JAKARTA, GRESNEWS.COM – Belum genap satu tahun diterbitkan, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang  sudah diajukan gugatan uji materi ke Mahkamah Agung (MA). Penerbitan PP ini dianggap tidak sesuai dengan mekanisme pembentukan peraturan perundang-undangan, lantaran bertentangan dengan UU Advokat.

PP 43/2015 diajukan uji materi ke Mahkamah Agung oleh seorang advokat Ferdian Sutanto. Dalam PP tersebut disebutkan advokat harus melaporkan kliennya yang memiliki ketidakwajaran transaksi terkait keuangan. Padahal menurut Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat), advokat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui dan diperoleh dari kliennya karena hubungan profesinya, kecuali ditentukan lain oleh UU.

Lalu Pasal 19 ayat (2) UU Advokat disebutkan advokat berhak atas kerahasiaan hubungannya dengan klien termasuk atas perlindungan berkas dan dokumen terhadap penyitaan atau pemeriksaan dan perlindungan terhadap penyadapan atas komunikasi advokat.

"Judicial Review PP 43/2015 sudah kita ajukan ke MA," ujar Ferdinan yang juga anggota organisasi advokat Peradi dihubungi gresnews.com, Selasa (11/8).

Atas dasar pertentangan PP dengan UU tersebut, menurutnya seharusnya PP sebagai asas peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Sebab Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 dijamin adanya kepastian dan keadilan hukum yang sejalan.

TIDAK SESUAI MEKANISME - Dalam permohonannya, disebutkan juga ketidaksesuaian antara PP dan UU ini juga tidak memenuhi ketentuan Pasal 5 huruf b dan huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Sesuai pasal tersebut, dalam membentuk peraturan perundang-undangan yang baik seharusnya didasarkan pada Pasal 5 huruf b yaitu kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat.

Maksudnya setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga negara atau pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang. Sehingga peraturan perundang-undangan tersebut dapat batal demi hukum bila dibuat tapi bertentangan dengan aturan yang lain oleh lembaga negara.

Selain itu pada Pasal 5 huruf c diatur harus ada kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatan dalam membentuk peraturan perundang-undangan. Maksudnya dalam membuat PP harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan.

Pembentukan PP pun dinilai tidak sesuai dengan mekanisme pembentukan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu Ferdi mengatakan, PP ini harus dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum atau setidaknya ditangguhkan sampai ada regulasi baru soal pelapor ke PPATK khususnya terhadap profesi advokat.

Atas permohonan ini, dalam petitumnya anggota Himpunan Advokat Muda Indonesia (HAMI) ini meminta MA menerima dan mengabulkan permohonannya untuk seluruhnya. Lalu meminta MA menyatakan PP 43/2015 bertentangan dengan UU Advokat dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat untuk advokat serta dapat ditangguhkan hingga ada aturan baru.

UNTUK MELINDUNGI ADVOKAT - Dirjen Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM Wicipto Setiadi mengaku malah belum mengetahui ada uji materi PP ini ke MA. Sebab belum melihat dan membaca langsung permohonan pemohon uji materi, ia menyatakan belum bisa berkomentar banyak soal ini. Tapi ia mengatakan sebetulnya PP itu dimaksudkan untuk melindungi advokat dan profesi lainnya yang disebutkan dalam PP untuk dijadikan sarana atau alat untuk pencucian uang.

"Para advokat, notaris kalau melaporkan data yang terduga ada pencucian uangnya justru akan terlindungi dari pencucian uang," ujar Wicipto kepada gresnews.com, Rabu (12/8).

Terkait PP yang dianggap bertentangan dengan UU Advokat, sementara PP ini memiliki semangat pemberantasan korupsi, Wicipto belum bisa memastikan akan merevisi PP atau UU-nya. Ia mengaku akan menunggu hasil uji materi PP tersebut dari MA. Sebab belum tentu yang diajukan advokat tersebut dikabulkan oleh MA.

Menanggapi persoalan ini, Wakil Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Agus Santoso menjelaskan rezim UU anti pencucian uang sebenarnya suatu kebutuhan Indonesia. Selain memang menjadi kebutuhan, aturan ini menurutnya mengacu pada standar internasional. Lalu PP 43/2015 sifatnya masih berupa payung hukum bahwa advokat diatur sebagai pihak pelapor.

"Mengenai apa yang harus dilaporkan, bagaimana, dan kapan, itu masih belum diatur dalam PP itu. Karena itu kita justru masih ingin bicara dengan profesi itu," ujar Agus kepada Gresnews.com pada kesempatan terpisah, Rabu (12/8).

Menurutnya, dalam penyusunan PP, ia sebenarnya sudah mengundang kalangan advokat. Tapi memang baru sebatas mengkomunikasikan advokat sebagai pihak pelapor. Adapun mekanisme sistem pelaporan belum diatur, karena PPATK sendiri masih akan berdiskusi langsung dengan masing-masing profesi yang ditunjuk sebagai pelapor tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Ia menambahkan dalam konteks advokat sebagai pelapor, PPATK tidak akan meminta hal yang berkaitan dengan kerahasiaan advokat. Informasi yang akan PPATK minta hanya dalam konteks pencegahan dan penindakan kejahatan TPPU. Sehingga jangan sampai profesi yang mulia seperti advokat dan menjadi bagian dari penegakan hukum menjadi sarana atau disusupi oknum tidak bertanggungjawab yang akan merusak profesi tersebut.

"Jadi tujuannya melindungi profesi itu dari potensi digunakan untuk kejahatan. Tentu kami tidak ingin ada pertentangan. Ini kan kita membangun suatu sistem atau rezim anti pencucian uang. Kami tidak mungkin menabrak UU lain,"  jelas Agus. Pihaknya menghendaki melakukannya dengan harmonisasi dengan UU lain. Lagipula ini PP, jadi proses harmonisasi sudah dilalui oleh Kumham. Kita pikir mestinya tidak ada ketentuan yang kita langgar secara materinya

Untuk diketahui, Pemerintah baru saja meluncurkan PP PP 43/2015 tentang pencegahan dan pemberantasan TPPU. Dalam Pasal 3 PP tersebut diatur advokat menjadi salah satu pihak pelapor adanya dugaan TPPU.

BACA JUGA: