JAKARTA, GRESNEWS.COM – Wacana untuk memperluas kewenangan Komisi Yudisial (KY) menjadi Mahkamah Yudisial atau Mahkamah Etik sebagai lembaga yang mengawasi etik pejabat negara masih menjadi perdebatan. Sebab untuk memperluas kewenangan itu, terbentur pada aturan dan harus mengamandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Menanggapi wacana ini, menurut Komisioner KY Imam Anshori Saleh ide mengubah KY menjadi Mahkamah Yudisial sebenarnya merupakan konsep yang sejak lama digaungkan. Hanya saja untuk mengimplementasikan wacana tersebut, harus ada amandemen konstitusi. Sebab konstitusi sudah mengatur kewenangan KY sebatas kode etik hakim saja.

“Itu bagus. Tapi perlu waktu panjang,” ujar Imam saat dihubungi Gresnews.com, Minggu (31/5).

Ia justru berpendapat, kalau akan dibuat lembaga tersebut maka perannya tidak akan jauh berbeda dengan peran KY dalam pengawasan hakim. Hanya saja, sanksinya perlu lebih tegas seperti adanya kewenangan sanksi langsung. Pasalnya saat ini, dalam memberikan sanksi pada hakim harus dipertimbangkan ulang oleh Mahkamah Agung.

“Jadi sanksi yang diberikan oleh Mahkamah Yudisial harus dilaksanakan oleh pihak-pihak terkait. Jadi tidak hanya usulan. Tapi sanksi mengikat,” lanjutnya.

Anggota Komisi III fraksi PPP Arsul Sani mengatakan wacana perluasan kewenangan KY untuk diubah menjadi Mahkamah Yudisial boleh diusulkan siapapun baik dari KY maupun elemen masyarakat. Dalam revisi RUU KY tidak menutup kemungkinan wewenang KY memang akan diperluas. Tapi harus disinkronkan dengan UU Mahkamah Agung.

“Nanti Undang-Undang KY dalam program legislasi nasional 2015-2019 akan direvisi. Nanti diusulkan sajalah,” ujar Arsul pada Gresnews.com.

Terkait hal ini, anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat fraksi PKS Nasir Jamil menyatakan ketidaksetujuannya terhadap wacana perluasan wewenang KY menjadi Mahkamah Yudisial. Sebab menurutnya selama ini lembaga negara terkesan lebih senang meminta perluasan kewenangan. Padahal kinerjanya saat ini saja dirasa belum optimal.

“Selalu minta lebih tapi impoten dalam pelaksanaan. Apalagi harus amandemen UUD 1945. Jadi tidak bisa diperluas. Saya tidak sepakat,” ujar Nasir pada Gresnews.com, Minggu (31/5).

Sebelumnya, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie berpendapat KY perlu direkonstruksi besar-besaran. Sebab KY merupakan satu-satunya lembaga tinggi negara yang hasil reformasinya belum sempurna. Saat ini KY yang hanya mengawasi kode etik hakim bisa diperluas kewenangannya untuk mengawasi etik seluruh pejabat negara. “Sehingga KY seharusnya menjadi puncak standar etik para pejabat negara bernama Mahkamah Etik,” ujar Jimly.

BACA JUGA: