JAKARTA, GRESNEWS.COM - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menegaskan sedang memproses berbagai dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh berbagai korporasi terkait alih fungsi hutan. Sejumlah korporasi yang sedang diprosesnya itu berada di kawasan Sumatera, termasuk Riau.

Perkara korupsi di sektor Kehutanan Provinsi Riau memang sudah berakar. Hal ini dimulai dari era Gubernur Rusli Zainal, hingga Annas Maamun. Korupsi ini terkait alih fungsi lahan hutan dari hutan lindung menjadi hutan produksi.

Dalam surat tuntutan Komisi Pemberantasan Korupsi, beberapa perusahaan korporasi disebut merugikan keuangan negara. Mereka diantaranya PT Merbau Palelawan Lestari, PT Mitra Utama, Rimba Mutiara Permai, Selaras Abadi Utama, Bhakti Praja Prima, Mitra Hutani Jaya.

"Proses hukum sedang dijalankan, tetapi memang tidak di ekspose," ujar Siti dalam suatu diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (31/5).

Siti juga menegaskan, pihaknya tidak akan main-main dalam menindak tegas korporasi tersebut. Wanita yang lama berkarir di Departemen Dalam Negeri ini menyatakan hukuman yang akan diberikan kepada korporasi dari pidana hingga perdata.

"LHK lebih kejam sekarang, selain pidana, perdata juga jalan. Kalau terkait lingkungan hidup biasanya perdata, kalau pidana kita komunikasi bersama polisi," ungkap Siti.

Bahkan, Siti mengaku tidak segan menjerat korporasi itu dengan tindak pidana korupsi, dan pencucian uang. "Kita masukkan UU korupsi, dan TPPU, multidoors dari KPK kita sudah lakukan, kita berharap Direktorat Jenderal baru yang namanya penegakan hukum akan menindak lanjuti," terang Siti.

Saat sidang Rusli Zainal, mantan pemilik CV Bhakti Praja Mulia dan CV Praja Utama mengungkap keterlibatan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) dalam perkara ini. Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Lukman Jaffar, mengaku bahwa uang take over Bhakti Praja Mulia diterima dari Anwir Yamadi sebesar Rp2,2 miliar yang ketika Anwir menjabat Humas PT. RAPP.

Lukman juga pernah memberikan uang 1 miliar kepada Anwir Yamadi. Ia tidak ingat rinciannya untuk apa uang tersebut diberikan ke Anwir. Selain itu dalam BAP disebutkan Paulina pernah melakukan transfer uang senilai 2 miliar rupiah untuk take over. Paulina sendiri adalah legal PT PKS yang merupakan grup perusahaan PT. RAPP. Dan Lukman menjelaskan bahwa kedua orang yang disebutnya merupakan orang-orang RAPP.

Jaringan Kerja Penyelamatan Hutan Riau (Jikalahari) dan Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tersangka dari korporasi dalam kasus korupsi kehutanan di Kabupaten Pelalawan dan Siak, Riau. Fakta persidangan menyebut adanya keterlibatan grup Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) dalam kasus korupsi kehutanan dengan terdakwa mantan Gubernur Riau Rusli Zainal.

"Kita minta KPK segera tetapkan korporasi sebagai tersangka," kata Wakil Koordinator Jikalahari Made Ali kepada Gresnews.com, Sabtu (9/5).

Made menyayangkan melempemnya KPK ketika berhadapan dengan korporasi. Padahal sudah jelas fakta persidangan menunjukkan ada suap dari perusahaan yang berafiliasi dengan RAPP. Ada 16 perusahaan yang terbukti memberikan suap kepada bupati dan gubernur. Ke-16 perusahaan ada yang didanai atau merupakan anak usaha RAPP yang melakukan suap untuk mendapatkan izin pemanfataan lahan hutan.

Pemberian suap dalam kasus korupsi kehutanan itu juga telah diakui oleh pihak RAPP melalui salah satu direkturnya di persidangan Rusli Zainal. Namun atas fakta dan bukti tersebut, KPK tak juga menyeret korporasi.

PT RAPP saat dikonfirmasi gresnews.com beberapa waktu lalu membantah pihaknya terkait dengan perkara Rusli Zainal. Corporate Communication Manager PT RAPP Trisia Megawati menegaskan bahwa PT Merbau Pelalawan Lestari yang disebut bukan anak perusahaan mereka.

PT Merbau, adalah salah satu perusahaan yang turut terlibat dalam perkara alih fungsi lahan hutan yang menjerat mantan Gubernur Riau, Rusli Zainal.

Trisia mengatakan PT Merbau tidak beraviliasi dan juga bukan unit usaha korporasinya. Menurut Trisia, mereka adalah salah satu mitra bisnis APRIL Group yang merupakan induk RAPP.

"Secara legalitas badan hukum kami berbeda dan terpisah. Kaitannya hanya sebatas kerja sama bisnis saja," kata Trisia saat dikonfirmasi Gresnews.com, Jumat (15/5) malam.

Dalam menjalankan bisnisnya, Trisia mengklaim telah sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku baik undang-undang Kehutanan, ataupun peraturan daerah. RAPP, kata Trisia, juga mempunyai izin dalam menjalankan tata kelola hutan.

"Perusahaan beroperasi sesuai dengan izin yang diberikan oleh pemerintah dan taat pada aturan yang ditentukan terkait pengelolaan hutan berkelanjutan," jelas Trisia.

Senada dengan bawahannya, Corporate Communication Head Manager Jarot Handoko mengatakan bahwa RAPP dan PT Merbau Pelalawan Lestari adalah dua perusahaan yang berbeda, baik secara kepemilikan ataupun operasionalnya.

"RAPP tidak memiliki anak perusahaan. Kebetulan saya di RAPP," imbuh Jarot saat dikonfirmasi secara terpisah.

Namun, Jarot tak menampik adanya hubungan kerjasama antara perusahaannya dengan PT Merbau Pelalawan Lestari. "Mereka supply partner perusahaan," terang Jarot.

BACA JUGA: