JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejaksaan Agung mencopot seorang jaksa berinisial YH dari jabatannya sebagai Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi Jawa Barat. Jaksa Agung HM Prasetyo mengambil langkah tegas melakukan pencopotan atas jaksa YH lantaran terbukti hanya mengenakan tuntutan ringan yaitu 20 tahun dan 15 tahun penjara kepada dua warga negara Iran yang menjadi gembong penyelundupan narkotika jenis sabu seberat 40 kilogram.

Padahal di persidangan, majelis hakim PN Cibadak menjatuhkan hukuman lebih tinggi yaitu hukuman mati kepada kedua gembong narkoba Iran itu lantaran terbukti melanggar Pasal 114 Ayat (2) juncto Pasal 132 Ayat (1) Undang-undang Narkotika. Hanya saja, putusan itu kemudian dianulir oleh PT Bandung yang menjatuhkan vonis seumur hidup untuk keduanya.

Yang membuat Prasetyo jengkel, jaksa malah menerima vonis itu, alih-alih mengajukan kasasi. Belakangan, tim pengawasan yang dibentuk Kejagung menemukan adanya indikasi pelanggaran sehingga akhirnya YH dicopot dari jabatannya.

"Saya tidak ada kompromi untuk penyimpangan-penyimpangan. Kalian boleh lihat," kata Prasetyo kepada media di Kejaksaan Agung, Jumat (22/5).

Lewat SK Jaksa Agung Kep-IV-360/C/05/2015 tertanggal 13 Mei 2015 lalu, nama YH tak lagi menjabat sebagai aspidum Kejati Jabar. Namun tidak dijelaskan juga kemana dia dipindahtugaskan.

"Ini adalah bentuk dari pelanggaran yang dilakukan dan kita tidak ada kompromi untuk hal seperti itu. Kalian catat itu," kata Jaksa Agung HM Prasetyo

Saat dikonfirmasi, Prasetyo tidak secara gamblang mengatakan apakah dicopotnya YH itu terkait penyimpangan tersebut atau tidak. Prasetyo enggan membeberkan secara jelas mengenai hal itu. "Kalian simpulkan sendiri (apakah Aspidum Kejati Jabar dicopot terkait kasus itu)," kata Prasetyo.

Kasus ini bermula ketika dua warga negara Iran Mustofa Moralivand dan Seyed Hashem ditangkap oleh BNN pada 26 Februari 2014. Keduanya dicokok di Pelabuhan Ratu, Jawa Barat karena kedapatan membawa sabu seberat 40 kg.

Saat itu, mereka berencana mengambil sabu yang dikubur di salah satu lokasi di Cagar Alam Tangkuban Perahu. Hingga akhirnya perbuatan mereka tercium oleh BNN. Keduanya lalu diadili dengan berkas terpisah. Jaksa pun mengajukan tuntutan 20 tahun penjara kepada Mustofa dan 15 tahun penjara untuk Seyed.

Namun Majelis Hakim PN Cibadak menjatuhkan hukuman lebih tinggi yaitu hukuman mati kepada keduanya. Namun putusan itu dianulir oleh PT Jabar yang menjatuhkan vonis seumur hidup untuk keduanya. Jaksa yang seharusnya mengajukan kasasi malah menerima dengan alasan putusan itu lebih tinggi daripada tuntutan mereka.

Saat dikonfirmasi beberapa waktu lalu, Kasipenkum Kejaksaan Tinggi Bandung, Suparman menyebut majelis hakim menjatuhkan vonis lebih tinggi dibandingkan tuntutan sehingga jaksa menerima putusan itu.

Namun, Kejaksaan Agung (Kejagung) yang juga memonitor kasus tersebut murka dan menegaskan bahwa jaksa penuntut umum itu harus mengajukan kasasi. Sempat berbeda pendapat, akhirnya jaksa penuntut umum mengajukan kasasi atas putusan banding tersebut.

"Iya tadi setelah dicek ternyata jaksa mengajukan kasasi atas putusan itu. Sudah didaftarkan di pengadilan," kata Suparman saat dikonfirmasi, Jumat (24/4) lalu.

Dari informasi yang didapat, pelanggaran oknum jaksa Cibadak dalam rencana penuntutan (rentut) terhadap kasus tersebut tidak sampai ke Jampidum Kejagung. Padahal kasus narkoba yang melibatkan warga negara asing dengan bobot barang bukti yang tinggi seharusnya rentut tersebut sampai ke Kejagung.

BACA JUGA: