JAKARTA, GRESNEWS.COM – Ketua Mahkamah Konstitusi, Hamdan Zoelva membantah para hakim MK menolak ditetapkannya Refly Harun dan Todung Mulya Lubis sebagai anggota tim Panitia Seleksi (Pansel) Hakim Konstitusi oleh Presiden Joko Widodo. Namun, mereka hanya menyampaikan fakta kepada presiden, bahwa keduanya merupakan ahli hukum dan advokat yang aktif beracara di MK.
 
Hamdan mengaku, para hakim konstitusi menyadari dan paham betul pembentukan Pansel Hakim Konstitusi dan penunjukkan anggotanya mutlak merupakan kewenangan Presiden. Sehingga isi surat yang mereka kirimkan, intinya meminta presiden mempertimbangkan kembali keanggotaan kedua orang tersebut, dengan harapan MK yang terpilih nanti benar-benar independen dan tidak ada conflict of interest (benturan kepentingan).
 
"Dalam surat kami tidak ada pernyataan penolakan," kata Hamdan kepada wartawan usai meresmikan Pusat Sejarah Konstitusi  (Puskon) di Gedung MK, Jalan Medan Mereda Barat, Jakarta Pusat, Jumat (19/12).
 
Keputusan tersebut disepakati para hakim MK setelah menggelar rapat permusyawaratan hakim konstitusi (RPH), pada Senin (8/12). Dalam rapat tersebut, Hamdan direkomendasikan untuk mengirim surat kepada Presiden Jokowi.
 
Pernyataan keberatan yang menyebut MK menolak Refly dan Todung itu disampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) MK, Janedjri M Gaffar saat menggelar konferensi pers Jumat (12/12) lalu. Menyikapi hal itu, Pansel Hakim Konstitusi pun menyatakan keberadaan Refly dan Todung tidak berpengaruh banyak pada pengambilan keputusan lantaran masih ada lima anggota pansel lainnya. "Dua itu bukan jumlah dominan," jelas Ketua Pansel Saldi Isra, Rabu (17/12).

Sebaliknya, Saldi berpendapat, orang-orang yang sering beracara di MK-lah yang dibutuhkan oleh Pansel. Karena dengan begitu, mereka memahami MK dan bisa mencari hakim konstitusi yang tepat.
 
Dalam proses selanjutnya, Pansel Hakim Konstitusi telah menutup dan menerima 16 nama calon hakim konstitusi pada Rabu (17/12) lalu. Dari ke-16 calon pengganti dirinya itu, nama Hamdan ikut terdaftar. Menanggapi hal ini, Hamdan menyatakan tidak mendaftarkan diri sebagai calon hakim konstitusi unsur presiden periode 2015-2010 ke Pansel Hakim Konstitusi. Melainkan direkomendasikan dan didaftarkan sejumlah organisasi penggiat hukum. Informasi ini, lanjut Hamdan, diantaranya diperolehnya ketika dikonfirmasi oleh sekretariat negara (Setneg) terkait kesediaannya untuk didaftarkan.
 
Lantaran ingin menghargai para tokoh organisasi masyarakan ormas lembaga swadaya masyarkat (LSM) penggiat hukum itu,  Hamdan mengaku menyatakan bersedia. Meski masih menjabat ketua MK, ia menyatakan akan mengikuti semua proses dan tahapan seleksi hakim konstitusi unsur presiden sesuai prosedur.
 
Menurut Hamdan, dirinya memiliki alasan sendiri untuk tidak mendaftarkan diri. Salah satunya karena dirinya masih menjadi hakim konstitusi masih aktif di MK.  Atas dasar ini, menurutnya kurang tepat apabila dirinya turut mendaftarkan diri. Sebaliknya, ia juga membantah, tidak mau mendaftarkan diri lantaran keberadaan Refly dan Todung tetap dipertahankan sebagai anggota pansel Pansel Hakim Konstitusi.
 
"Selanjutnya, saya akan melihat seperti apa proses seleksi yang dilakukan Pansel," ujar Hamdan.
 
Seperti diketahui dari ke-16 calon hakim konstitusi itu, ‎diantaranya ada yang mendaftar diri sendiri dan sebagian lagi direkomendasikan oleh organisasi dan perseorangan. Hamdan diketahui terdaftar atas rekomendasi Setara Istitute for Democratie and Peace (Setara Institute), Human Rights Working Group (HRWG), Presidium Constitutional Democracy Forum, dan  The Indonesian Human Right Monitor (Imparsial).
 
Lembaga pemantau hak asasi manusia, Imparsial membenarkan bersama penggiat hukum lainnya merekomendasikan nama Hamdan ke Pansel Hakim Konstitusi. "Itu surat dukungan bersama dari beberapa organisasi, seperti Setara Institute, HRWG dan Imparsial," kata Direktur Eksekutif Imparsial, Poengky Indarti kepada Gresnews.com, Kamis (18/12).
 
Salah satu alasannya,  di bawah kepemimpinan Hamdan, MK bisa bangkit dari keterpurukan pasca kasus bekas ketua MK Akil Mochtar yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di rumah dinasnya di Jalan Widya Chandra III No 7, Jakarta Selatan pada Rabu, 3 Oktober 2013 malam lalu. Kesimpulan itu, diakui Poengky berdasarkan kajian Setara Institute atas kinerja MK dari rentang waktu 19 Agustus 2013 - 17 Agustus 2014.
 

BACA JUGA: