JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Pemilihan Umum (KPU) perlu membentuk sebuah kelompok kerja (pokja) independen khusus mengawasi dan menyeleksi legalitas status calon pimpinan maupun anggotanya. Upaya tersebut sebagai tindaklanjut pencegahan praktek pemalsuan ijazah dan gelar akademik seperti yang terjadi pada anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) beberapa waktu lalu.

Direktur Kajian bidang Sosial dan Politik PUSPOL Ahmad Tarmiji mengatakan, sah-sah saja apabila ada inisiatif membentuk pokja pemilihan calon. Namun, Ahmad menilai syarat dasar anggota pokja harus memiliki kompetensi  dalam menjalankan tugas. "Asalkan timnya memiliki kapasitas dan integritas," kata Ahmad kepada Gresnews.com, Rabu (3/6).

Ahmad menambahkan, tentunya syarat tersebut tidak hanya dari pihak tim pokja. Menurutnya, perlu diimbangi juga fasilitas teknis terkait sistem Informasi dan Telekomunikasi (IT) untuk memverifikasi legalitas para calon. "IT diperlukan karena akan memudahkan validitas data dan menguji ijazah yang diajukan asli atau tidak," ujarnya.

Seperti diketahui, salah satu anggota dewan yang berasal dari Fraksi Hanura Frans Agung Mula Putra terjerat masalah pemalsuan ijazah. Terkait pelanggarannya itu, banyak desakan dari sejumlah pihak yang mendorong agar memproses kasus Frans  di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

Sebelumnya, hal yang sama diutarakan Direktur Pusat Studi Sosial dan Politik (PUSPOL) Ubedilah Badrun. dalam keterangannya, Ia menuturkan, fenomena ijazah palsu yang akhir-akhir ini ramai diperbicangkan publik terjadi akibat longgarnya seleksi partai pengusung calon dan KPU . Kedua elemen selama ini diketahui sebagai lembaga seleksi para calon anggota dewan.

Artinya, kedua elemen pengusung kandidat tersebut tidak ketat dan teliti dalam menguji kompetensi dan legalitas calon. "Pemalsuan ijazah menunjukan indikasi bahwa sistem seleksi calon anggota dewan di partai maupun KPU tidak ketat dan teliti," kata Ubedillah atau disapa Ubed kepada Gresnews.com

Seperti diketahui, kewenangan KPU menyelenggarakan pemilihan umum tercantum dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu. Dimana, UU tersebut mengatur tentang penyelenggara Pemilihan Umum yang dilaksanakan oleh suatu KPU yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.

Sifat nasional mencerminkan bahwa wilayah kerja dan tanggung jawab KPU sebagai penyelenggara pemilihan umum mencakup seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.  Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 memberikan tugas kepada KPU untuk melaksanakan pengaturan mengenai lembaga penyelenggara Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden; serta Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

BACA JUGA: