JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi III DPR RI menilai meningkatnya kasus korupsi yang menyeret aparat penegak hukum karena rendahnya kualitas moral mereka. Anggota Komisi III dari Fraksi Golkar Nudirman Munir mengatakan jaksa ataupun penegak hukum lainnya yang melakukan tindakan korupsi tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun. Menurut Politisi Golkar itu, para penegak hukum itu sudah diberi tunjangan remunerasi oleh negara. "Karena kan mereka sudah menerima remunerasi. Remunerasi itu kan sudah cukup, tidak perlu ada korupsi," kata Nudirman Gresnews.com, Jumat (20/12).

Nudirman mengatakan permasalahan korupsi yang terjadi di Kejaksaan selama ini karena belum kuatnya niat untuk mereformasi diri. Kejaksaan, menurut Nudirman, memang lembaga paling rentan terhadap upaya korupsi ketimbang lembaga-lembaga penegak hukum lainnya, seperti Polri dan KPK. Masalah itu juga disebabkan karena lemahnya pengawasan, terutama Komisi Kejaksaan. Komisi Kejaksaan yang diharapkan mampu mengawasi kinerja para jaksa, selama tidak pernah menunjukkan kinerjanya.

Komisi Kejaksaan, kata Nudirman, juga tidak mempunyai kewenangan menindak, karena bertanggung jawab kepada Jaksa Agung. "Menurut saya, komisi kejaksaan itu gak efektif. Makanya kami minta dalam RUU Kejaksaan itu Komisi Kejaksaan itu independen. Akademisi, praktisi, tokoh masyarakat bisa masuk nah baru dia bisa independen," imbuh Nudirman Munir.

Kejaksaan Agung mengklaim penyebab terjadinya korupsi di kalangan jaksa adalah karena kurangnya anggaran perkara, sedangkan jumlah perkara masuk lebih dari yang dianggarkan. Akibatnya, ada semacam rekayasa kasus yang terdakwanya justru bukan pemain besarnya. Nah, terkait anggaran, Nudirman Munir mengatakan, anggaran perkara di seluruh lembaga penegak hukum sudah dinaikkan pada RAPBN 2014. "Artinya untuk anggaran perkara di KPK, Kejaksaan dan Kepolisian itu akan disamakan anggaran biayanya," pungkasnya.

Anggota Komisi III dari Fraksi PDIP Ahmad Basara mengatakan maraknya kasus korupsi di tingkat jaksa terjadi karena rendahnya kualitas mental aparat penegak hukum. "Penegak hukum yang masih terlibat kasus hukum tidak semata-mata menyangkut anggaran operasional ataupun kesejahteraan bagi aparat penegak hukum," kata Basara kepada Gresnews.com.

Basara menambahkan faktor utama yang menyebabkan terjadinya korupsi yaitu kualitas mental karena adanya budaya dan sistem lama masa lalu. Permasalahannya, menurut Politisi PDIP itu budaya dan sistem masa lalu yang melegalkan korupsi masih membudaya di semua instansi sejak jaman Orde Baru. Warisan itulah yang menurut Basara belum diputus rantainya saat ini. "Reformasi struktural tidak terjadi secara sistemik dan massive di lingkungan kejaksaan," ujarnya.

Basara yakin korupsi akan terus terjadi bila tidak adanya keinginan kuat mereformasi diri di tingkat internal lembaga. Ia pun tidak yakin, bila penambahan anggaran akan mampu menjawab permasalahan itu. Menurutnya, semakin ditambah anggaran Kejaksaan itu maka akan bertambah lagi kebutuhannya. "Sehingga solusinya adalah upaya mereformasi diri," ujarnya.

Sebelumnya, mantan Tim Pembaruan Kejaksaan Agung, Hasril Hertanto mengatakan salah satu permasalahan pemicu meningkatnya kasus korupsi di kalangan lembaga penegak hukum karena anggaran penanganan perkara tidak cukup. Hasril bilang anggaran di Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) hanya untuk penanganan sekitar 100.000 perkara. Namun realitasnya jumlah perkara yang ditangani mencapai 180.000 perkara pada tahun 2012.

BACA JUGA: