JAKARTA, GRESNEWS.COM - Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta terus mengejar keterangan tentang keterlibatan Kwee Cahyadi Kumala atau Swie Teng dalam perkara alih fungsi hutan di kawasan Bogor, Jawa Barat. Pasalnya, dalam putusan Majelis Hakim Tipikor Bandung Jawa Barat atas terdakwa FX Yohan Yap, nama Kwee Cahyadi Kumala dianggap tidak terlibat dalam kasus ini.

"Setahu anda atau di dalam dakwaan itu bersama-sama dengan siapa?" tanya Ketua Majelis Hakim Sutio Djumagi kepada Yohan Yap, Rabu (25/3).

Yohan sengaja dihadirkan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi untuk terdakwa Swie Teng. Keterangan Yohan dianggap diperlukan sebab ia merupakan perantara suap antara bos PT Bukit Jonggol Asri itu dengan mantan Bupati Bogor, Rachmat Yasin. "Di dalam dakwaan bersama-sama Cahyadi Kumala," jawab Yohan kepada Hakim Sutio.

Yohan pun mengakui ada perbedaan antara dakwaan Jaksa, putusan Majelis Hakim Tipikor, Bandung serta putusan Pengadilan Tinggi Bandung. "Di dakwaan suap menyuap Bupati Bogor diputuskan (Tipikor Bandung) menyuap atas kemauan sendiri, sementara di tingkat banding bersama-sama (Cahyadi Kumala)," terang Yohan.

Bahkan Ketua Majelis Hakim Tipikor Bandung yang menyidangkan kasus ini, Nur Hakim, sempat dipanggil KPK untuk menjadi saksi kasus ini. Ketika itu, Nur Hakim beralasan, penghilangan nama Swie Teng dalam putusan Yohan, karena ia memang tidak mendapatkan keterangan dan bukti valid mengenai hal itu.

"Saya ceritakan apa adanya, bahwa dalam persidangan memang terdakwa FX Yohan YAP alias Yohan melakukan suap sendiri dan Bupati Bogor Rachmat Yasin juga bilang bahwa menerima uang dari terdakwa Yohan sendiri," ujar Nur Hakim.

Nur Hakim meyakini selama persidangan tidak ada fakta yang mengarah pada keterlibatan Cahyadi Kumala. "Bahkan saya sempat membentak terdakwa agar mengakui, tapi yang bersangkutan tetap menyatakan melakukannya sendiri," imbuhnya.

Nur Hakim juga mengaku kalau dirinya pernah ditanya apakah menerima hadiah atau sesuatu dari terdakwa. Namun ia mengklaim tidak menerima apapun atas putusan ini. Bahkan ia menantang KPK untuk membuktikan hal tersebut. "Sudahlah kalau memang saya terbukti korupsi, silakan saja tangkap saya," ujarnya.

Nur Hakim menambahkan jika dari 10 pertanyaan yang diajukan penyidik KPK, sebenarnya bukan hanya terkait penegasan akan keterlibatan Cahyadi Kumala. "Sebenarnya KPK hanya ingin membuktikan bahwa mereka bisa memanggil hakim saja," tuturnya.

Nur Hakim diperiksa sebagai saksi untuk tersangka KCK (Kwee Cahyadi Kumala) alias Swie Teng dalam dugaan upaya menghilangkan barang bukti dan mempengaruhi saksi. Swie Teng diduga sengaja melakukan pengaburan hasil persidangan dengan terdakwa Fransiskus Xaverius Yohan Yap.

Nur Hakim diketahui pernah menjabat Ketua Pengadilan Negeri Bandung sebelum pindah ke PN Surabaya. Dia pernah menunjuk dirinya sendiri sebagai ketua majelis hakim kasus korupsi Bupati Bogor, Rachmat Yasin. Meskipun ketika itu dia sudah dimutasi ke PN Surabaya

Dugaan upaya pengaburan itu muncul setelah KPK melakukan pemeriksaan terhadap dua pegawai Pengadilan Tipikor Bandung, yakni Plt khusus Panitera Muda Pengadilan Tipikor pada PN Bandung, Susilo Nandang Bagio serta tenaga honorer di Pengadilan Tipikor Bandung, Lingga Afrizal.

Diketahui, Yohan diputus bersalah menyuap Bupati Bogor Rachmat Yasin senilai Rp5 miliar. Pengadilan Tipikor Bandung, Jawa Barat pun menghukum Yohan Yap dengan hukuman 1,5 tahun penjara. Namun, Yohan mengakui bila hukumannya bertambah menjadi empat tahun penjara setelah ada banding dari pihak KPK.

Suap diberikan supaya Racmat Yasin yang menjabat sebagai Bupati Bogor mengeluarkan izin alih fungsi hutan lindung di Bogor, Jawa Barat untuk PT Bukit Jonggol Asri (PT BJA).

Perusahaan PT BJA yang juga perusahaan milik Swie Teng itu menginginkan  permohonan rekomendasi tukar menukar kawasan hutan kepada Bupati Bogor seluas 2.754,85 hektare. Namun, hasil kajian menunjukkan sebagian tanah yang dimohonkan terdapat Izin Usaha Pertambangan (IUP) produksi PT Indocement Tunggal Prakarsa dan IUP eksplorasi PT Semindo Resources, sehingga yang direkomendasikan hanya 1.668,47 hektare.

Kemudian, ia meminta bantuan kepada Rachmat Yasin agar rekomendasi PT BJA segera diterbitkan dan atas permintaan itu Rachmat meminta sejumlah uang dan disanggupi oleh Swie Teng.

Pada 30 Januari 2014 menyerahkan cek Bank CIMB Niaga senilai Rp5 miliar kepada Yohan untuk diberikan ke Rachmat. Namun, pada 2 Februari, Yohan mengembalikan cek tersebut karena mengalami kesulitan dalam pencairan.

Pada tanggal yang sama Swie Teng menyuruh Sherly Tjung mentransfer Rp4 miliar lagi ke PT Multihouse Indonesia yang direkturnya adalah istri Yohan, Jo Shien Ni alias Nini. Keesokan hari pada 6 Februari 2014, Yohan dan Heru menemui Rachmat di rumah dinasnya dan menyerahkan uang Rp1 miliar dalam satu kardus cokelat dengan menyebutkan "ada titipan dari Om Swie" dan dijawab dengan anggukan kepala.

BACA JUGA: