Seorang pegawai PT Garuda Indonesia (AS) ditangkap polisi atas kasus dugaan pemalsuan voucher tiket  (21/09). selain ditangkap, AS juga dipecat dari pekerjaannya di Garuda Indonesia. AS, 46 tahun, ditangkap penyidik Unit II Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya karena disangka melakukan pemalsuan dan penggelapan. Total ada 139 complimentary voucher yang dicetak tersangka dengan kerugian total Rp 1,4 Miliar. Voucher tersebut merupakan complimentary dari Garuda atas kepercayaan pelanggan yang menggunakan maskapai penerbangan nasional tersebut. AS memalsukan tanda tangan dan mencuri blanko. Lalu bagaimana hukum pidana pemalsuan dalam bisnis seperti ini?

Surat adalah dokumen tertulis yang berisi keterangan. Keterangan-keterangan tersebut bisa saja dapat menimbulkan hak dan kewajiban. Sedangkan perbuatan memalsukan (vervalsen) surat adalah perbuatan mengubah dengan cara bagaimanapun oleh orang yang tidak berhak atas sebuah surat yang berakibat sebagian atau seluruh isinya menjadi lain/berbeda dengan isi surat semula.

Tindak pidana pemalsuan surat dapat kita jumpai ketentuannya dalam Pasal 263 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi:

(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan utang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.

Kemudian pada Pasal 264 KUHP ditegaskan bahwa:

(1) Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan terhadap:
1. akta-akta otentik;
2. surat utang atau sertifikat utang dari sesuatu negara atau bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum;
3. surat sero atau utang atau sertifikat sero atau utang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai:
4. talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu;
5. surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan;
(2) Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian.

R Soesilo dalam buku Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, menjelaskan yang diartikan dengan surat dalam bab ini adalah segala surat, baik yang ditulis dengan tangan, dicetak, maupun ditulis memakai mesin tik, dan lain-lainnya.

Surat yang dipalsukan itu harus surat yang:
1. dapat menimbulkan sesuatu hak (misalnya: ijazah, karcis tanda masuk, surat andil, dan lain-lain);
2. dapat menerbitkan suatu perjanjian (misalnya surat perjanjian piutang, perjanjian jual beli, perjanjian sewa, dan sebagainya);
3. dapat menerbitkan suatu pembebasan utang (kuitansi atau surat semacam itu); atau
4. surat yang digunakan sebagai keterangan bagi suatu perbuatan atau peristiwa (misalnya surat tanda kelahiran, buku tabungan pos, buku kas, buku harian kapal, surat angkutan, obligasi, dan lain-lain).

R. Soesilo juga menjelaskan bentuk-bentuk pemalsuan surat itu dilakukan dengan cara:
1. membuat surat palsu: membuat isinya bukan semestinya (tidak benar).
2. memalsu surat: mengubah surat sedemikian rupa sehingga isinya menjadi lain dari isi yang asli. Caranya bermacam-macam, tidak senantiasa surat itu diganti dengan yang lain, dapat pula dengan cara mengurangkan, menambah atau merubah sesuatu dari surat itu.
3. memalsu tanda tangan juga termasuk pengertian memalsu surat.
4. penempelan foto orang lain dari pemegang yang berhak (misalnya foto dalam ijazah sekolah).

Terdapat perbedaan prinsip antara perbuatan membuat surat palsu dan memalsu surat, adalah bahwa membuat surat palsu/membuat palsu surat sebelum perbuatan dilakukan belum ada surat, kemudian dibuat suatu surat yang isinya sebagian atau seluruhnya adalah bertentangan dengan kebenaran atau palsu. Seluruh tulisan dalam tulisan itu dihasilkan membuat surat palsu.

DISCLAIMER: Rubrik Konsultasi dan Tips Hukum ditujukan untuk memberikan pengetahuan umum tentang persoalan hukum sehari-hari dan tidak digunakan untuk kepentingan pembuktian di peradilan. Rubrik ini dikelola oleh advokat dan penasihat hukum.

BACA JUGA: