JAKARTA, GRESNEWS.COM - Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Jawa Barat M Yusuf Handoko dikenai sanksi dicopot dari jabatannya lantaran menuntut ringan terdakwa gembong narkoba pembawa 40 kilogram sabu-sabu.  
Sanksi dijatuhkan karena Yusuf hanya menuntut 20 tahun penjara terhadap gembong narkoba asal Iran ‎Mustofa Marodalivan dan Seyed Hashem 20 tahun penjara. Keduanya  ditangkap Badan Narkotika Nasional (BNN) pada Februari lalu.

Namun Komisi Kejaksaan (Komjak) mendesak Jaksa Agung HM Prasetyo menjelaskan secara transparan atas kasus yang menyeret Aspidum Kejati Jabar tersebut. Begitu juga dugaan penyuapan dari pihak lain atas kasus tersebut.

"Apakah yang bersangkuta dikenakan sanksi pecat, atau diberhentikan dengan tidak hormat, apa seketar dicopot atau dijatuhi sanksi lain, ini harus dijelaskan," kata Ketua Komisi Kejaksaan Halius Hosen kepada Gresnews.com, Rabu (3/6).

Jika hanya sekedar dicopot dari jabatan sebagai Aspidum itu hanya sanksi sementara atau tindakan preventif hingga diketahui kadar kesalahannya dalam pemeriksaan oleh Bidang Pengawasan. Namun jika rekomendasi atau usulan sanksi Bidang Pengawasan Kejaksaan Agung adalah pemecatan terhadap Yusuf Handoko maka harus melalui sidang Majelis Kehormatan Jaksa (MKJ).

Selain itu, kata Hosen, Kejaksaan Agung juga harus melihat adanya jajaran lain yang diduga ikut terlibat dalam tuntutan ringan ini, seperti siapa saja yang terkena sanksi. "Apa hanya Aspidum saja atau ada yang lainnya. Itu harus dijelaskan," ujarnya.

Oleh karena itu, Hosen mengaku, dalam waktu dekat akan meminta laporan Kejagung menyangkut kasus tuntutan ringan ini untuk mengetahui secara utuh. "Termasuk soal penjatuhan sanksi akan saya minta laporannya, termasuk juga soal dugaan suap ada atau tidak, jika ditemukan adanya dugaan uap, maka yang bersangkutan harus diadili untuk mempertanggung-jawabkan perb‎uatannya di Pengadilan."‎ kata Halius.

Sebelumnya, Jaksa Agung HM Prasetyo menegaskan telah menjatuhkan sanksi terhadap Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi Jawa Barat M Yusuf Handoko terkait tuntutan 20 tahun terhadap dua gembong narkoba asal Iran yakni ‎Mustofa Marodalivan dan Seyed Hashem.‎"Bukan rekomendasi tapi kita sudah eksekusi," kata Jaksa Agung beberapa waktu lalu.

Namun sayangnya Prasetyo tidak merinci apa yang dimaksud dengan eksekusi. Namun kejaksaan telah mencopot M Yusuf Handoko sebagai Asisten Pidana Umum Kejati Jabar dan menggantinya dengan Rubiyanti.

Saat ini jabatan M Yusuf Handoko tidak tertulis dalam surat keputusan Jaksa Agung yang berisi mutasi dan promosi hampir 100 pejabat eselon dua dan eselon tiga.

Sementara, Pelaksana tugas (plt) Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas), M Jasman Panjaitan, telah mengeluarkan rekomendasi untuk diserahkan ke Jaksa Agung HM Prasetyo terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan Asisten pidana umum Kejati Jawa Barat MYH terkait tuntutan ringan 20 tahun penjara terhadap dua gembong narkoba asal Iran tersebut."Mohon maaf rekomendasi penjatuhan hukuman disiplin belum bisa dipublikasikan," katanya menambahkan.

Namun, lanjut Jasman, yang pasti terdapat pelanggaran terhadap standar operasional prosedur (SOP) yang seharusnya dilakukan seorang Aspidum. "Seharusnya rencana penuntutan (Rentut) disampaikan ke Jampidum karena‎ menyangkut orang asing dan barang buktinya 40 kg sabu tapi itu tidak dilakukan," jelasnya.

Disinggung soal dugaan pelanggaran ‎berupa suap, Jasman menegaskan tidak ditemukan dugaan pelanggaran suap. Kecuali ditemukan bukti baru.

‎Diketahui, soal kasus dua gembong narkoba ini berawal dari penangkapan yang dilakukan BNN terhadap Mustofa dan Seyed ditangkap BNN pada 26 Februari 2014 lalu di Pelabuhan Ratu, Jawa Barat atas kepemilikan narkoba jenis sabu seberat 40 kg.

Kedua warga negara Iran itu menyimpan sabu di salah satu lokasi di Cagar Alam Tangkuban Perahu‎ dengan cara mengubur di dalam tanah. Setelah itu kedua pemasok sabu itu diadili di Pengadilan Negeri Cibadak dengan tuntutan jaksa yang berbeda. Mustofa dituntut 20 tahun sedangkan Seyed 15 tahun penjara.

Namun, majelis hakim Pengadilan Negeri Cibadak memvonis hukum mati terhadap kedua warga negara Iran tersebut.‎ Kedua warga negara Iran itu mengajukan banding, namun Pengadilan Tinggi Bandung menganulir putusan Pengadilan Negeri Cibadak menjadi hukuman seumur hidup.

Atas putusan tersebut, Jaksa dan kedua warga negara Iran menerima putusan tersebut dengan alasan putusan tersebut sudah lebih tinggi dari tuntutan jaksa. Namun karena banyaknya desakan akhirnya jaksa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung yang sampai saat ini masih belum ada putusan.

BACA JUGA: