JAKARTA, GRESNEWS.COM - Ketua Komite Pertimbangan Organisasi (KPO) Indonesian Human Rights Committe for Social Justice (IHCS), Gunawan menyatakan ketiadaan pengakuan hak atas tanah di wilayah hutan menjadi salah satu faktor penyebab konflik agraria selama ini. Karena itu, ia mengapresiasi langkah Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) mengeluarkan sertifikat tanah kepada kelompok masyarakat adat (hak komunal) yang sudah puluhan tahun mendiami suatu wilayah, baik itu wilayah yang berada di dalam kawasan hutan lindung maupun hutan produksi.

Alasannya, kebijakan Menteri ATR/Kepala BPN Ferry Mursyidan Baldan dapat menghindari sengketa antara masyarakat adat dengan perusahaan pengelola hutan termasuk dengan negara. Apalagi sudah direalisasikan dengan menyerahkan 168 sertifikat hak komunal untuk masyarakat adat di Kalimantan Tengah, Jumat (30/1) lalu, dan memberikan sertifikat gratis bagi warga Kalimantan Selatan (Kalsel).

"Sudah seharusnya hak atas tanah di wilayah kehutanan adalah wewenang BPN. Ketiadaan pengakuan hak atas tanah di wilayah hutan penyebab konflik agraria," kata Gunawan kepada Gresnews.com, Minggu (1/2).

Hak komunal merupakan kebijakan untuk memberikan legalitas atas kepemilikan lahan tanah kepada kelompok masyarakat adat untuk dikelola sesuai aturan adat yang berlaku. Pemberian hak komunal bagi masyarakat adat termasuk desa yang itu berdasarkan kesepakatan Kementerian Kehutanan (Kemenhut), Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN (ATR/BPN).

"Kami menyambut baik kebijakan itu karena bisa menjadi langkah awal menyelesaikan masalah tanah masyarakat adat dan warga sekitar yang berada di dalam kawasan hutan," kata Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria, Iwan Nurdin kepada Gresnews.com, Minggu (1/2).

Menurutnya kebijakan Kemendagri, Kemenhut dan Kementerian ATR/BPN itu bisa mengurai dan menyelesaikan konflik agria selama ini.

Sebelumnya, pemberian hak komunal, menurut Ferry, untuk menghindari sengketa kepemilikan lahan tanah garapan antara masyarakat adat dengan perusahaan pengelola. Pemerintah tidak dapat memberikan legalitas sertifikat lahan tanah secara individu kepada masyarakat adat karena terdapat sistem dan mekanisme adat.

"Untuk selanjutnya, kami telah meminta para kepala daerah dan jajaran di sejumlah daerah untuk mendata kelompok masyarakat adat yang berhak menerima hak komunal," kata Ferry.

Disi lain ia mengaku pemberian hak komunal akan berdampak terhadap pendapatan Hak Guna Usaha (HGU) lahan garapan namun pemerintah lebih mengutamakan perlindungan hak masyarakat. Karena itu, pemerintah akan menemui para pemegang HGU untuk memberikan kompensasi agar tidak mengalami kerugian.

BACA JUGA: