JAKARTA, GRESNEWS.COM – Langkah sekelompok aktivis mahasiswa pemerhati Mahkamah Konstitusi (MK) yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Hukum Jakarta (GMHJ) yang melaporkan empat orang hakim MK bakal terhenti sudah. Para aktivis itu melaporkan hakim MK ke dewan etik MK dan Polda Metro Jaya dengan dugaan pelanggaran etik dan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Ketua MK Arief Hidayat dan tiga orang hakim MK lainnya ketika memutuskan perkara yang diajukan oleh Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) tentang kewenangan Mahkamah Agung (MA) dalam menseleksi hakim tingkat pertama di Pengadilan Negeri (PN), Pengadilan Agama (PA), dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat mengaku sudah mengetahui proses penyelidikan yang saat ini tengah berjalan di Bareskrim Mabes Polri. Ia pun mengaku tak gentar menghadapi proses penyelidikan itu. Tidak hanya itu, ia pun meyakini akan lolos dari jeratan pidana yang saat ini tengah dituduhkan terhadap dirinya dan tiga anggota hakim MK lainnya.

Menurutnya, tudingan adanya pelanggaran pidana yang dilakukan empat hakim MK ketika memenangkan perkara yang dilayangkan IKAHI itu tidak memiliki landasan hukum. Ketika dikonfirmasi apakah sudah pernah menjalani pemeriksaan terkait laporan yang dilayangkan GMHJ ke kepolisian, sayangnya Arief tidak menjelaskan pertanyaan itu.

"Kalau sidang etiknya sudah memutuskan kita tidak melanggar, apalagi melanggar pidana," kata Arief Hidayat saat menggelar konfrensi pers capaian kinerja tahun 2015 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (30/12).

Diketahui sebelumnya, sekitar bulan Oktober lalu, sejumlah aktivis mahasiswa yang tergabung dalam GMHJ telah mendatangi Polda Metro Jaya. Mereka melaporkan empat hakim MK yang dianggap telah melanggar ketentuan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Kewenangan Kehakiman ketika menangani gugatan perkara Nomor 43/PUU-XII/2015 yang diajukan IKAHI. Keempat hakim MK yang dilaporkan adalah, Hakim Anwar Usman, Hakim Suhartoyo, Hakim Manahan Sitompul dan Ketua MK Arief Hidayat. Keempat hakim lembaga konstitusi itu dilaporkan karena diduga telah melakukan penyalahgunaan wewenang dengan melanggar Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Pada tanggal 19 November 2015 lalu,berdasarkan Surat Pelimpahan Polda Metro Jaya bernomor : B/18636/XI/2015/Datro berkas laporan GMHJ dilimpahkan oleh penyidik Polda Metro Jaya ke Bareskrim Mabes Polri. Menurut Koordinator GMHJ Lintar Fauzi, pelimpahan perkara dari Polda Metro Jaya ke Bareskrim Mabes Polri itu dilakukan karena laporan dugaan tindak pidana penyalahgunaan wewenang ini melibatkan salah satu petinggi Negara, sehingga penanganan perkara ini harus ditangani oleh Bareskrim Mabes Polri.

PUTUSAN DEWAN ETIK MK - Ketua MK Arief Hidayat juga menjelaskan, bahwa dirinya bersama tiga hakim MK lainnya sudah diperiksa oleh Dewan Etik MK terkait dengan adanya laporan yang masuk ke dewan etik perihal putusan MK yang berujung pada penganuliran Komisi Yudisial (KY) dalam proses seleksi hakim ditiga tingkat itu.

Dalam laporan dugaan pelanggaran etik yang dilayangkan oleh GMHJ, lanjut Arief, dirinya selaku Ketua MK dianggap lalai karena membiarkan tiga hakim MK lainnya yang dianggap bagian dari anggota organisasi IKAHI ikut bersidang dalam perkara yang diajukan oleh IKAHI di MK sekitar bulan Oktober lalu. Namun, lanjut Arief, Majelis dewan etik MK sudah mengeluarkan putusan terkait laporan dugaan pelanggaran etik tersebut yang menyatakan bahwa dirinya dan tiga orang hakim MK lainnya tidak terbukti melakukan pelanggaran etik dalam menangani perkara yang diajukan oleh beberapa Hakim MA yang tergabung dalam IKAHI itu.

"Kita baru saja dipanggil dewan etik, sudah ada putusan," ucapnya.

Ia menambahkan, posisi hakim MK adalah seorang negarawan yang harus sudah melepas masa lalunya. Sehingga, ketika hakim MK dihubung-hubungkan dengan masa lalunya merupakan sesuatu yang tidak masuk akal. "Saya ini dari unsur DPR berarti saya enggak boleh mengadili perkara yang berkaitan dengan DPR? Enggak begitu dong," tambahnya.

Dengan adanya putusan dari dewan etik MK itu, lanjut Arief, akan semakin menguatkan proses hukum terhadap dirinya selaku Ketua MK dan tiga orang hakim MK lainnya. Menurutnya, putusan dewan etik MK ini sebagai salah satu bukti bahwa dirinya bersama tiga hakim MK lainnya tidak dapat diproses hukum oleh penyidik Bareskrim Mabes Polri.

"Kalau tidak ada pelanggaran etik apalagi pelanggaran hukum. Jadi saya juga yakin, Bareskrim juga akan bingung menentukan unsur pidananya nanti," ujarnya.

Laporan dugaan pelanggaran kode etik terhadap empat orang hakim MK berawal ketika Rabu (7/10) lalu MK mengabulkan permohonan uji materi yang dilayangkan sejumlah Hakim MA yang tergabung dalam IKAHI. Adapun alasan para Hakim MK lainnya mengabulkan gugatan itu adalah, UU No 49 Tahun 2009 Tentang Peradilan Umum Pasal 14 A ayat 2 dan ayat 3, UU No 50 Tahun 2009 Tentang Peradilan Agama Pasal 13 A ayat 2 dan 3, serta UU 51 Tahun 2009 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara Pasal 14 A ayat 2 dan 3 tentang keterlibatannya KY dalam tahap proses seleksi perekrutan Hakim di tiga tingkat pengadilan tersebut telah bertentangan dengan UUD 1945 yang kemudian diturunkan dengan UU No 49 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

Selain itu Mahkamah juga berpendapat Pasal 24 B UUD 1945 telah mengatur peran dan fungsi KY sebagai pengawas kode etik para hakim. Frasa “wewenang lain” yang dimiliki oleh KY tidak dapat diperluas dengan tafsiran lain. Pertimbangan lain menurut Mahkamah adalah, KY bukan merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman, melainkan sebagai supporting element atau state auxiliary organ, membantu atau mendukung pelaku kekuasaan kehakiman.

Dengan demikian wewenang perekrutan Hakim di tiga pengadilan itu sepenuhnya menjadi milik MA tanpa melibatkan KY yang awalnya terlibat dalam proses seleksi hakim yang dilakukan MA. Berdasarkan putusan tersebut, GMHJ melaporkan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh empat orang Hakim MK ke Majelis Dewan Etik MK.

TIDAK PERHATIKAN KETERANGAN SAKSI – Menanggapi putusan dewan etik MK yang menyatakan bahwa empat hakim MK itu tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik hakim, Kordinator GMHJ Lintar Fauzi mengaku kecewa. Ia menilai dewan etik MK tidak memperhatikan keterangan saksi-saksi dalam proses pemeriksaan. Tidak hanya itu, keputusan dewan etik MK itu telah menegasikan sejumlah bukti-bukti yang disampaikan oleh pihak pelapor dan saksi-saksi selama proses pemeriksaan.

"Kita menyayangkan keputusan dewan etik yang menyatakan empat hakim MK itu tidak melanggar kode etik hakim itu. Jelas sekali kami sangat kecewa dengan putusan itu," kata Lintar Fauzi kepada gresnews.com melalui sambungan seluler, Rabu (30/12).

Ia mengaku heran atas keputusan dewan etik MK yang menyatakan tidak ada pelanggaran etik atas empat hakim MK itu. Menurut Lintar, selama proses pemeriksaan oleh dewan etik, Ketua Dewan Etik MK, Moekti Fadjar sempat menyatakan bahwa keempat hakim MK itu terindikasi melanggar kode etik hakim.
Pernyataan Ketua Dewan Etik MK itu, kata Lintar, dilontarkan langsung dari dihadapannya setelah pihaknya memberikan sejumlah keterangan dan bukti-bukti pelanggaran etik yang dilakukan oleh sejumlah hakim MK yang dilaporkannya itu. Ia telah menjelaskan kepada Ketua dewan etik MK proses jalannya persidangan, pihaknya telah menyatakan secara lisan kepada Ketua MK Arief Hidayat bahwa tiga anggota hakim yang menangani perkara IKAHI ini berpotensi menimbulkan conflict of interest sehingga ia meminta agar Ketua MK untuk melarang tiga orang hakim MK yang diduga memiliki keterkaitan dengan penggugat untuk tidak ikut dalam proses persidangan.

Selain itu, kata Lintar, salah satu pihak terkait dari Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) juga telah memberikan bukti di dalam persidangan kepada dewan etik MK perihal surat permohonan keberatan kepada Majelis MK di dalam persidangan atas keberatan keikutsertaan tiga hakim MK yang notabene sebagai anggota IKAHI ikut terlibat menyidangkan perkara yang diajukan oleh IKAHI. Namun, ketika Ketua MK Arief Hidayat diminta konfirmasi terkait surat keberatan tersebut, justru Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) marah-marah di dalam persidangan.

"Bukti-bukti di dalam persidangan itu sudah kita berikan semua kepada dewan etik MK waktu itu," katanya menegaskan.

Lebih jauh ia katakan, pihaknya juga telah memberikan bukti pelanggaran etik yang dilakukan oleh hakim MK di luar persidangan kepada dewan etik MK, yaitu bukti kehadiran salah satu hakim MK, Anwar Usman yang menghadiri proses pelantikan Hakim Kepala Pengadilan Negeri (PN) Kepanjen, Jawa Timur atas undangan Hakim MA. "Ini kan ada pelanggaran etik juga disini,"jelasnya. (Rifki Arsilan)

BACA JUGA: