JAKARTA, GRESNEWS.COM - Teka-teki mengenai kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang menjerat mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin terungkap sudah. Hari ini, Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta.

Dalam surat dakwaan, Nazar dijerat tiga dugaan korupsi sekaligus. Pertama ia menerima 19 lembar cek yang jumlah seluruhnya sekitar Rp23 miliar dari PT Duta Graha Indah (DGI) yang diserahkan oleh Mohamad El Idris dan juga uang tunai sekitar Rp17 miliar dari PT Nindya Karya yang diserahkan oleh Heru Sulaksono dan untuk dakwaan kedua dan ketiga dijerat dengan pasal pencucian uang karena membeli saham PT Garuda Indonesia dengan menggunakan uang hasil tindak pidana korupsi terkait pemenangan PT DGI sebagai pelaksana proyek Wisma Atlet Sea Games 2011.

Penerimaan uang dari DGI dan Nindrya Karya menurut jaksa bertentangan dengan kewajibannya sebagai anggota DPR periode 2009-2014.‎ "Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya," kata Jaksa KPK Kresno Anto Wibowo, Kamis (10/12).

Uang itu diserahkan pada 15 September 2009, dan kala itu Nazar merupakan anggota DPR RI Komisi X. Menurut jaksa, pemberian itu merupakan imbalan (fee) karena telah mengupayakan PT DGI dalam mendapatkan beberapa proyek pemerintah tahun 2010.

Pertama, proyek pembangunan gedung di Universitas Udayana, Universitas Mataram, Universitas Jambi, Badan Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran (BP2IP) Surabaya Tahap 3, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sungai Dareh Kabupaten Darmasraya, gedung Cardiac Rumah Sakit (RS) Adam Malik Medan, Paviliun RS Adam Malik Medan, RS Inspeksi Tropis Surabaya, RSUD Ponorogo.

Nazar juga mengupayakan PT Nindya Karya dalam mendapatkan proyek pembangunan Rating School Aceh serta Universitas Brawijaya tahun 2010, padahal selaku anggota DPR-RI dalam tugasnya tidak boleh melakukan pengaturan proyek-proyek pemerintah dengan maksud mendapatkan imbalan dari pihak lain.

Hal tersebut bertentangan dengan ketentuan Pasal 5 angka 4 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, Pasal 208 ayat (3) Undang-Undang Nomor 27 tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Pasal 281 ayat (3) serta Keputusan DPR RI Nomor : 01/DPR RI/I/2009-2010 tanggal 29 September 2009 tentang Peraturan Tata Tertib DPR-RI yang menentukan bahwa anggota DPR dilarang melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme.

Selain menjadi anggota DPR-RI, Nazar juga merupakan pemilik (owner) dan pengendali kelompok usaha Anugrah Grup yang kemudian menjadi Permai Grup, yang terdiri dari beberapa perusahaan antara lain PT Anugrah Nusantara, PT Anak Negeri, PT Permai Raya Wisata, PT Cakrawaja Abadi, PT Exartech Technologi Utama, PT Darmakusumah, PT Pacific Putra Metropolitan dan PT Panahatan.

Perusahaan yang tergabung dalam Permai Grup tersebut berada dalam satu manajemen dan pengelolaan keuangannya dikelola secara terpusat di gedung Tower Permai. Setelah menjadi anggota DPR-RI, Nazar tidak dicantumkan lagi sebagai salah satu direksi atau komisaris perusahaanperusahaan tersebut.

Namun sebagai pemilik ia tetap mengendalikan operasional Permai Grup karena semua pengelolaan keuangan harus melalui persetujuan Nazar dan selalu dilaporkan oleh Yulianis selaku wakil direktur keuangan Permai Group pada rapat-rapat yang dipimpin olehnya.

Sumber penerimaan keuangan Permai Grup terutama berasal dari imbalan (fee) yang diberikan oleh pihak lain kepada Terdakwa, karena Terdakwa selaku anggota DPR-RI telah mengupayakan pihak lain tersebut dalam mendapatkan sejumlah proyek yang dibiayai dari dana/anggaran pemerintah, diantaranya adalah imbalan yang diberikan oleh PT DGI dan imbalan yang diberikan oleh PT Nindya Karya.

IMBALAN DARI DGI - Pada kurun waktu akhir 2009 hingga awal 2010, Nazar melakukan beberapa kali pertemuan dengan pihak PT DGI yaitu Dudung Purwadi selaku Direktur Utama dan Muhamad El Idris selaku Manajer Pemasaran di gedung Graha Anugrah maupun di gedung Tower Permai.

Pada pertemuan itu Dudung dan El Idris meminta bantuan agar PT DGI bisa mendapatkan beberapa proyek yang dibiayai dari dana/anggaran pemerintah tahun 2010. Atas permintaan dimaksud, Nazar menyanggupi akan mengupayakannya dengan syarat meminta imbalan kepada pihak PT DGI sebesar 21-22 persen dari nilai kontrak proyeknya.

"Terdakwa selanjutnya juga memperkenalkan anak buahnya, yakni Mindo Rosalina Manulang (marketing Permai Grup) yang akan berhubungan dengan PT DGI terkait upaya pengurusan proyek tersebut," kata Jaksa Kresno.

Dalam rangka upaya pengurusan proyek, ia memerintahkan Mindo Rosalina atau yang biasa disapa Rosa, menyiapkan usulan proyek dari para satuan kerja (satker) pemerintah pengguna anggaran (calon penerima proyek). Usulan proyek tersebut kemudian dibawa olehnya untuk dilakukan pembahasan anggarannya di Badan Anggaran (Banggar) DPR-RI. Nazar, juga merupakan anggota Banggar ketika itu.

Nazar juga memperkenalkan Rosa dengan beberapa rekannya anggota Badan Anggaran DPR-RI, salah satunya adalah Angelina Sondakh, sehingga Rosa dapat berhubungan langsung dalam pengurusan anggaran termasuk menyiapkan dana dukungan (support) agar proyek-proyek tersebut disetujui dalam rapat-rapat pembahasan di Banggar DPR-RI sesuai usulan yang diajukan.

Setelah anggaran untuk proyek tersebut disetujui Banggar DPR-RI, sekitar awal tahun 2010 Nazar memerintahkan Rosa untuk membahas rencana proyek-proyek pemerintah yang dapat dikerjakan PT DGI, yaitu proyek pembangunan gedung di Universitas Udayana, Universitas Mataram, Universitas Jambi, BP2IP Surabaya Tahap 3, RSUD Sungai Dareh Kabupaten Darmasraya, gedung Cardiac RS Adam Malik Medan, Paviliun RS Adam Malik Medan, RS Inspeksi Tropis Surabaya, dan RSUD Ponorogo.

"Perintah ini ditindaklanjuti Rosa yang kemudian bertemu dengan El Idris di daerah Senayan," tutur Jaksa Kresno.

Nazar juga memerintahkan Rosa menemui masing-masing satker pemerintah pengguna anggaran (penerima proyek) untuk memenangkan PT DGI. Selanjutnya pihak satker pemerintah pengguna anggaran (penerima proyek) masingmasing dalam proses pelelangan memenangkan PT DGI sebagai pelaksana pekerjaan (rekanan) pada proyek pembangunan gedung di Universitas Udayana, Universitas Mataram, Universitas Jambi, BP2IP Surabaya Tahap 3, RSUD Sungai Dareh Kabupaten Darmasraya, gedung Cardiac RS Adam Malik Medan, Paviliun RS Adam Malik Medan, RS Inspeksi Tropis Surabaya, dan RSUD Ponorogo.

"Setelah PT DGI mendapatkan proyek-proyek tersebut. Terdakwa memerintahkan Rosa menagih komitmen fee kepada PT DGI sebagaimana pembicaraan sebelumnya antara terdakwa dengan pihak PT DGI. Perintah ini disampaikan Nazar pada saat memimpin rapat-rapat Permai Grup di gedung Tower Permai antara pertengahan tahun 2010 hingga bulan Maret 2011 yang membahas progress pekerjaan dan penerimaan keuangan Permai Grup. Terdakwa juga memerintahkan Yulianis mencatat total komitmen fee yang ditagihkan kepada PT DGI serta melaporkan hasil penerimaannya," pungkas Jaksa.

Realisasi sebagian komitmen fee atas proyek pembangunan gedung RS Pendidikan Universitas Udayana tahun 2010, berupa 2 lembar cek yang totalnya sekitar Rp2,1 miliar. Kemudian gedung RS Pendidikan Universitas Mataram tahun 2010, berupa 3 lembar cek yang jumlahnya Rp2,6 milar.

Selanjutnya gedung RS Pendidikan Universitas Jambi tahun 2010, berupa 5 lembar cek dengan total Rp5,239 miliar. Sedangkan untuk gedung BP2IP Surabaya Tahap-3 tahun 2010, berupa 3 lembar cek senilai Rp4 miliar.

Untuk gedung RSUD Sungai Dareh Kabupaten Darmasraya tahun 2010, berupa 4 lembar cek total Rp6,579 miliar. Dan realisasi sebagian komitmen fee atas proyek pembangunan gedung Cardiac RS Adam Malik Medan tahun 2010, berupa 1 lembar cek Rp1,348 miliar, dan untuk proyek pembangunan Paviliun RS Adam Malik Medan tahun 2010, berupa 1 lembar cek Rp928 juta.

UPETI DARI NINDYA KARYA - Selain dari PT DGI, Nazaruddin dan Grup Permai juga menerima sejumlah imbalan dari PT Nindya Karya setelah ia mendapatkan sejumlah proyek yang didanai oleh pemerintah. Komitmen fee yang diterima pun sama dengan DGI yaitu sekitar 21-22 persen dari nilai proyek.

Awalnya, jaksa KPK lainnya Ikhsan Fernandi menyebutkan mantan Direktur Utama PT Nindya Karya, Kiming Marsono meminta bantuan Nazar untuk mendapatkan proyek pembangunan Rating School Aceh dan proyek pembangunan gedung di Universitas Brawijaya yang akan dianggarkan pada tahun 2010.

Menurut jaksa, Kiming yang sempat menjabat sebagai Direksi Waskita bertemu dengan Nazar pada akhir tahun 2008 atau awal tahun 2009. Nazar pun menyanggupi hal dan langsung memperkenalkan Rosa untuk mengurusi kedua proyek tersebut.

Kemudian, Rosa pun bertemu dengan Kepala Divisi Konstruksi dan Properti PT Nindya Karya, Heru Sulaksono di Hotel Harris Tebet Jakarta Selatan. "Dalam pertemuan itu Mindo menyampaikan bahwa proyek pembangunan Rating School Aceh dan proyek pembangunan gedung di Universitas Brawijaya sedang diupayakan pengurusan anggarannya oleh terdakwa di Badan Anggaran DPR-RI," tutur Jaksa.

Karena telah mendapat akses dari Nazar, Rosa pun leluasa untuk berkomunikasi dengan Angelina Sondakh. Rosa juga menyiapkan dana dukungan (support) agar kedua proyek tersebut disetujui dalam rapat-rapat pembahasan di Badan Anggaran DPR-RI sesuai usulan yang diajukan.

Setelah anggaran proyek tersebut disetujui Banggar Nazar pun memerintahkan Rosa menemui pihak PT Nindya Karya menanyakan realisasi pemberian komitmen fee atas proyek Rating School Aceh dan proyek Universitas Brawijaya.

"Rosa pun melakukan pertemuan dengan Heru di gedung Graha Anugrah dan terhadap komitmen fee tersebut Heru menyanggupi akan memberikan setelah kontrak kedua proyek tersebut ditandatangani," jelas Jaksa Ikhsan.

Setelah PT Nindya Karya mendapatkan kedua proyek tersebut Nazar pun kembali memerintahkan Rosa menagih komitmen fee kepada PT Nindya Karya sebagaimana yang telah dijanjikan sebelumnya. Dan perintah ini disampaikan Nazar pada saat memimpin rapat-rapat Permai Grup di gedung Tower Permai antara pertengahan tahun 2010 hingga bulan Maret 2011 yang membahas progress pekerjaan dan penerimaan keuangan Permai Grup.

Rosa kemudian menangih kepada Heru dan kemudian tagihan itu direalisasikan dengan pemberian imbalan tersebut dengan sejumlah pembayaran. Untuk sebagian komitmen fee atas proyek pembangunan gedung di Universitas Brawijaya tahun 2010, diterima dalam beberapa tahap.

Pertama pada 8 November 2010 sejumlah Rp2 miliar, kedua 29 Desember 2010 dengan jumlah yang sama, ketiga 12 Januari 2011 juga Rp2 miliar dan keempat 28 Maret 2011 sejumlah Rp3,26 miliar.

Selanjutnya, untuk realisasi sebagian komitmen fee atas proyek pembangunan Rating School Aceh tahun 2010, diterima sebanyak 3 kali. Yakni 8 Oktober 2010 dalam bentuk mata uang asing senilai Rp2,45 miliar, selanjutnya 29 Desember 2010 senilai Rp2,45 miliar dan ketiga tanggal 12 Januari 2011senilai Rp3 miliar.

Dari penerimaan tersebut Yulianis mencatat dan menyimpanya dalam dalam brankas Permai Group. "Selanjutnya untuk penggunaan uang tersebut hanya dapat dilakukan berdasarkan perintah dan persetujuan Terdakwa ataupun Neneng Sri Wahyuni yang merupakan istri terdakwa," tutur Jaksa.

Perbuatan Nazaruddin tersebut merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

 

BACA JUGA: