JAKARTA, GRESNEWS.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHP Kada) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng). Persidangan yang dipimpin oleh Hakim Anwar Usman kali ini mengagendakan tanggapan atas gugatan pasangan calon (Paslon) nomor urut 2, Willy M. Yoseph dan Muhammad Wahyudi K. Anwar.

Kuasa hukum pasangan calon gubernur Kalteng terpilih Sugiyanto Sabran-Habib Said Salim, Didi Supriyanto membantah dalil permohonan pemohon yang menyatakan telah terjadi praktek politik uang (money politic) dalam proses pemilihan calon gubernur dan wakil gubernur Provinsi Kalteng pada 27 Januari 2016.

Menurutnya, tudingan itu tidak disertai fakta di lapangan. Pasangan calon Willy-Wahyudi pernah melaporkan dugaan praktek politik uang yang dilakukan oleh tim sukses pasangan Sugiyarto-Habib ke Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Provinsi Kalteng tetapi, laporan itu dinyatakan tidak benar alias tidak terbukti oleh Panwaslu Provinsi Kalteng.

"Sehingga kami menilai tuduhan pemohon dalam perkara ini tidak memiliki dasar hukum dan mengada-ada," kata Didi Supriyanto di muka persidangan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (25/2).

Selain itu, ia juga memaparkan, hasil perolehan suara Pilgub Kalteng antara paslon nomor urut 1 dan nomor urut 2 terpaut jauh diatas ambang batas persentase selisih perolehan suara sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Pasal 158 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada).

Menurut Didi, jumlah penduduk Provinsi Kalteng sekitar 2.447.427 jiwa. Sementara, perolehan suara pasangan calon nomor urut 1, Sugiyanto - Habib Said adalah 518.895 suara, dan perolehan suara pasangan calon nomor urut 2, Willy - Wahyudi (pemohon) sejumlah 488.218 suara.

"Selisih perolehan suara antara pemohon dengan kami adalah sebanyak 30.677 suara atau ekuivalen dengan 5,91 persen," jelasnya.

Hal yang sama juga disampaikan oleh, calon gubernur terpilih Sugiyanto Sabran yang turut hadir dalam persidangan. Ia menyatakan, dalil pemohon yang mengatakan bahwa pihaknya melakukan intimidasi kepada masyarakat pemilih dan melakukan politik uang tidak benar. Tudingan itu mengada-ada dan cenderung dipaksakan.

"Justru ketika masa tenang kemarin, yang masif melakukan gerilya kampanye itu pasangan calon Willy - Wahyudi. Bayangkan, hampir seluruh kader-kader terbaik PDIP dari pulau Jawa diturunkan jelang pencoblosan sampai penghitungan suara," ungkapnya.

Kendati demikian, ia mengaku tidak akan mempersoalkan mobilisasi kader partai itu ke MK, karena ia menyadari bahwa itu bukan ranah MK untuk menangani laporan-laporan terkait dengan dugaan pelanggaran pemilu selama pilkada berlangsung.

Ia pun berharap kepada Mahkamah dapat melihat dalil permohonan para pemohon dengan objektif. Termasuk syarat sah untuk dilanjut atau tidaknya sebuah gugatan PHP Kada.

Sejauh ini, lanjutnya, MK telah menangani sekitar 147 perkara PHP Kada. Dari total 147 perkara itu, mayoritas perkara yang masuk ke MK itu ditolak hakim MK karena tidak masuk batas persentase selisih perolehan suara maksimal dua persen.

"Saya harap Mahkamah dapat mengambil keputusan dengan seadil-adilnya sesuai dengan yurisprudensi dalam persidangan yang sudah-sudah dengan menolak permohonan pemohon yang tidak memiliki legal standing itu,"
ujarnya.

BATALKAN PERMOHONAN PEMOHON - Bantahan terhadap gugatan PHP Kada yang diajukan oleh pasangan calon Willy - Wahyudi pun disampaikan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Kalteng. Kuasa hukum KPU Kalteng Ali Nurdin mengatakan dalil permohonan para pemohon yang menyatakan bahwa pilkada susulan yang dilakukan di KalTeng sebagai proses demokrasi yang tidak memiliki landasan hukum (inkonstitusional) adalah dalil yang keliru.

Hal itu disampaikan oleh Ali untuk menanggapi argumentasi kuasa hukum para pemohon Rahmadi G. Lentam pada persidangan pendahuluan pada hari Senin (22/2) lalu. Sebelumnya Rahmadi mengatakan berdasarkan Pasal 201 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada (UU Pilkada) juncto PKPU Nomor 2 Tahun 2015 menyatakan pelaksanaan Pemilihan calon Gubernur dan Wakil Gubernur (Pilkada) di Provinsi Kalimantan Tengah seharusnya dilaksanakan pada 9 Desember 2015 lalu secara serentak.

Ia menilai, pelaksanaan Pilkada susulan di Kalteng yang dilaksanakan pada 27 Januari lalu pada dasarnya telah bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Menurut Ali, pelaksanaan pemilihan gubernur (Pilgub) Kalteng sudah berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Karena, Pilgub Kalteng baru bisa dilakukan pada tanggal 27 Januari 2016 lalu, lantaran harus menunggu putusan dari MA terkait dengan proses Kasasi yang diajukan oleh KPU RI terhadap putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) DKI Jakarta terkait dengan gugatan yang dilakukan oleh pasangan calon nomor urut 3, Ujang Iskandar-Jawawi.

"Pilkada susulan itu terjadi karena menunggu putusan inkracth dari pengadilan, dan hal itu telah diatur dalam undang-undang pilkada," jelas Ali di gedung MK.

Dengan demikian, ia pun menyatakan bahwa permohonan yang disampaikan oleh pasangan Willy - Wahyudi tidak memiliki landasan hukum dan bukan merupakan kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengabulkannya.

"Kami meminta agar Mahkamah menolak permohonan pemohon," kata Ali menegaskan isi petitumnya.

Diketahui sebelumnya, pasangan calon Willy-Wahyudi mengajukan gugatan PHP Kada Gubernur Kalteng. Dalam persidangan sebelumnya, kuasa hukum para pemohon Rahmadi mempersoalkan aturan penetapan Pilgub susulan untuk Provinsi Kalteng. Menurut para pemohon, KPU selaku penyelenggara pilkada tidak pernah mengeluarkan surat keputusan atau Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) terkait dengan pelaksanaan pilkada susulan dilima daerah, khususnya Provinsi Kalteng.

Para pemohon menggunakan dalil Pasal 122 ayat 1 UU Pilkada yang menyatakan, pelaksanaan Pemilihan lanjutan dan pemilihan susulan dilaksanakan setelah penetapan penundaan pelaksanaan Pemilihan diterbitkan.

Selain itu, dalam Pasal122 ayat 3 juga mengatur tentang penetapan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur lanjutan atau Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur susulan dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) atas usulan KPU Provinsi.

"KPU nya sendiri tidak menerbitkan PKPU yang bersifat khusus terkait dengan pemilihan susulan di Kalteng. Itu berarti KPU telah merampas kewenangan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan ini berarti inkonstitusional," tegasnya.

Sehingga ia meminta kepada Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan keputusan KPU Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 04/KPTS/KPU-Prov-020/2016 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Perolehan Suara Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Tengah 2015 susulan tanggal 6 Februari 2016 lalu yang memenangkan pasangan calon Sugiyanto-Habib sebagai gubernur terpilih Provinsi Kalimantan Tengah.

BACA JUGA: