JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pakar Hukum Tata Negara Lintong Siahaan menilai putusan Mahkamah Partai Golkar (MPG) tidak lazim seperti pada umumnya peradilan profesional. Ketidaklaziman dalam putusan itu menurut Lintong karena tidak disertai identitas, duduk perkara, pertimbangan hukum hingga rincian diktum.

Munculnya putusan seperti itu menurut Lintong yang merupakan saksi ahli dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly dan kubu Agung Laksono ini, bisa jadi karena dihasilkan oleh orang pandai yang bukan berlatar belakang hakim karir. Meski demikian, menurutnya, putusan itu tetap dapat dipahami dan dikategorikan menjadi sebuah putusan yang sah atas sebuah perkara.

Dengan demikian, kata Lintong, Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly, yang mengesahkan kepengurusan DPP Partai Golkar hasil Munas Ancol yang dipimpin Agung Laksono juga dianggap sah. Alasannya, dalam halaman 136 putusan itu dinyatakan: "Demikian diputuskan dalam rapat permusyawaratan hakim yang ditandatangani oleh empat hakim majelis MPG".

"Putusan MPG sah karena ditandatangani empat orang, meski hanya dua hakim MPG yang memberikan berpendapat, sementara dua lainnya tidak berpendapat," tutur Lintong saat menyampaikan keterangannya di sidang lanjutan perkara sengketa dualisme kepengurusan Golkar di PTUN Jakarta, Pulogebang, Jakarta Timur, Senin (27/4) kemarin.

Dalam putusan itu anggota Majelis Hakum MPG Djasri Marin dan Andi Mattalatta diketahui menyatakan mengabulkan gugatan DPP Partai Golkar hasil Munas Ancol sebagai kepengurusan yang sah. Sementara, Ketua MPG Muladi dan HAS Natabaya menyatakan tidak memihak dan menyerahkan penyelesaian sengketa melalui pengadilan negeri.

Muladi dan Natabaya menyatakan tidak ingin berpendapat karena pengurus Golkar hasil Munas IX Bali yang dipimpin Aburizal Bakrie kala itu tengah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung terkait putusan sela Pengadilan Negeri Jakarta Barat.

Keterangan Lintong itu diperkuat saksi ahli kubu Agung lainnya, Harjono yang juga saksi ahli kubu Agung. Menurutnya, putusan MPG bulat mengakui kepengurusan Munas Ancol dan tidak ada dissenting opinion (perbedaan pendapat).

Sikap Muladi dan Natabaya, menurutnya bukan perbedaan pendapat, tetapi keduanya tidak menggunakan haknya sebagai hakim MPG. Meski demikian, menurut Harjono, putusan MPG tetap bulat memenagkan kubu Agung karena keempat hakim menandatanganinya.

"Pak Muladi dan Natabaya tidak menyatakan apa-apa, sedangkan Pak Djasri Marin dan Andi Mattalatta menyatakan hasil Munas Ancol sah," kata Harjono usai menjadi saksi ahli di PTUN Jakarta, Senin (27/4).

Harjono menjelaskan, MPG adalah lembaga yang diberi kewenangan internal dalam partai yang harus memberi keputusan, mana yang sah dan tidak. Namun Muladi dan Andi Matalatta tidak menjalankan fungsinya. Sedangkan dua hakim lainnya, yakni Djasri Marrin dan Andi Matalatta, telah menjalankan fungsinya dengan menyatakan pendapatnya menghadapi polemik Golkar.

"Jika dihitung dalam posisi, ini bukan dua melawan dua, tetapi dua melawan kosong," tegasnya.

Dalam sidang itu, kubu Agung juga menghadirkan mantan hakim konstitusi Maruarar Siahaan. Setelah mendengar keterangan Lintong, Harjono dan Maruarar, Majelis Hakim PTUN Jakarta selanjutnya memutuskan sidang akan dilanjutkan pada  Senin (5/5). Agenda sidang masih terkait keterangan saksi ahli dari tergugat dan penggugat.

Rencananya, dari pihak tergugat dan tergugat intervensi yaitu kubu Menkumham dan Agung akan menghadirkan dua saksi, yakni ahli hukum tata negara dan hukum administrasi negara I Gede Panca Astawa dan anggota DPR Arief Wibowo. Sementara kubu penggugat (kubu Ical) hanya menghadirkan satu saksi ahli bahasa.

Sementara pada sidang Senin (20/4) lalu, kubu Ical sudah menghadirkan mantan Hakim Konstitusi Laica Marzuki serta dua pakar hukum tata negara Margarito Kamis dan Irman Putra Sidin.

Laica menyatakan, SK Menkumham tidak sah, mengandung cacat yuridis karena putusan MPG yang dijadikan dasar Menkumham mengeluarkan pengesahan terhadap kepengurusan hasil Munas Ancol tidak menghasilkan putusan yang mengakui atau memenangkan salah satu kubu.

Alasan Laica, dua putusan hakim Mahkamah Partai yang mengakui keabsahan Munas Ancol dan kepengurusan kubu Agung, yaitu Djasri Marin dan Andi Mattalatta, tidak mewakili keputusan Mahkamah Partai secara keseluruhan. "Menkumham memelintir hasil Mahkamah Partai Golkar untuk mengeluarkan SK," tutur Laica saat menyampaikan keahliannya, Senin pekan lalu.

BACA JUGA: