JAKARTA, GRESNEWS.COM - Otto Cornelis (OC) Kaligis tidak berdiam diri seusai dituntut tim Jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan hukuman pidana 10 tahun. Pengacara senior ini melakukan serangan balasan yang dinyatakan dalam nota pembelaan atau yang lazim disebut pledoi.

Dalam pledoi pribadinya, Kaligis kembali menyebut bahwa surat tuntutan Jaksa KPK dibuat dengan penuh kedengkian. Ungkapan ini memang pernah diutarakan Kaligis sesuai jaksa membacakan surat tuntutannya pada pekan lalu.

Menurut Kaligis, dalam konstruksi tuntutan Jaksa, ia didakwa bersama-sama dengan Tripeni Irianto Putro, Dermawan Ginting, Amir Fauzi yang ketiganya merupakan hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Medan. Selain itu, ada juga nama Syamsir Yusfan selaku panitera PTUN, Medan.

Kemudian, ada juga nama Gubernur Sumatera Utara nonaktif Gatot Pujo Nugroho beserta istrinya Evy Susanti. Disamping itu muncul juga nama Mohammad Yagari Bhastara Guntur atau Gary yang merupakan anak buah OC Kaligis.

Kaligis mengaku aneh atas tuntutan tersebut. Sebab, Tripeni yang didakwa selaku penerima suap malah dituntut jauh lebih ringan, yaitu 4 tahun. Sedangkan dirinya selaku penyuap dituntut jauh lebih berat dua kali lipat lebihi yakni selama 10 tahun penjara.

Menurut Kaligis terlihat janggal sebab dalam perkara lain, para penegak hukum justru dituntut jauh lebih berat daripada pihak penyuap. "Jika mengikuti konstruksi tuntutan jaksa, maka dengan dituntutnya Hakim Tripeni selama 4 tahun, seharusnya saya dituntut selama dua tahun. Demikian juga halnya terjadi dalam perkara Jaksa Urip dan Artalyta, Urip dituntut 10 tahun sedangkan Artalyta dituntut 5 tahun," ujar Kaligis, Rabu (25/11).

Namun Kaligis tampaknya tidak memperhatikan bahwa Urip yang dimaksud yaitu Urip Tri Gunawan adalah seorang jaksa sedangkan Tripeni adalah seorang hakim. Dakwaan yang disematkan kepada Artalyta Suryani selaku pemberi suap juga berbeda dengan OC Kaligis.

Artalyta didakwa dengan Pasal 5 ayat (1) yang ancaman hukumannya maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp250 juta. Sedangkan Kaligis, terjerat Pasal 6 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang ancaman pidanya 15 tahun dan denda Rp750 juta.

TEKANAN JAKSA - Dalam pledoinya, Kaligis juga meminta agar Majelis Hakim tidak terpengaruh kepada surat dakwaan ataupun surat tuntutan bahkan kesaksian yang menurutnya hanya didasarkan tekanan jaksa semata. Hakim, menurut Kaligis, harus bisa terbebas dari segala kepentingan lainnya.

Jika tidak menurutnya, para hakim sama saja dengan dirinya yang menjadi terdakwa. "Majelis hakim yang mulia, kita sama-sama terdakwa, kita sama-sama terpenjara. Berapa lama hakim-hakim yang mulia memeriksa, mengadili tindak pidana korupsi di pengadilan ini? 1? 2? 3? 5 tahun? berapa tahun pun itu hakim sudah terpenjara oleh kekuasaan untuk menghakimi," tutur Kaligis.

Menurut Kaligis, secara khusus dalam sidang yang mulia, bahwa para hakim dengan entitas kekuasaan yang dimiliki berusaha menghakiminya. Entitas sendiri berarti sesuatu yang memiliki keberadaan yang unik dan berbeda, walaupun tidak harus dalam bentuk fisik.

Kaligis melanjutkan, pada saat bersamaan entitas kekuasaan hukum itu yang bisa dibentuk siapa saja yang punya kekuasaan dan pengaruh terhadap media massa. Kemudian, entitas lembaga swadaya masyarakat yang mengaku antikorupsi dan bahkan entitas KPK yang menghendaki siapa saja yang sudah ditangkap dan ditetpkan sebagai tersangka harus dihukum, juga mengadili para hakim.

"Saya percaya yang mengaitkan hal itu tidak pernah ikut persidangan, tidak pernah membaca Berita Acara Persidangan (BAP) dan tidak berdasarkan fakta-fakta persidangan," ujar Kaligis.

Ia menandaskan, entitas kekuasaan ini memang tidak perlu lagi mengikuti persidangan karena sering kali memboroskan tenaga dan waktu. Karena entitas kekuasaan ini sudah membuat keputusan sendiri berdasarkan opini dan persepsi sendiri.

"Siapapun yang ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka di KPK orang itu bersalah dan majelis hakim harus mengikuti hal yang sama untuk menyatakan orang itu bersalah," tutur Kaligis.

MINTA PEMBEBASAN - Hampir setiap terdakwa dalam saat membacakan nota pembelaannya meminta majelis hakim mengabulkan permintaannya dan menuntut supaya bebas dari hukuman. Sama halnya dengan Kaligis yang meminta hakim pimpinan Sumpeno membebaskan dirinya dari segala dakwaan.

Namun sebelum menyatakan hal itu, ia kembali mengkritik jaksa yang menurutnya tebang pilih dalam menjatuhkan tuntutan. Menurut Kaligis, meskipun ia "sepaket" dengan perkara lain khususnya Gary, Tripeni, Dermawan Ginting, dan juga Amir Fauzi, ia yakin bahwa dirinya lah yang akan dihukum lebih berat.

"JPU KPK telah tebang pilih, saya yakin walaupun perkara saya satu paket dengan tripeni iriatno putro dan Gary, mereka semua dituntut tidak lebih dari 5 tahun," cetusnya.

Kaligis menuding, bahwa KPK tidak hanya menginginkan kematian dirinya yang saat ini sudah berusia 74 tahun. Tetapi, lembaga superbody ini juga ingin melumpuhkan kantor dan juga para pengacara yang bekerja dengannya.

Dan terakhir, barulah ia meminta hakim untuk membebaskan dirinya dari segala perkara yang didakwakan. "Menyatakan Otto Cornelis Kaligis tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan tindak pidana yang didakwakan baik dalam dakwaan kesatu maupun kedua," ujar Kaligis.

"Mengembalikan kemampuan, harkat, martabat dan nama baik Otto Cornelis Kaligis dan membuka semua rekening yang diblokir. Semoga penegak hukum tahu saya bukan pencuri uang negara," sambung Kaligis menutup pledoinya.

TUNTUTAN HUKUMAN TAK MAKSIMAL - Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman cukup berat kepada pengacara senior Otto Cornelis (OC) Kaligis yaitu pidana penjara 10 tahun.

Tak hanya itu, jaksa juga meminta Kaligis membayar denda Rp500 juta dan jika tidak dibayar maka harus diganti dengan pidana penjara empat bulan. Sebab menurut jaksa, Kaligis terbukti memberi suap kepada para hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan serta paniteranya.

Pihak yang disuap Kaligis mulai dari Ketua PTUN Tripeni Irianto Putro yang ketika itu menjadi Ketua Majelis sebesar US$15 ribu dan SGD5 ribu. Kemudian dua hakim anggota Dermawan Ginting US$5 ribu dan juga Amir Fauzi US$5 ribu.

Uang suap itu dalam pengajuan gugatan pemanggilan para staf Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yaitu Ahmad Fuad Lubis dan Sabrina perihal dugaan korupsi dana Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Daerah Bawahan (BDB), dan juga beberapa dana lain yang dianggarkan dalam APBD.

"Menyatakan terdakwa Profesor Doktor Otto Kornelis Kaligis, Sarjana Hukum, Magister Hukum, terbukti secara sah dan meyakinkan sesuai dakwaan pertama Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1, Juncto Pasal 64 KUHPidana. Menjatuhkan pidana pidana penjara 10 tahun dan denda Rp500 juta subsider kurungan pengganti 4 bulan," kata Jaksa KPK Yudi Kristiana, Rabu (18/11).

Jika dilihat dari ancaman hukuman dalam pasal tersebut, hukuman yang diminta jaksa memang belum maksimal. Sebab, dalam Pasal 6 ayat (1) yang mengatur tentang perbuatan suap kepada hakim, ancaman hukuman maksimalnya adalah 15 tahun dan denda Rp750 juta.

BACA JUGA: