JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah beralasan ketentuan pegawai negeri harus mengundurkan diri jika ingin mencalonkan sebagai kepala daerah  seperti tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) agar sebagai pejabat negara pegawai negeri harus bebas dari ´kontaminasi´ politik. "Sehingga dalam menjalankan tugas negara, PNS bisa memusatkan perhatian pada tugasnya dan tercapai PNS yang profesional lepas dari kepentingan politik," ujar Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM Wicipto Setiadi, yang mewakili pemerintah saat memberikan keterangan disidang Mahakamah Konstitrusi, Kamis (26/2).

Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memberikan keterangan atas gugatan sejumlah pasal Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN). Sehingga ia berpendapat  pasal yang digugat dalam UU ASN tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Sejumlah pasal yang digugat dalam UU ASN diantaranya Pasal 87 ayat (4) huruf c, dan Pasal 119  UU ASN. Pasal tersebut berisi ketentuan agar PNS mengundurkan diri secara permanen jika ingin mencalonkan sebagai pejabat negara. Sementara dalam UU yang sama pada Pasal 123 ayat (2) dan ayat (3) disebutkan PNS yang tidak menjabat sebagai pejabat negara seperti anggota Mahkamah Konstitusi dan sebagainya dapat diaktifkan kembali. Sedang Pasal 124 ayat (2) UU ASN disebutkan juga jika dalam jangka waktu 2 tahun tidak menduduki jabatan tinggi, jabatan fungsional PNS maka yang bersangkutan diberhentikan secara hormat.

Wicipto menambahkan norma tersebut juga ditujukan untuk menjamin keutuhan dan kekompakan ASN. Serta agar dapat memusatkan perhatiannya pada tugas yang dibebankan untuk melaksanakan pelayanan publik.

"Pemohon harus mengundurkan diri ketika ingin mencalonkan sebagai pejabat negara seperti calon bupati. Sebab jabatan tersebut politis. Sementara ASN harus menjaga netralitasnya dari pengaruh politik," jelas  Wicipto.

Ia menuturkan sebelumnya MK pernah memutus perkara yang sama yaitu putusan Nomor 12/PUU-XI/2013. Putusan tersebut menyebutkan ketika seseorang telah menjadi PNS maka dia telah mengikatkan diri dalam ketentuan yang mengatur birokrasi pemerintahan. Sehingga ketika ingin menjadi pejabat publik lewat mekanisme pemilu maka PNS wajib mengundurkan diri.

Putusan MK tersebut menegaskan pengunduran diri PNS tidak diartikan sebagai pembatasan HAM. Sebab tidak ada HAM yang dikurangi. Pengunduran diri tersebut hanya merupakan konsekuensi yuridis atas pilihannya karena masuk arena pemilihan jabatan politik.

Senada dengan pemerintah, keterangan yang disampaikan DPR melalui anggota Komisi III DPR Arsul Sani juga menganggap PNS harus netral dari kepentingan politik. Menurutnya jabatan-jabatan negara seperti gubernur, bupati, DPR, dan presiden harus melepaskan jabatannya sebagai PNS lantaran untuk mencalonkan diri sebagai pejabat negara, mereka justru diusung partai politik. Bahkan pengusungan partai politik terhadap seseorang yang ingin mencalonkan diri pada jabatan negara diatur misalnya dalam UU Pilpres dan UU Pileg. Sementara itu, PNS dituntut harus netral dan profesional.  

"Artinya UU ASN tidak menutup peluang bagi pegawai ASN untuk menjadi pejabat negara. Tapi terdapat ketentuan implikasi bagi yang bersangkutan," ujar Arsul pada kesempatan yang sama.

Ia menambahkan Pasal 9 ayat (2) UU ASN menyebutkan pegawai ASN harus bebas dari intervensi dan pengaruh politik. Ketentuan ini menegaskan PNS tidak boleh mengikuti kegiatan politik praktis dan dilarang berpihak dalam menjalankan fungsi pemerintahan dan pembangunan. Tujuannya agar dapat mewujudkan profesionalisme ASN.

Sebelumnya, salah satu Pemohon Fathul Hadie Utsman meminta MK menyatakan pasal-pasal yang digugatnya inkonstitusional bersyarat. Maksudnya pengunduran diri PNS dimaknai sementara selama pencalonan menjadi pejabat negara, calon kepala daerah atau calon anggota legislatif. Hematnya, jika pegawai ASN yang mencalonkan diri  tidak terpilih bisa menarik surat pengunduran diri dan tidak menghilangkan status sebagai PNS.

"Berlakunya pasal-pasal ini sama saja mengahalangi hak PNS untuk ikut serta dalam struktur pemerintahan yang lebih tinggi. PNS juga akan ragu mencalonkan diri sebagai pejabat negara karena kalau tidak terpilih status PNS tidak kembali," ujar Fathul dalam sidang MK (27/1).

Untuk diketahui, para pemohon diantara Fathul Hadie Utsman, Abdul Halim, Sugiarto, dan Fatahillah merupakan PNS yang terdaftar sebagai calon legislatif pada pemilu 2014. Tapi akhirnya mereka gagal lolos dalam pemilu.

BACA JUGA: