JAKARTA, GRESNEWS.COM - Setelah dua tahun akhirnya penyidik Kejaksaan Agung menahan satu tersangka dugaan korupsi perkara pembangunan T-Tower Bank Jawa Barat-Banten (BJB), Wawan Indrawan, mantan Kepala Divisi Umum Bank BJB. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Tony Tribagus Spontana mengatakan penahanan tersangka sudah sesuai dengan UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Penahanan juga karena dikhawatirkan tersangka melarikan diri dan menghilangkan barang bukti.

"Penyidik menganggap cukup bukti untuk melakukan penahanan terhadap Wawan. Dia ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung selama 20 hari ke depan," kata Tony di Jakarta, Senin (30/3).

Menurut Tony, dalam perkara yang diduga merugikan keuangan negara sekitar Rp 217 miliar itu, penyidik juga mengagendakan pemeriksaan terhadap tersangka lainnya, yakni Direktur Comtalindo Lintasnusa Perkasa (CLP) Tri Wiyasa. Namun, Tri tidak hadir memenuhi panggilan penyidik tanpa keterangan. Tri Wiyasa juga bakal ditahan.

Tony mengatakan, tim penyidik akan mengirimkan kembali surat pemanggilan terhadap Tri. Namun Jika dalam pemanggilan berikutnya Tri kembali tidak hadir tanpa memberikan alasan, maka penyidik akan melakukan upaya jemput paksa. "Jika tetap mangkir, tentu tim penyidik dapat melakukan upaya paksa," ujarnya.

Sementara itu, usai merampungkan pemeriksaan di Gedung Bundar Kejagung, Wawan Indrawan enggan berkomentar seputar penahanannya. Dengan kawalan petugas, Wawan pun langsung menaiki mobil tahanan yang menjemputnya.

Kasus dugaan korupsi ini bergulir sejak 2013. Mulanya perkara ini disidik oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat. Namun lantaran jumlah uang yang diduga dikorupsi sangat besar, maka diambil alih oleh Kejagung, sejak 2014.

Meski begitu, Kejagung tidak mudah untuk melengkapi berkas perkara (P21) ini. Berkas sempat bolak-balik dari penyidikan ke penuntutan selama satu tahun terakhir. Alhasil Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) R Widyopramono mengeluarkan nota dinas, agar kasus itu segera dituntaskan.

Praktik lancung ini berawal saat manajemen Bank BJB setuju membeli 14 dari 27 lantai T-Tower yang akan dibangun di Jalan Gatot Subroto Kaveling 93, Jakarta sebagai Cabang Khusus BJB di Jakarta, pada 2006. Lahan ini milik PT Comtalindo yang bergerak di bidang teknologi informasi.

Tim BJB, lalu menegosiasilan dengan Comtalindo dan sepakat harga tanah sebesar Rp 543,4 miliar. Kemudian Bank pelat merah itu, membayar uang muka sebesar Rp 217, 36 miliar atau 40 persen dari nilai proyek, pada 12 November 2012. Sisanya dicicil sebesar Rp 27,17 miliar per bulan selama setahun.

Seiring perjalanannya, harga tanah ternyata digelembungkan (mark up) sehingga pembayaran uang muka dinilai menyalahi perundangan. Akibat perbuatan ceroboh manajemen Bank BJB itu, negara mengalami kerugian sekitar Rp 217 miliar.

BACA JUGA: