JAKARTA, GRESNEWS.COM – Putusan Kasasi Mahkamah Agung (MA) Nomor 09 K/TUN/PILKADA/2016 yang menolak Kasasi KPU Kabupaten Simalungun terhadap Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Medan pekan lalu berujung kontroversi. Pasalnya, putusan MA itu dinilai melegalkan status terpidana calon Wakil Bupati Kabupaten Simalungun , Amran Sinaga untuk tetap maju dalam kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) susulan di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.

Pakar Hukum Pidana Universitas Padjajaran Romli Atmasasmita mengatakan, Putusan MA itu adalah putusan yang keliru dan dapat berakibat fatal. Sebab, putusan tersebut otomatis telah menguatkan seseorang yang dinyatakan terpidana dapat menjadi pejabat tinggi negara.

"Jelas-jelas sebelumnya MA memutuskan calon wakil Bupati itu sebagai terpidana, kok malah MA menolak kasasi yang diajukan oleh KPU," kata Romli melalui sambungan telepon kepada gresnews.com, Kamis (28/1) malam.

Lebih jauh ia katakan, sebelumnya MA telah mengeluarkan putusan Nomor 194 K/PID.SUS/2012 yang diketuk pada tanggal 22 September 2015 oleh Hakim Agung Artidjo Kautsar. Putusan itu menyatakan bahwa Amran Sinaga terbukti bersalah karena sebagai pejabat pemerintah yang berwenang telah menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan diancam pidana paling singkat lima tahun penjara.

Putusan itu, lanjut Romli, seharusnya dapat menguatkan SK KPUD Kabupaten Simalungun yang telah menggugurkan pasangan calon nomor urut 4 dari pertarungan Kepala Daerah di Kabupaten Simalungun beberapa waktu lalu. "Logikanya bagaimana mungkin pejabat daerah yang memimpin suatu daerah dalam status terpidana? Gimana ceritanya itu nanti," ujarnya.

Ia menegaskan, bahwa dalam teori hukum, tidak ada kasus pidana dapat dikalahkan oleh putusan perdata atau administratif seperti halnya logika yang dibangun oleh PTTUN Medan dan MA yang memenangkan pasangan calon nomor urut 4, JR.Saragih - Amran Sinaga untuk kembali menjadi salah satu kontestan dalam pemilihan kepala daerah.

"Ini kan lucu, Putusan MA yang menolak Kasasi yang diajukan KPU Simalungun ini, malah menghilangkan Putusan MA sebelumnya yang telah menyatakan bahwa salah satu calon dinyatakan sebagai terpidana," ujarnya.

Sehingga, kata Romli, seharusnya KPUD Simalungun dapat mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan MA yang menolak kasasi yang diajukannya itu. Sebab, dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, seseorang yang telah memiliki keterlibatan hukum tidak diperkenankan untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah atau pejabat tinggi negara lainnya. "Apalagi ini statusnya sudah terpidana. Mau status itu muncul lebih dulu atau belakangan ya harus digugurkan memang," tegasnya.

Namun Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis memiliki penilaian berbeda dalam kasus ini. Menurutnya, Putusan MA yang menolak kasasi yang diajukan oleh KPU Kabupaten Simalungun itu sudah tepat. Hal itu karena Putusan Kasasi MA yang menyatakan Amran Sinaga terbukti melanggar hukum dan dinyatakan sebagai terpidana dikeluarkan jauh setelah KPU Kabupaten Simalungun meloloskan yang bersangkutan dalam verifikasi calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah pasangan calon JR.Saragih - Amran Sinaga.   

"Putusan MA itu kan juga tidak bisa menghilangkan hak calon yang satunya (Cabup JR.Saragih) untuk tetap mencalonkan diri sebagai calon Bupati kan,” kata Margarito kepada gresnews.com.

Ia menilai, Putusan Kasasi MA yang menyatakan Amran Sinaga sebagai terpidana itu dikeluarkan setelah selesai verifikasi calon kandidat Pilkada, maka pasangan calon yang sudah ditetapkan sebagai pasangan calon yang sah oleh KPU Simalungun itu tidak dapat disalahkan.

"Jadi menurut saya Putusan MA yang menyatakan pasangan calon nomor 4 ini bisa kembali ikut Pilkada sudah tepat memang. Karena putusan MA yang mengatakan salah satu calon itu terpidana tidak bisa serta merta menghilangkan hak pasangan calon satunya," tegasnya.

TERPIDANA IKUT BERTARUNG - Ketika dimintai tanggapan terkait putusan MA yang menolak kasasi yang diajukan oleh KPU Kabupaten Simalungun itu, Komisioner KPU RI Ferry Kurnia Rizkiyansyah enggan mengomentari putusan MA tersebut. Ia mengaku, pada prinsipnya pihaknya menghormati putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 09 K/TUN/PILKADA/2016 yang pada intinya menyatakan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati nomor urut 4 JR.Saragih - Amran Sinaga dapat ikut serta dalam pertarungan Pilkada susulan yang akan datang.

Ia mengaku, akan tetap melaksanakan pemilihan kepala daerah untuk Kabupaten Simalungun dalam waktu dekat ini. Ia pun mengisyaratkan bahwa terpidana calon Wakil Bupati dari nomor urut 4, Amran Sinaga akan tetap ikut dalam kontestasi pemilihan kepala daerah nanti.

"Kita akan laksanakan Pilkada susulan sesuai dengan putusan MA (tetap mengikutsertakan paslon Saragih - Amran Sinaga)," kata Ferry kepada gresnews.com.

Menurutnya, KPU RI telah memberikan arahan kepada KPUD Kabupaten Simalungun untuk melaksanakan Pilkada pada bulan Februari mendatang yang akan diikuti lima pasangan calon sebagaimana telah ditetapkan oleh KPUD Kabupaten Simalungun sekitar akhir Agustus 2015 lalu.

"Soal tanggal dan harinya diputus KPU setempat nanti," tegasnya.

Adapun lima pasangan calon yang akan ikut bertarung memperebutkan kursi Bupati dan Wakil Bupati di Kabupaten Simalungun adalah, Paslon Nomor urut 1, Tumpak Siregar - Irwansyah Damanik, Paslon Nomor urut 2, Evra Sassky Damanik - Sugito, Paslon Nomor urut 3, Nuriaty Damanik - Posman Simarmata, Paslon Nomor urut 4, JR.Saragih - Amran Sinaga (petahana), dan Paslon Nomor urut 5, adalah Lindung Gurning – Soleh Saragih.

Sebagaimana diketahui, pada tanggal 6 Desember 2015, KPU Kabupaten Simalungun telah mengeluarkan SK KPU Kab. Simalungun Nomor 79/Kpts/KPU-Sim/002.434769/XII/2015 tentang pembatalan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Simalungun Tahun 2015 terhadap pasangan calon nomor urut 4 JR.Saragih - Amran Sinaga yang notabene sebagai calon petahana di Kabupaten tersebut.

Keputusan KPU Simalungun itu dikeluarkan setelah KPU menerima Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 194 K/PID.SUS/2012 pada tanggal 3 Desember 2015 dari Pengadilan Negeri Simalungun Klas 1B Simalungun. Dalam Amar Putusannya, Hakim Agung Artidjo Kautsar yang menjadi Ketua dalam persidangan tanggal 22 September 2015 telah menyatakan calon Wakil Bupati dari pasangan nomor urut 4, Amran Sinaga telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana dengan sengaja sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut melakukan perbuatan sebagai pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang diancam pidana paling singkat lima tahun penjara.

Tak terima dengan SK KPU yang mendiskualifikasi mereka dari kontestasi Pilkada, Calon Bupati nomor urut 4, JR.Saragih mengajukan gugatan ke Perguruan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Medan. Dalam gugatannya, Saragih mengaku dirugikan dengan lahirnya SK KPU Kab. Simalungun Nomor 79/Kpts/KPU-Sim/002.434769/XII/2015 tersebut. Ia menilai, Keputusan KPU yang telah mengeleminasi dirinya dari kontestasi Pilkada 2015 itu jauh dari rasa keadilan. Sebab, yang dinyatakan bersalah atau terpidana oleh MA adalah calon partnernya, sementara dirinya bersih dari masalah hukum.

Saragih juga berdalih, Ketetapan KPU yang muncul tiga hari menjelang pencoblosan tidak memungkinkan dirinya untuk mencari pengganti calon wakilnya yang saat ini tengah didera masalah hukum tersebut. Oleh karena itu, Saragih meminta kepada PTTUN Medan untuk menunda pelaksanaan Pilkada sampai pihaknya memiliki kepastian hukum tetap.  

Gayung pun bersambut. Gugatan Saragih dikabulkan oleh PTTUN Medan dengan alasan penetapan status terpidana terhadap calon Wakil Bupati Amran Sinaga, jauh setelah tanggal penetapan pencalonan oleh KPU Kabupaten Simalungun akhir Agustus silam. Sehingga, ketentuan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 9 Tahun 2015 Pasal 88 ayat 1 huruf b yang menyatakan pasangan calon dapat dikenakan sanksi pembatalan jika telah terbukti melakukan kejahatan dengan ancaman hukuman lima tahun penjara menjadi tidak berlaku.

GUGATAN KANDASKAN – KPUD Kabupaten Simalungun pun tak tinggal diam dalam menyikapi putusan PTTUN Medan yang menganulir SK KPU Kabupaten Simalungun tentang pengguguran pasangan calon yang notabene incumbent itu. Perlawanan KPU Kabupaten Simalungun pun berlanjut pada pengajuan kasasi ke MA untuk menghadang putusan PTTUN yang mengabulkan gugatan calon Bupati pasangan nomor urut 4 itu. Sayangnya, upaya KPUD Simalungun pun harus kandas di tangan MA.

MA menyatakan menolak permohonan kasasi dari pemohon Kasasi yakni Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Simalungun tersebut, Bahkan Hakim Agung Imam Soebechi yang memimpin sidang Kasasi itu menghukum pemohon Kasasi untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi sebesar Rp500.000.

Dalam pertimbangannya, Hakim Agung MA menyatakan, KPU adalah lembaga penyelenggara yang mempunyai wewenang untuk menetapkan pasangan calon. Kewenangan itu dinilai sangat strategis dan sangat menentukan bagi para calon untuk ikut serta dalam pertarungan secara jujur dan adil.

Lebih jauh dikatakan, setelah KPU Kabupaten menerbitkan penetapan calon terhadap para kontestan. Maka, hal itu sebenarnya sudah berada pada posisi point of no return (posisi yang tidak boleh berbalik atau posisi yang tidak boleh mengubah keadaan, kecuali melangkah kepada proses lebih lanjut). Ia menambahkan, perubahan hanya dapat dilakukan bilamana diketahui adanya cacat yuridis yang terjadi pada diri pasangan calon sebelum penetapan pasangan calon tersebut diterbitkan, tetapi baru diketahui kemudian.

Selain itu, Hakim Agung juga berpendapat ketika penetapan pasangan calon diterbitkan oleh KPU Kabupaten Simalungun melalui Surat Keputusan (SK) KPU Nomor 45/Kpts/KPU-Sim/002.434760/VIII/2015 tanggal 24 Agustus 2014, Amran Sinaga (calon Wakil Bupati yang berpasangan dengan penggugat, JR.Sinaga) berstatus terdakwa yang harus dihormati hak-hak politiknya berdasarkan asas praduga tak bersalah (presumption of innocent). Kemudian pada tanggal 3 Desember 2015, KPU Kabupaten Simalungun menerima salinan putusan MA bernomor 194 K/Pid.Sus/2012 bahwa Amran Sinaga sebagai terpidana.

Dengan demikian, Mahkamah Agung membenarkan bahwa keikutsertaan Amran Sinaga dalam kontestasi pemilihan kepala daerah dapat diartikan judex juris atau memperbolehkan seorang narapidana menjadi calon kepala daerah demi rasa keadilan dan kejujuran. "Sehingga alasan kasasi yang diajukan oleh pemohon dalam hal ini KPU Kabupaten Simalungun tidak beralasan, oleh karena itu harus ditolak," tutupnya.


BACA JUGA: