JAKARTA, GRESNEWS.COM - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mengajukan usulan untuk mengamandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Ada beberapa alasan yang diajukan DPD mengapa UUD 1945 harus kembali diamandemen,

Pertama, untuk memperkuat sistem presidensial. Tujuannya untuk memperkuat penyelenggaraan sistem pemerintahan presidensial. Sehingga bisa menjamin adanya stabilitas politik secara nasional.

Kedua, memperkuat lembaga perwakilan. Tujuannya untuk meningkatkan kualitas kebijakan dari segi keterwakilan dalam setiap pembentukan peraturan perundang-undangan. Sehingga ada check and balances antarkamar dalam fungsi legislasi lembaga perwakilan. Ketiga, memperkuat otonomi daerah dengan mengatur pola hubungan antara pusat dan daerah.

Keempat, calon presiden perseorangan yang seharusnya tidak diajukan terbatas hanya melalui partai. Kelima, pemilahan pemilu nasional dan pemilu lokal. Perlu ada pemilahan dan pemetaan isu pemilu secara nasional dan lokal. Keenam, forum previlegiatum diperlukan bagi pejabat negara yang menghadapi proses peradilan. Tujuannya agar tidak ‘tersandera’ proses hukum yang berlarut-larut.

Ketujuh, perlu ada optimalisasi peran Mahkamah Konstitusi dalam hal pengujian peraturan perundang-undangan, memutus sengketa kewenangan lembaga negara, dan memutus perselisihan hasil pilkada. Kedelapan, penambahan pasal hak asasi manusia agar negara bisa merealisasikan jaminan hak asasi manusia khususnya terhadap perempuan, pekerja, dan pers.  

Kesembilan, penambahan bab komisi Negara diantaranya komisi kebebasan pers. Kesepuluh, penamanan bab tentang pendidikan dan perekonomian. Tujuannya agar negara perlu melakukan penguasaan atas cabang-cabang produksi yang penting bagi negara.

Terkait pengajuan amandemen ini, anggota DPD dari Provinsi Nusa Tenggara Timur Abraham Liyanto mengatakan upaya mengamandemen UUD 1945 tidak mudah. Karena itu sebelum melakukannya, perlu menyamakan persepsi dan mengatur strategi karena amandemen tidak hanya bicara soal hukum tata negara tapi juga bicara persoalan politis.

"Substansi amandemen diantaranya terkait untuk memperkuat presidensial, lembaga peradilan dan otonomi daerah. Dan yang terpenting DPD bisa menjadi lembaga penyeimbang supaya ada check and balances," ujar Abraham dalam rapat dengar pendapat dengan sejumlah fraksi di MPR, Jakarta, Senin (26/1).

Menanggapi usulan DPD ini, Ketua Fraksi PKB di MPR Luqman Edy mengatakan, harus ada pertimbangan dasar untuk mengamandemen UUD 1945. Misalnya adanya eskalasi keinginan masyarakat yang kuat atau ada situasi krisis yang mendesak untuk mengubah UUD 1945.

Walaupun, ketika mengubah UUD tidak harus menunggu krisis. Sehingga amandemen UUD bisa menghasilkan substansi yang lebih jernih. Lalu ada prediksi akan terjadi agenda politik yang tidak terkendali dengan adanya ´penumpang gelap´ dari dalam dan luar dengan memasukkan ideologi yang keluar dari tatanan kenegaraan yang selama ini telah dibangun.

"Kami tawarkan agar agenda amandemen ini agenda yang terbatas," ujar Luqman dalam rapat dengar pendapat Badan Pengembangan Kapasitas Kelembagaan DPD RI di Ruang GBHN MPR, Jakarta, Senin (26/1).

Luqman beralasan, amanden dijadikan agenda terbatas karena terlalu banyak hal yang diusulkan DPD sebenarnya bisa dimasukkan ke undang-undang sehingga tidak perlu mengamandemen UUD 45. Dia khawatir usulan amandemen malah menjadi agenda liar.

Contoh poin yang bisa dimasukkan ke dalam UU diantaranya soal pemilu nasional dan lokal yang tidak lagi perlu dilakukan perubahan dalam UUD 1945. Lalu soal agenda liar misalnya keinginan memperkuat sistem presidensial. Menurutnya baik pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo, belum terlihat kewenangannya terganggu karena check and balances seperti sistem saat ini. "Sehingga presiden tidak perlu ditambah lagi kewenangannya," kata Luqman.

PKB sendiri, kata dia, hanya memiliki tiga poin yang menjadi prioritas terbatas untuk dimasukkan ke dalam amandemen UUD 1945. Luqman menolak jika amandemen mengakomodir seluruh usulan DPD karena dikhawatirkan akan masuk ke wilayah yang mengakibatkan konflik dan kecurigaan. Adapun tiga poin yang disetujui PKB untuk diamandemen diantaranya penguatan DPD.

Menurutnya otonomi daerah merupakan pilihan maksimal bagi Indonesia. Sebab kalau otonomi daerah terlalu dibebaskan dikhawatirkan Indonesia menjadi federal. Lalu kalau lebih dibebaskan lagi bisa saja Negara Kesatuan Republik Indonesia malah bubar. "Sehingga pilihan otonomi daerah menjadi pilihan yang harus dijaga baik-baik. Itu sebabnya otonomi daerah harus diperkuat dan dijaga agar tidak menemui kegagalan," ujar Luqman.

Usulan kedua dari PKB untuk amandemen UUD 1945 yaitu agenda Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Ia menilai pasca kewenangan MPR dicabut dalam menyusun GBHN terasa ada yang hilang. Menurutnya Tap MPR yang sudah ada saat ini tidak cukup menjadi arahan pada pembangunan negara. Karena itu, GBHN diperlukan sebagai pedoman untuk membangun bangsa 5-25 tahun ke depan.

Hanya saja memang perlu hati-hati untuk memunculkan lagi GBHN. Ia mewanti-wanti jangan sampai GBHN menjadi instrumen untuk menekan daerah sehingga muncul lagi sistem yang mengarah pada sentralisasi seperti pada masa sebelum reformasi.

Lalu usulan terakhir adalah penguatan MPR untuk memperjelas sistem kamar pada praktek ketatanegaraan. Menurutnya sah saja kalau sistem ketatanegaraan menjadi trikameral. "Rekomendasi ini harus dikawal dengan adanya perjanjian dasar agar amandemen fokus pada hal yang terbatas saja," ujarnya.

Ketua Fraksi PDIP di MPR Ahmad Basarah menilai memang masih ada kekurangan dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia. Tapi menurutnya saat ini Indonesia dinilai masih dalam situasi euforia politik. Ia khawatir kalau melakukan amandemen dalam situasi euforia politik akan konflik kekuatan politik akan bermain di dalamnya.

Tetapi terlepas itu, kata dia, PDIP siap untuk secara serius mengamandemen UUD 1945. Untuk itu, PDIP mengajak Lembaga Ketatanegaraan untuk menindaklanjuti usulan amandemen yang juga pernah menjadi rekomendasi MPR pada periode sebelumnya. "Kalau sudah kita sepakati baru kita umumkan ke publik," ujarnya.

BACA JUGA: