JAKARTA, GRESNEWS.COM - Terpidana mati kasus narkoba asal Filipina Mary Jane Fiesta Veloso menemukan secercah harapan baru. Bukan karena bakal bebas dari hukuman mati melainkan karena banyaknya dukungan mengalir kepada dirinya. Termasuk dukungan dari senator sekaligus petinju asal Filipina Manny Pacquiao atau Pacman. Warga Filipina berusaha keras mendukung Mary Jane bebas dari hukuman mati.

Pacman yang lebih dikenal sebagai petinju dibandingkan dengan senator itu secara khusus mendatangi Mary Jane di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Wirogunan, Yogyakarta, pada Jumat (10/7). Kunjungannya hanya 30 menit. Namun kunjungan tersebut cukup berarti bagi Mary Jane, yang seakan menemukan kembali harapan untuk lolos dari regu tembak yang terus menghantuinya.

Kunjungan tersebut menyiratkan pesan dan dukungan kuat dari Pemerintah Filipina bahwa Mary Jane akan bebas dari hukuman mati di Indonesia. Pacman menegaskan Mary Jane hanya korban dari sindikat peredaran narkoba. Menurutnya, saat ini Kongres Filipina tengah melakukan investigasi untuk mengungkap kasus ini.

Perjalanan Pacman ini tidak hanya ke LP Wirogunan. Ia juga bertemu dengan sejumlah tokoh di Indonesia.  Ketua DPR RI Setya Novanto salah satunya. Di hadapan Ketua DPR itu, Pacman meyakinkan Indonesia bahwa Mary Jane hanya kurir narkoba yang direkrut oleh Maria Kristina Sergio.

Menurut penasihat hukum Mary Jane, Agus Salim, kedatangan Pacman tersebut untuk memberikan motivasi dan dukungan moril kepada Mary Jane. Sekaligus menyampaikan pesan, dalam menghadapi kasusnya, dia tidak sendiri tetapi banyak yang mendukungnya. Itu menjadi pembenar bahwa dirinya tidak bersalah.

"Kedatangan (Pacman) motivasi bagi klien kami, banyak yang mendukung dirinya," kata Agus kepada gresnews.com, Senin (13/7).

MENCARI NOVUM BARU - Pemerintah Indonesia sebelumnya menegaskan bahwa penundaan hukuman mati terhadap Mary Jane bukan karena ada intervensi Pemerintah Filipina. Namun semata-mata karena menghormati proses hukum negara tersebut. Mary Jane akan menjadi saksi kunci kasus perdagangan orang dengan tersangka Maria Kristina Sergio, perempuan yang merekrut Mary Jane.

Agus berharap kliennya terbukti hanya korban dari hasil penyidikan di Filipina. Hasil itu kemudian akan dikuatkan dengan putusan pengadilan setempat, sehingga  dapat menjadi novum baru untuk mengambil langkah hukum di Indonesia untuk membebaskan Mary Jane dari hukuman mati.

"Jika Mary benar hanya korban, kami tim kuasa hukum akan mengkajinya untuk diambil langkah hukum, grasi atau ajukan Peninjauan Kembali lagi," kata Agus.

Namun Agus mengaku tidak berharap muluk-muluk Mary Jane bakal bebas murni. Sebab faktanya, Mary Jane memang tertangkap membawa 2,6 heroin di Bandara Adi Sucipto Yogyakarta. Dengan fakta itu, Mary jelas bersalah. Namun dengan novum baru bahwa Mary Jane hanya korban perdagangan manusia dan bukan perantara peredaran narkotika bisa meringankan hukumannya.

"Kami berharap bebas dari hukuman mati, seperti tuntutan jaksa yang menuntut seumur hidup," kata Agus.

Kejaksaan Agung sendiri hingga saat masih memasukkan nama Mary Jane dalam daftar terpidana mati yang bakal dieksekusi pada tahap selanjutnya. Hanya saja pelaksanaannya  belum ditentukan waktunya. Sebab Kejaksaan Agung masih menunggu proses hukum di Filipina. Sayangnya, hingga saat ini pemerintah Filipina belum memeriksa Mary Jane.

Jaksa Agung HM Prasetyo menegaskan, meski pengadilan Filipina nanti menyatakan Mary hanyalah korban perdagangan manusia, hal itu tak menggugurkan keputusan hukum Indonesia untuk mengeksekusi mati Mary Jane.

"Kami hormati proses hukum mereka. Kalau betul ternyata Mary Jane itu korban human trafficking, itu tentu tidak mempengaruhi hukum yang ada di sini. Faktanya dia memasukkan heroin ke Indonesia," imbuhnya.

Namun, kata dia, dari hasil peradilan di Filipina, Mary Jane bisa memiliki novum (alat bukti baru) bahwa dia korban perdagangan manusia. Hal itu bisa menjadi alasan Mary Jane kembali mengajukan grasi atau peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.

"Itu (novum baru) mungkin saja dijadikan alasan dia untuk mengajukan grasi atau PK, tapi tidak akan menggugurkan vonis yang sudah ada. Berubah mungkin iya, karena ada novum, tapi untuk menghilangkan dan membuat si Mary Jane bebas saya rasa tidak. Kami akan lakukan upaya hukum kalau sampai bebas," katanya.

DIPLOMASI ALA PACMAN - Bagaimanapun, kedatangan Pacman ke Indonesia untuk mengunjungi Mary Jane di LP Wirogunan dan bertemu Pimpinan DPR RI merupakan gaya diplomasi Pemerintah Filipina yang cantik. Dia menggunakan posisinya sebagai senator yang tentu memiliki akses kekuasaan di Filipina dipadu dengan ketenarannya sebagai petinju. Pacman meyakinkan Indonesia bahwa Mary Jane adalah korban perdagangan manusia.

Tak heran pertemuannya dengan Pimpinan DPR pada Jumat (10/7) menjadikan kasus Mary Jane sebagai topik pembicaraan. Dalam kesempatan tersebut Manny terus meyakinkan Mary Jane korban perdagangan orang.

Namun kehadiran Pacman tersebut di Indonesia ditanggapi dingin Kejaksaan Agung. Jaksa Agung Prasetyo menegaskan pertemuan Pacman dengan pimpinan DPR tak mempengaruhi rencana eksekusi mati terhadap Mary Jane. "Itu hak mereka (pertemuan dengan DPR)," tegas Prasetyo.

ALASAN MARY JANE TAK BERSALAH - Antropolog gerakan sosial dan relawan National Union of People’s Lawyers Filipina, Iwan Meulia Pirous menerjemahkan artikel yang dibuat oleh Migrante Internasional, sebuah LSM buruh migrant Filipina. Tulisan berjudul 9 Hari Menunggu Regu Tembak dan dimuat diblognya dengan alamat http://iwan.pirous.com. Artikel ini mengupas perjalanan Mary Jane ke Indonesia dan proses hukumnya.

Berawal dari bujuk rayu seorang bernama Maria Kristina Sergio (warga Talavera, Nueva Ecija). Kristina mengaku temannya orang Malaysia butuh tenaga pembantu rumah tangga. Mary Jane pun  akhirnya terbang ke Malaysia. Sesampainya di sana, ternyata Mary Jane mendapat kabar bahwa kesempatan kerja sudah ditutup dan dia dijanjikan pekerjaan lain.

Lalu Kristina menyuruh Mary Jane untuk segera berangkat ke Indonesia. Awalnya Jane menolak karena dia tidak punya uang dan tiket. Kristina memberi sejumlah uang dan koper kosong dan memasukan pakainnya ke dalam koper. Ketika mendarat di Yogyakarta dan melewati X-Ray, petugas mencurigai koper Jane. Setelah dibongkar dan segala isi dikeluarkan, tidak terdapat apa apa yang aneh.

Namun ketika dimasukkan kembali ke dalam mesin X-Ray, tampak ada barang mencurigakan. Maka kemudian koper tersebut dihancurkan dan di bagian dalam yang tersembunyi  2,6 kg heroin senilai US$500,000.

Orangtua Mary Jane terus berusaha membebaskan anaknya dari jeratan hukum dengan meminta bantun hukum ke Kementerian Luar Negeri. Pihak Kementerian berjanji akan membantu. Setelah dua tahun berlalu tidak ada perubahan apa apa. Tidak ada jawaban substansial dari pemerintah kecuali mereka mengatakan akan berusaha menolong Mary Jane. Tidak ada kepastian hukum apakah Jane bersalah atau tidak.

Akhirnya pengadilan singkat bagi Mary Jane berakhir bulan Oktober 2010. Hanya 6 bulan semenjak dirinya ditangkap, hakim membuat keputusan. Hakim tidak mengabulkan tuntutan jaksa untuk menghukum Mary Jane hukuman  seumur hidup. Hakim malah menjatuhkan hukuman mati.

Dalam perkembangannya, setelah vonis mati, pada bulan Agustus 2011 Presiden Benigno Aquino III meminta pengampunan bagi Mary Jane yang ditujukan pada pemerintahan Presiden SBY. Pada masa itu Indonesia memberlakukan moratorium atau menunda untuk hukuman mati dan pengampunan sampai masa akhir kepemimpinan SBY.

Lalu bulan Oktober 2014, Joko Widodo terpilih sebagai presiden dan mengumumkan perang terhadap kejahatan narkotika. Presiden Jokowi menolak semua permintaan pengampunan (clemency) dari terpidana yang sudah dijatuhkan vonis mati. Pada Januari 2015 nama Mary Jane termasuk dalam daftar yang akan dihukum mati.

Pengacara yang disewa pemerintah Filipina segera mengajukan proses judicial review (peninjauan kembali) yang merupakan usaha terakhir yang masih terbuka dan diakui oleh sistem hukum Republik Indonesia. Judicial Review diajukan tanggal 19 Januari 2015.

BACA JUGA: