JAKARTA, GRESNEWS.COM - Mahkamah Agung secara mengejutkan hari ini mengeluarkan putusan yang kontroversial. Benteng terakhir keadilan itu, memutuskan untuk menghukum KPK membayar denda kerugian sebesar Rp100 juta kepada mantan hakim Syarifudin yang pernah dipidana KPK dalam kasus korupsi. PIhak KPK sendiri akan mempelajari dulu putusan itu sebelum melakukan "perlawanan" secara hukum.

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto memastikan setelah mempelajari putusan itu, KPK akan mengambil upaya hukum lebih lanjut. "Saya akan baca itu, lalu kemudian mengambil sikap," ujar Bambang disela diskusi dengan tajuk ´Intervensi Politik Terhadap Media´ di kawasan Taman Safari, Puncak, Bogor, Jumat (13/6).

Bambang juga menyatakan, pihaknya akan mendiskusikan hal ini kepada Jaksa Penuntut Umum KPK, karena merekalah yang paling mengetahui duduk perkara sebenarnya. Ketika ditanya apakah KPK akan mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK), Bambang belum berani memutuskan.

Tetapi ia memastikan akan ada upaya hukum selanjutnya terkait perkara tersebut. "Sebaiknya dipelajari dulu, baru kemudian laporan JPU, didiskusikan, baru ada keputusan mengenai itu," tambahnya.

Bambang juga menepis anggapan bahwa KPK tidak teliti dalam menangani perkara tersebut. Menurutnya apa yang sudah dilakukan KPK sudah sesuai dengan prosedur, dan jika ada keputusan berbeda ia akan mempelajari keputusan tersebut.

Ia juga mengatakan, kasus ini merupakan risiko KPK sebagai lembaga anti korupsi, tetapi tidak akan membuat KPK berhenti untuk mengungkap kasus korupsi. "Di semua tindakan pasti ada risiko. Dan KPK harus berani menghadapi risiko itu," tambah Bambang.

MA dalam putusan perkara nomor 2580 K/PDT/2013 dengan ketua majelis hakim agung Prof Dr Valerine JL Kriekhoff dan dua hakim anggota Syamsul Ma´arif serta Hamdan memutuskan KPK telah melakukan perbuatan melawan hukum terkait pengambilan barang bukti milik penggugat Syarifuddin.

Dalam perkara ini, Syarifudin dihukum 4 tahun bui karena menerima suap saat mengurus kepailitan PT Skycamping Indonesia (PT SCI). Pada 12 Oktober 2012, MA menolak kasasi yang diajukan Syarifuddin. Namun MA menyatakan sependapat dengan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta yang memerintahkan KPK mengembalikan barang bukti lain milik Syarifuddin yang tidak berhubungan dengan perkara.

Atas dasar putusan itulah, Syarifudin menggugat KPK. Menurutnya pengambilan barang bukti yang tidak terkait dengan perkara yang disidik merupakan perbuatan melawan hukum dan menggugat KPK Rp 5 miliar. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) mengabulkan dan menghukum KPK untuk memberikan ganti rugi kepada Syarifudin sebesar Rp100 juta.

Putusan ini lalu dikuatkan Pengadilan Tinggi Jakarta dan kemudian MA. "Mengabulkan permohonan pemohon Syarifudin SH MH dengan termohon Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)," demikian lansir website MA, Jumat (13/6).

Atas vonis itu, MA dikecam lembaga antikorupsi Indonesia Coruption Watch (ICW). "MA kebangetan! Menjatuhkan vonis yang menguntungkan koruptor," ujar koordinator bidang hukum ICW, Emerson Yuntho.

Menurut Emerson, kalaupun KPK dianggap salah, seharusnya jangan dibebankan dengan membayar hukuman senilai Rp 100 juta. Harusnya hukumannya berupa bentuk koreksi kepada KPK supaya tidak mengulangi kesalahan yang sama. "Kalaupun dihukum enggak perlu bayar ganti rugi. Hukuman yang dimaksud hanya untuk koreksi KPK," ucapnya.

Dengan adanya vonis tersebut, maka MA akan mendapat predikat buruk di mata masyarakat. "Persepsinya jadi negatif karena MA membela hakim koruptor dan rugikan KPK," pungkasnya. (dtc)

BACA JUGA: