JAKARTA, GRESNEWS.COM – Mei lalu masyarakat dihebohkan dengan penangkapan Robby Abbas, seorang muncikari kelas atas yang memiliki jaringan sejumlah artis. Para artis yang kerap dijajakan Robby pun mematok tarif hingga puluhan juta, penggunanya pun dari berbagai kalangan para pengusaha hingga pejabat.

Saat itu Robby tertangkap polisi yang menyamar menggunakan jasanya. Robby saat itu sedang menawarkan jasa artis AA di sebuah hotel di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, pada 8 Mei 2015.

Untuk diketahui, kasus Robby Abbas sendiri sudah selesai di persidangan, Robby sudah diputus bersalah dan dihukum penjara satu tahun empat bulan oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan beberapa waktu lalu.

Namun, Robby tak puas dengan putusan hakim yang hanya menghukum dirinya sementera para pelaku prostitusi sendiri lolos dari jerat hukum. Robby Abbas pun melalui kuasa hukumnya melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap dua Pasal yang menjeratnya, yaitu Pasal 296 dan Pasal 506 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Kuasa Pemohon, Pieter Ell mengatakan, kedua Pasal yang dikenakan oleh Jaksa Penuntut Umum untuk menjerat kliennya cenderung diskriminatif dan berpotensi tidak memiliki persamaan di muka hukum. Karena dalam kasus ini, Robby hanya dijadikan sebagai terdakwa tunggal, padahal dalam prosesnya Robby yang dikenal sebagai jasa penyedia prostitusi itu telah dimintakan oleh pemesan untuk dicarikan artis penyedia jasa prostitusi sesuai orderan.

"Pihak-pihak yang menghubungi pemohon (Robby) untuk dicarikan artis penyedia jasa prostitusi dan kemudian menggunakan jasa artis tersebut dengan memberikan imbalan jasa sejumlah uang tidak dikenakan sanksi pidana dan hanya dijadikan saksi saja oleh Pengadilan," kata Pieter Ell saat sidang dengan agenda pemeriksaan pendahuluan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Selasa (10/11).

Ia menambahkan, dengan dikenakan dua Pasal yang hanya menjadikan terdakwa sebagai terdakwa tunggal tersebut, pemohon menilai hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan dengan berlakunya dua Pasal tersebut.

Selain itu, Pieter menyatakan, semua kesalahan saat ini seolah-olah dibebankan hanya kepada kliennya. Padahal dalam bisnis prostitusi pasti ada pelaku lain yang ikut terlibat dan yang diuntungkan dalam praktek prostitusi itu. Ia pun berharap dalam uji materi ini, Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dapat membuka semua cerita agar publik mengetahui proses diskriminasi yang dialami oleh kliennya.  

"Selama ini, sidang kasus prostitusi yang dijalani kliennya itu tidak pernah membuka nama-nama artis yang terlibat. Harusnya dibuka, biar tidak ada diskriminasi atas penegakan hukum," tegasnya.

DASAR PEMOHON – Kuasa pemohon Pieter Ell menilai, Pasal 296 dan Pasal 506 KUHP bertentangan dengan konstitusi atau Undang-Undang Dasar (UUD 1945). Menurutnya, Pasal 296 juncto Pasal 506 KUHP hanya dapat dikenakan kepada seseorang atau subjek hukum saja, yang menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul atau seks komersial. Sementara, terhadap pihak lain yang terlibat dalam tindakan tersebut seperti pekerja seks komersial dan pihak yang mendapatkan kenikmatan seksual dengan memberikan imbalan tidak dikenakan hukuman pemidanaan.

Pasal 296 KUHP berbunyi "Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah".

Pasal 506 berbunyi "Barang siapa menarik keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan menjadikannya sebagai pencarian, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun".

Ia menilai pemberlakuan ketentuan tersebut sama sekali tidak mencerminkan beberapa norma pembentuk hukum positif di Indonesia, seperti hukum adat, hukum agama dan hukum nasional sebagaimana rujukan dalam UU KUHP yang semestinya.

"Kedua pasal tersebut telah melanggar Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 tentang hak asasi dan rasa keadilan sebagai warga negara. Kami meminta ke Mahkamah agar kedua pasal tersebut bisa dihapus dan diganti,” ucapnya menegaskan.

Dalam petitumnya, pemohon meminta MK menyatakan Pasal 296 KUHP bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai "Barang siapa dengan sengaja melakukan pencabulan dengan tujuan mendapatkan imbalan jasa, atau menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda berdasarkan kepatutan".

Pemohon juga meminta MK menyatakan Pasal 506 KUHP bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai "Barang siapa melakukan pencabulan dengan tujuan mendapatkan imbalan jasa atau menarik keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan menjadikannya sebagai pencarian, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun".

ARTIS BERSAKSI MENGGUNAKAN CADAR - Menarik menyimak jalannya persidangan kasus prostitusi online dengan terdakwa Robby Abas saat menghadirkan saksi kunci artis AA pada Kamis (1/10) lalu. Dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan agenda pemeriksaan saksi menghadirkan artis AA yang menggunakan cadar dan pakaian serba hitam.

Artis AA tidak menampakkan wajahnya karena mengenakan cadar hitam. Ia menunduk dan menghindari pertanyaan wartawan sambil melanjutkan langkah ke dalam ruang persidangan sampai akhirnya petugas menutup ruang sidang tempat sidang tertutup tersebut digelar. AA sudah tiga kali mangkir dari panggilan Majelis Hakim PN Jakarta Selatan.

Artis AA menjadi saksi kunci lantaran ia ikut tertanggkap bersama Robby Abbas di sebuah Hotel Mewah di bilangan Jakarta Selatan. Kepala Reserse Kriminal Umum (Reskrimum) Polres Jaksel, Ajun Komisaris Joynaldi mengatakan dalam handpone Robby juga ditemukan sebanyak 200 nama wanita yang diduga sebagai anak asuh Robby, yang diantaranya terdapat sejumlah nama artis yang dikabarkan menyediakan jasa pemuas nafsu pria hidung belang mulai dari kalangan pengusaha hingga pejabat Negara, yaitu AA, SB, dan TM.   

Dalam persidangan di PN Jaksel, Hakim Pengadilan, Effendi Mukhtar tidak hanya menyebut sejumlah nama artis yang kerap menjajakan tubuhnya untuk pria hidung belang, namun dalam persidangan juga terungkap seorang laki-laki berinisial BK yang diduga sebagai salah satu anggota DPRD yang sengaja disembunyikan identitasnya kerap menggunakan jasa Robby untuk menyediakan sejumlah artis dengan tariff berfariasi mulai dari belasan hingga puluhan juta rupiah.

Kuasa Hukum Robby Abbas pun membenarkan ada salah satu pengguna jasa kliennya yang merupakan salah satu pejabat Negara, namun sayangnya Pieter enggan memaparkan siapa pria hidung belang itu yang kerap menggunakan jasa penyedia prostitusi Robby Abbas.

"BK merupakan salah satu anggota DPRD di salah satu provinsi di Pulau Jawa. Provinsinya apa, saya tidak bisa menyebutkan," ucap Pieter kepada awak media. (Rifki Arsilan)

 

 

BACA JUGA: