JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi VI DPR RI mengusulkan pemilihan direksi sejumlah Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dilakukan melalui mekanisme fit and proper test di DPR. Rencana tersebut akan direalisasikan dalam sebuah pasal saat revisi UU BUMN. DPR berdalih mekanisme itu dilakukan untuk menghindari praktik korupsi yang dilakukan oleh direksi BUMN yang merugikan negara.

Ketua Komisi VI DPR RI Hafisz Tohir mengaku Komisi VI DPR RI berencana memasukkan pasal dalam hal penunjukan direksi melalui fit and proper test dilakukan oleh DPR. Namun menurutnya, tidak semua perusahaan BUMN dalam hal penunjukkan direksi melalui mekanisme fit and proper test oleh Komisi VI DPR. Menurutnya perusahaan BUMN yang layak melalui mekanisme fit and proper test adalah perusahaan yang strategis yaitu PT Pertamina (Persero), PT Pelindo (Persero), perbankan BUMN, PTPN dan PT Telkom (Persero) Tbk.

"Kami sudah berpikir kearah sana (fit and proper test melalui Komisi VI DPR RI), minimal perusahaan BUMN yang strategis," kata Hafisz kepada gresnews.com, Jakarta, Minggu (20/12).

Hafisz juga menyoroti penetapan status tersangka terhadap Direktur Utama PT Pelindo II (Persero) Richard Joost Lino oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia mengaku sudah mencium aroma korupsi yang dilakukan Lino. Lalu, Komisi VI DPR RI sudah menyampaikan telah terjadi kesalahan pengadaan barang yaitu Quay Craine Container (QCC) oleh Pelindo kepada Lino. Namun, saat disampaikan, Lino membantah telah melakukan penyalahgunaan dalam pengadaan barang tersebut. Bantahan tersebut dibuktikan dengan hasil audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Namun ia mengaku ragu terhadap hasil audit oleh BPK tersebut karena pengadaan crane tersebut tidak sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan oleh beberapa pelabuhan yang menjadi otoritas Pelindo II. Akibatnya pengadaan crane tersebut juga menjadi sia-sia dan terbengkalai di beberapa pelabuhan. Menurutnya dengan ditetapkan Lino sebagai tersangka oleh KPK merupakan bukti yang cukup dan beralasan akibat pengadaan crane yang merugikan negara.

"Saya kira pengadaan crane yang menjadi alasan KPK menetapkan Lino sebagai tersangka. Maka saya kira itu sudah cukup beralasan," kata Hafisz.

LINO AKAN DINONAKTIFKAN - Sementara itu, Sekretaris Kementerian BUMN Imam Apriyanto Putro menegaskan Kementerian BUMN akan segera menonaktifkan Lino sebagai Direktur Utama Pelindo II. Menurutnya Kementerian BUMN telah memiliki aturan main bagi direksi dan komisaris perusahaan BUMN yang tersandung kasus korupsi.

Kendati demikian Imam mengaku akan menyerahkan kasus tersebut kepada proses hukum yang berlaku. "Kementerian BUMN akan segera menonaktifkan Pak Lino. Tentunya harus ada aturan mainnya bagi direksi dan komisaris jika ditetapkan sebagai tersangka," kata Imam.

Sebagaimana diketahui, indikasi adanya praktik korupsi di tubuh Pelindo II sudah tercium sejak tahun 2014. Berdasarkan catatan gresnews.com,  Ketua Serikat Pekerja Pekerja Kirnoto mengungkapkan ada indikasi korupsi pada saat kepemimpinan Lino di perusahaan, terbukti Badan Pemeriksaan Keuangan Pembangunan (BPKP) menemukan adanya dana pengeluaran perusahaan yang tidak jelas yaitu sebesar US$31 juta. Hal itu didukung dengan tindakan Lino yang semena-mena terhadap direktur lainnya.

Misalnya pencopotan jabatan Direktur Keuangan oleh Lino karena tidak mau menandatangani pembayaran karena tidak sesuai dengan rancangan kerja anggaran perusahaan (RKAP), tidak sesuai dengan SP3 dan juga tidak ada kontraknya. Selain itu Lino juga berani memecat Direktur Umum dan SDM Cipto Pramono karena Cipto tidak mau menandatangani pembayaran perusahaan dengan pihak lain. Padahal Cipto hanya meminta prosedurnya diperbaiki.

"Lino sering menantang direksi yang tidak sejalan dengan dirinya. Pilih mundur atau dimundurkan," kata Kirnoto kepada gresnews.com.

Kirnoto mengatakan kepemimpinan Lino juga sering melanggar peraturan dalam penunjukkan konsultan dan pengadaan unit Quay Container Crane (QCC), perpanjangan kontrak perjanjian Jakarta International Container Terminal (JICT), kemudian pengadaan simulator di berbagai pelabuhan.  "Jadi memang itu semuanya melanggar," kata Kirnoto.
 
 
 
 
 

BACA JUGA: