JAKARTA, GRESNEWS.COM - Polemik mengenai pembebasan bersyarat kepada para terpidana kasus korupsi terus bergulir. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang bersikeras akan memberikan pembebasan bersyarat kepada para koruptor membuat jengah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Juru Bicara KPK Johan Budi mengaku kecewa dengan langkah Kemenkumham yang beberapa kali memberikan pembebasan bersyarat kepada para koruptor. Selaku pihak yang dimintai rekomendasi, KPK selalu menolak pembebasan tersebut.

Namun rekomendasi yang diberikan lembaga antirasuah ini tidak pernah diindahkan Kemenkumham. "Apa gunanya KPK diminta rekomendasi jika surat itu tidak bisa apa-apa, buat apa surat tersebut rekomendasi diminta dari KPK?" ujar Johan kepada wartawan, Selasa (23/9).

Menurut Johan, selaku pihak penyidik, rekomendasi KPK seharusnya menjadi pertimbangan bagi Kemenkumham dalam membuat putusan terkait pembebasan bersyarat. Namun, ia mengaku pasrah jika Kemenkumham kembali memberikan pembebasan kepada koruptor termasuk Anggodo Widjojo.

Ia berharap, kedepannya Kemenkumham dapat lebih jeli dalam memutuskan pembebasan terhadap para koruptor. "Langkah berikutnya kami minta Kemenkumham untuk memperhatikan langkah yang harus diambil terkait pembebasan bersyarat bagi koruptor," kata Johan memberi ultimatum.

KPK sendiri menurut Johan sebelumnya telah mengirim surat imbauan bagi Kemenkumham karena surat rekomendasinya tak diacuhkan. Padahal, surat tersebut merupakan salah satu ketentuan apakah seorang koruptor berhak mendapatkan pembebasan bersyarat atau tidak. "Jika hal ini berlangsung terus menerus, keberadaan KPK sebagai ujung tombak pemberantasan korupsi bisa diremehkan oleh para koruptor," ujar Johan.

Sebelumnya, Direktur Infokom Direktorat Jenderal Pemasyarakatan  Ibnu Chuldun mengatakan, pembebasan bersyarat terpidana kasus suap Anggodo Widjojo belum diberikan. Remisi sakit berkepanjangan yang diberikan kepada Anggodo masih diteliti dan didalami Ditjen Permasayarakatan, "Narapidana atas nama Anggodo Widjojo belum diberikan pembebasan bersyarat," kata Ibnu dalam jumpa pers di kantor Ditjen Pemasyarakatan, Kamis (18/9).

Menurut Ibnu, Anggodo ditahan sejak 14 Januari 2010. Dia dijatuhkan hukuman kurungan 10 tahun dan denda Rp250 juta, subsider kurungan selama 5 bulan. Karena memenuhi persyaratan, Anggodo telah mendapatkan remisi sebanyak 24 bulan 10 hari.

Kemudian, berdasarkan PP nomor 99 tahun 2012 Pasal 34 Ayat (2) huruf c, Anggodo dinilai berhak memperoleh remisi sakit berkepanjangan. Anggodo diberikan remisi sebanyak 5 bulan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM tahun 2014 tanggal 17 Juli.

Sakit berkepanjangan yang diderita Anggodo berdasarkan hasil pemeriksaan Dr Sony Wicaksono dari Rumah Sakit Pusat Jantung Harapan Kita. Anggodo dinyatakan menderita Angina Equivocal DM Type 2.

Selain itu bedasarkan diagnosa dari Teguh AS Ranakusuma, neurologi dari Universitas Indonesia, yang bersangkutan dinyatakan menderita Dizzines cervical spur HNP Lumbal dan TB dengan infeksi sekunder paru-paru.

Dari sejumlah remisi yang diterima Anggodo, jika dihitung berdasarkan waktu pemberian bebas bersyarat, memang sudah terlewati. Anggodo menurutnya bisa mendapatkan pembebasan bersyarat pada 18 Agustus 2014 lalu.

Ini berdasarkan dua pertiga dari masa tahanan dikurangi remisi yang sudah diberikan kepada Anggodo. "Karena kami harus meyakini yang bersangkutan benar-benar masuk dalam kategori menderita sakit berkepanjangan," jelasnya.

BACA JUGA: