifin, penuntut umum telah bekerja dalam melaksanakan tugasnya secara proporsional.

"Sehingga kembali Majelis Hakim menyatakan perbuatan bersama-sama sebagaimana Pasal 55 Ayat 1 ke-1 dalam perkara a quo tidak terpenuhi secara sah dan meyakinkan," pungkas Hakim Arifin.

DASEP BANDING - Dahlan selamat dari jerat hukum. Namun Dasep tetap terbukti bersalah. Dasep dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) Juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 sebagaimana dakwaan primer.

Hakim berpendapat, apa yang dilakukan Dasep telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dengan memperkaya diri sendiri, korporasi dan orang lain. Karena itu, majelis menghukumnya dengan pidana penjara selama 7 tahun dan denda Rp200 juta subsidair 3 bulan penjara.

"Menyatakan terdakwa Dasep Ahmadi terbukti bersalah melakukan korupsi secara melawan hukum merugikan keuangan negara memperkaya diri sendiri, orang lain dan korporasi," kata Hakim Ketua Arifin.

Selain itu, Dasep juga dikenakan pidana tambahan harus membayar uang pengganti sebesar Rp17,18 miliar. Bila tidak membayar dalam satu bulan setelah putusan ini berkekuatan hukum tetap (inkracht), maka harta bendanya akan disita untuk negara. Bila belum cukup, maka Dasep akan menjalani pidana tambahan selama 2 tahun.

Baik Dasep maupun pengacaranya tampak tidak terima atas putusan majelis hakim. Mereka berencana untuk mengambil langkah hukum selanjutnya yaitu banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. "Karena melebihi dari setengah (dari tuntutan-red) maka kami sepakat dengan terdakwa bahwa kami akan mengajukan banding," kata pengacara Dasep, Vidi Galenso Syarief.

Jaksa dan Dasep sama-sama menyatakan banding. Dalam sejumlah kasus korupsi, putusan tingkat banding malah memperberat hukuman. Seperti banding terdakwa mantan Kadishub DKI Jakarta Udar Pristono. Hukuman diperberat dari 5 tahun penjara menjadi 9 tahun penjara.

Apalagi dalam kasus ini mobil listrik buatan Dasep terbukti banyak aturan yang dilanggar. Misalnya, Dasep tidak memiliki sertifikat keahlian dalam pembuatan mobil listrik, belum mempunyai hak cipta, paten, merek, serta belum pernah membuat mobil listrik model executive car.

Mobil listrik buatan Dasep ternyata hanya hasil modifikasi body yang dibuat oleh karoseri PT Aska Bogor dan PT Delima Bogor, serta chasis merek Hino. Dasep juga membeli mobil Toyota Alphard tahun 2005 dengan harga sekitar Rp300 juta dan mobil dimodifikasi oleh PT Rekayasa Mesin Utama yang berlokasi di Bogor dan transmisi dimodifikasi oleh Dasep sendiri di Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Dalam pelaksanaan, PT SAP hanya mampu membuat tiga unit kendaraan yang terdiri dari satu unit electric bus dan dua unit executive electric car serta belum memenuhi syarat teknis berdasarkan surat Dirjen Perhubungan Darat tanggal 3 Oktober 2013. Sementara, dana proyek dari tiga BUMN telah dicairkan sebanyak Rp28,9 miliar.

Sejauh ini, status Dahlan Iskan masih sebagai saksi. Selain Dasep Ahmadi, jaksa juga telah menetapkan Agus Suherman (Kabid Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Kementerian BUMN), yang kini Dirut Perum Perikanan, sebagai tersangka.

BACA JUGA: